Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mayat Bandit

19 Juli 2019   20:21 Diperbarui: 19 Juli 2019   20:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

"Orang yang dibunuhnya masih famili dekat dengan kakekku."

"Pacarku pernah hendak dicabulinya!"

 "Mengurusi mayat orang seperti dia, tak sudi! Biar mampus dirubung lalat!"

"Tapi ini masjid? Apa kita biarkan dia membusuk dan menjadi najis di sini? Lagi pula kewajiban kita mengurusi orang yang mati. Mau bandit, pendosa, perampok, harus diurusi. Tak perlu kita semua, seorang saja yang melakukannya, sudah gugur kewajiban seluruh kampung." Marijan mulai pitam. Sebentar lagi lohor. Apa harus shalat berjamaah di ruang ujung kanan masjid lagi?

"Nah, kalau begitu, Pak Marijan bisa mengurusnya sendiri!"

Marijan kebingungan. Orang-orang bubar. Waktu makan siang tiba. Setelah mengumandangkan azan lohor, Sukarjo raib. Tinggal Marijan yang termangu menatap mayat itu. Kalau dibiarkan begitu saja pasti akan membusuk dan dirubung lalat. Siapa yang tahan mencium bau mayat? Bakalan tak ada orang yang shalat di masjid lagi seperti kali ini. 

Marijan salat sendirian, lalu pulang untuk makan siang. Dia berniat kembali ke masjid dengan mengajak Mulkan dan Bahri, si penggali kuburan. Mereka tak hanya orang bayaran untuk menggali kubur, tapi bisa dibayar untuk yang lain-lain. Asal ada uang, mereka siap melakukannya. Perduli amat meski mayat yang hendak diurusi bekas bandit.

Tapi ketika Marijan, Mulkan dan Bahri tiba di masjid, ajaib, mayat si bandit lenyap. Ke mana gerangan? Apa mayat itu telah dibawa lari oleh anjing liar? Atau....

Mereka bertiga sibuk mencari ke sana-ke mari. Tapi hasilnya nol besar. Marijan susah hati. Dia turut menjadi pendosa tak melaksanakan fardu kifayah atas mayat si bandit. Harusnya dia tadi mengurusi sendiri saja. Kendati dia yakin tak akan berhasil oleh uzur.

Kabar pun menyeruak kampung. Orang-orang kembali merubung masjid. Wajah-wajah bersalah pun menempias. Mereka ikut merasa berdosa. Berkali-kali Marijan mengatakan tentang fardu kifayah mengurusi mayit. Mereka semakin faham dan tak mampu mengangkat kepala.

Hingga tiba-tiba seorang pemuda muncul di antara kerumunan itu. Katanya dia yang telah mengurusi mayat itu. Tadi, selesai shalat lohor, dia membawa mayat itu memakai mobilnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun