Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Api

20 April 2017   15:01 Diperbarui: 21 April 2017   07:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya memeluk Ibu erat-erat. Saya tak boleh menertawakannya. Saya sangat menyayanginya. Sepanas api Ibu tak sebanding dengan tugasnya mengurusi rumah yang hampir setiap hari selalu seperti habis dilalap api. Berantakan, dan membuat pusing.

* * *

Sekarang Ibu suka tersenyum. Sesekali ditingkahi tawa senang.  Harusnya saya bahagia. Karena inilah yang saya harapkan dari dulu.  Tapi kali ini berbeda. Saya sangat pilu.

Sekitar dua bulan setelah Ibu menginjak kulit pisang itu, Ayah membawanya ke rumah sakit karena Ibu suka bertingah aneh.. Pulangnya, Ayah bermuram durja. Dia tak bersama Ibu. Katanya, Ibu tinggal di rumah sakit, sebulan, dua bulan, atau entah berapa bulan.

Saya mendadak ingin Ibu tetap menjadi api. Tak perduli setiap hari saya diubahnya menjadi abu.  Tapi itu lebih baik ketimbang dia menjadi perempuan seperti nenek Yon yang dipasung di kamar belakang rumahnya.

---sekian---


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun