Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selamat Ulang Tahun, Brip

19 April 2019   21:43 Diperbarui: 19 April 2019   21:47 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

* * *

Setelah pertemuan mengharukan itu, Brip dan Mang Del hanya sepekan berkunjung ke rumahku. Selebihnya mereka menghilang seperti ditelan bumi. Seorang penjual koran akhirnya menggantikan tugas Mang Del. Dia lebih muda. Lebih pendiam. Dan mungkin kurang ramah.

Dari dialah kuketahui kalau Mang Del tak lagi menjadi penjual koran. Dia bersama Brip telah pergi dari kota ini, sebab tanah tempat mereka mendirikan rumah, telah diserobot oleh orang kaya yang mengaku-ngaku memiliki tanah itu. "Saya tak tahu ke kota mana mereka pergi. Pakaian-pakaian mereka masih acak-acakan di bekas reruntuhan rumah di situ. Kemarin dulu, daerah di situ ditraktor. Seluruh rumah-rumah yang dikatakan liar, telah rata dengan tanah."

"Bagaimana dengan bibi Brip?" tanyaku mengejar. Pemuda itu hanya mengedikkan bahu sambil berlalu mengayuh sepedanya kencang-kencang.

Aku sedih. Istriku menangis. Kami tak dapat membayangkan bagaimana Mang Del meninggalkan kota ini tanpa tujuan. Kemanakah kira-kira mereka melangkahkan kaki? Di tempat manakah mereka bernaung dari panas dan hujan? Tuhan, dapat kubayang Brip kecil akan meringkuk di kaki bapaknya ketika malam menjelang. Mungkin mereka akan tinggal sementara di emperan toko, lalu diusir pemiliknya seperti anjing ketika matahari belum terbit benar. Ketika hujan mengguyur, apakah yang dialami anak kecil itu? Mungkin dia hanya memiliki sepasang pakaian. Bagaimana kalau dia demam karena mengenakan pakaian basah? Bagaimana kalau tiba-tiba dia berpisah dengan Mang Del? Bagaimana jika dia kecelakaan, diculik orang, dibun....? Ah, kubuang pikiran jahat itu sambil membujuk istriku agar tak terlalu mengingat-ingat Brip.

* * *

Tiga bulan berlalu, akhirnya aku dan istri telah melupakan Brip dan bapaknya. Kami sekarang telah memiliki teman baru yang harus diperhatikan. Istriku sedang hamil muda. Menurut dokter, usia kandungannya hampir enam minggu. Sungguh, aku dan istri merasa amat sukacita. Penungguan kami sekian tahun, ternyata berhasil juga. Kulihat istriku bukan main sumringah. Tawanya selalu pecah. Dia mulai sering berbicara macam-macam yang membuatku tersenyum diri,

Terkadang dia menanyakan keinginanku memiliki anak lelaki atau perempuan. Kujawab terserah pemberian Tuhan. Kemudian dia mulai berbicara baju hamil, membeli susu, membeli pakaian, box bayi, mainan dan masih banyak lagi yang tak dapat kuhafal satu demi satu. Tapi aku menanggapinya dengan senang. Begitu dia mengidam macam-macam, aku langsung mencari idamannya sampai dapat. Hingga suatu senja, "Mas, sepertinya aku ingin bertemu dengan Brip. Sekali saja!"

Deg! Jantungku berdegup keras. Aku berpikir dia telah melupakan anak kecil itu seratus persen. Nyatanya tidak sama sekali. Lalu, bagaimana aku menemukannya di negeri yang tak selebar daun kelor ini? Mudah-mudahan jika idaman istriku tak kesampaian, anak di kandungannya tak ngences. Begitupun, seharian aku mencoba keliling kota mencari Brip. Tujuannya agar istriku tak menuduhku malas berusaha untuk menemukan anak itu.

* * *

Hampir tigapuluhan tahun berlalu, cerita tentang Brip tak lagi membekas di benak kami. Sekarang tinggal menikmati hari tua. Tiga anak kami sudah berkeluarga. Sekali seminggu mereka akan datang menjengukku dan istri sambil membawa panganan banyak. Khusus untuk oleh-oleh rokok, anak sulungku pasti menekankan, "Ayah tak boleh merokok, jadi tak ada oleh-oleh untuk itu. Ayah harus ingat pesan dokter, bahwa penyakit sesak napas ayah akan parah kalau masih ngotot merokok."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun