Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dekil Bin Toing

16 Februari 2019   13:00 Diperbarui: 16 Februari 2019   13:23 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dekil Bin Toing. Sesuai namanya, dia memang dekil. Dia jarang mandi. Daki mengarat membelit lehernya. Dia anti sikat gigi. Bila nyengir, giginya terlihat lebih kuning dari gigi kuda. 

Napas bau bak naga. Hmm, tak ada yang pantas buat berbaik hati menemaninya. Apalagi pakaiannya itu ke itu saja. Terbetik berita, pakaiannya yang senada, hampir tujuh pasang di lemari. 

Tiap tiga hari memakai sepasang. Gila, pantas saja bau kambing! Tapi dia bangga, kambing saja bisa laku, apalagi manusia berotak seperti dia. Padahal sampai usia kepala empat, dia tak laku-laku dan tetap melajang serupa tunggul jati yang dilalap jamur kuping, kemudian mati menderita.

Tapi beberapa bulan lalu, Dekil Bin Toing berubah seratus persen; 24 karat ibarat emas. Pagi-pagi dia meminyaki rambut tipisnya dengan urang-aring. Mantap nian kelihatan! Lalat pun tergelincir di situ. Giginya yang kuning pun digosok pasta. Hampir setengah tube pasta kecil itu ludes dipencetnya.

Pakaian Dekil menjadi berbeda. Kemeja kuning bercorak kembang-kembang. Celana kodorai cutbrai. Plus Parfum sinyongnyong semerbak membuat kepala pening tujuh keliling. Sesekali dia mematut di cermin. Berputar-putar ibarat gasing atau komidi putar.

Apa pasal maka lelaki satu ini berubah? Tentu kau berpikir dia menaksir janda atau perawan tua? Tabiat lelaki jika berubah begitu, paling-paling karena perempuan itulah. Tapi syakwasangkamu menyalah. Dekil, sejak dulu sangat penakut terhadap perempuan. Dia juga tak mau diatur-atur mereka, sehingga dia memilih melajang lapuk. Sejujurnya maka dia berubah drastis, hanyalah tersebab ada pencarian bakat dangdut di kampungnya. Kabarnya pencari bakat itu dari ibukota. Dari rumah produksi. Mungkin dalam benak Dekil, seperti rumah produksi tahu-tempe di rumah tetangga yang membuat aroma parit bau pesing tujuh keliling.

"Alangkah rapi kau, Halim!" kata Mak Irod. Mak Irod adalah ibu Dekil. Dia paling benci mendengar orang-orang memanggil anaknya dengan sebutan Dekil. Dia telah sedemikian bagus memberi nama anaknya itu; Halim Perdana Amiruddin. Nama yang tak sepadan dengan realitanya. Prinsip Mak Irod, nama harus bagus. Nama adalah doa. "Nak berpacarannya kau?" Berbunga sudah hati seorang Mak. Dia merindukan memomong cucu dari anak satu-satunya itu.

"Manalah pula nak berpacaran, Mak. Aku mau ikut acara pencarian bakat dangdut. Pasti ramai!  Kalau terpilih, Mak bisa melihatku di televisi. Menjadi terkenal! Mak juga bisa berhaji dengan uang berdangdut." Dekil tertawa. Dia membayangkan tengah berdiri di atas panggung. Orang-orang bersuit-suit memujinya. Tak ada lagi istilah ejek-ejekan. Semua berebut tanda-tangan. Ketika sudah terkenal, orang seburuk setan sekalipun bisa serupa dewa "Ahmad Dhani", uhuyyy! Hehehe, harapan yang masuk akal!

Mata Mak Irod hampir melompat dari cangkangnya. Dalam benak seorang ibu yang hari-harinya kapalan mendengar pengajian Ustads Kardowi, acara pencarian bakat dangdut itu membuat hatinya risau. Jangankan itu, mendengar kata dangdut, dia tak enak hati. Meski terus-terang, dia menyintai setengah mati irama gambus. Bukan tari-tarian dangdut yang mengumbar pinggul dan dada. Goyang memutar, menggiling hati setiap lelaki itu.

"Tak sudi aku!" ketus Mak Irod.

"Apa pasal? Lunaskanlah niatku demi cita-cita tulus ini, Mak!" geram Dekil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun