Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Megawati Presiden Jilid II dan Ancaman Stateless Habib Rizieq

3 September 2020   20:39 Diperbarui: 3 September 2020   20:44 8920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterpolitik.com

 Masih Sibuk Pilkada

Saat ini, Megawati lagi sibuk dengan membina kader-kadernya yang akan bertarung dalam Pilkada Desember 2020 mendatang. Mega terlihat masih sangat antusias dalam pembinaan calon-calon Kepala Daerah ini, agar anggota PDIP bisa maju menyuarakan aspirasinya.

Megawati masih sangat besar pengaruh dan kharismanya. Mirip Ratu Kalingga pada zamannya. Bedanya Megawati tidak mengenakan pakaian kebesaran. Yang lengket dalam diri Mega adalah nama besar Bung Karno.

Disadari atau tidak, Mega juga tidak akan menolak akan peran proklamator ini dalam dirinya. Karena itu, yang paling dikuatirkan Mega adalah, apabila pudarnya persepsi rakyat terhadap kharisma Bung Karno. Otomatis luntur pula kepercayaan rakyat terhadapnya.

Pada saat itu, kita tidak tahu kapan dan bagaimana nasib, serta siapa yang bakal mengendalikan PDIP.

Saat memberikan arahan kepada kader partai dalam pengumuman Tahap V Calon Kepala Daerah secara virtual Rabu, 2 September 2020 kemarin, ditanya apakah tidak sebaiknya Megawati mencalonkan diri sebagai Presiden RI lagi, Mega menjawab,: "Enak aja kamu manas-manasin gue..."  (Repelita Online, 3/9/2020).  


Kontroversi Dalam PDIP

Harus diakui, ide boleh satu, tapi isi kepala tetap beda. Inilah yang barangkali tidak banyak diketahui oleh masyarakat tentang apa yang terjadi dalam tubuh PDIP. Termasuk ide menanyakan tentang kemungkinan bersedia tidaknya Megawati menyalonkan dirinya untuk masuk dalam bursa Calon Presiden dalam Pemilu 2024 mendatang.

Di satu sisi, pasti ada yang mendukung. Seorang teman saya senior di Bali, pengagum berat Megawati salah satunya. Katanya, Mega sangat berwibawa. Ketut, nama teman saya, juga sangat mengagumi Puan Maharani. Ketika melihat catatan saya tentang Pasangan Prabowo-Puan yang menyertakan foto Puan di dalamnya, dia bilang, "Madam Puan sangat berwibawa. Mirip ibunya." Katanya bangga.

Bali merupakan salah satu pendukung berat Megawati, di samping Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian selatan serta Barat.

Akan tetapi harus diakui bahwa dalam tubuh PDIP sendiri juga ada orang-orang yang ingin adanya perubahan. Oleh sebab itu ada niat mereka untuk mengusung Ganjar  Pranowo. 

Bahkan, betapapun mereka masih sangat menghormati Megawati, bukan berarti mereka setuju kalau Mega tampil lagi duduk di kursi kepresidenan periode mendatang. Munculnya Prabowo-Puan misalnya, merupakan bukti dinamika dalam tubuh PDIP terkait perubahan future leadership-nya.

Kontroversi di luar PDIP

Kalau di dalam tubuh PDIP saja terjadi kontroversi, apalagi di luar PDIP. Orang-orang dari partai lain, Demokrat, Gerindra, PAN, PKS, PKB, Golkar, hingga partai yang baru lahir Gelora, pasti akan pasang ancang-ancang bila ini terjadi. Jika Megawati benar-benar mau maju lagi, lantas siapa yang akan disandingkan di sebelahnya? Amien Rais tentu akan koar-koar.

Prabowo pasti tidak akan bersedia. Bahkan, dalam tubuh internal PDIP pun kalaupun skenario ini jalan, Ganjar Pranowo tidak akan mungkin bersedia. Atau Puan Maharani, sang puteri dari Megawati. Pula dipastikan tidak akan bersedia tampil. Baginya tidak elok bagi reputasi partai.

Oleh sebab itu, PDIP pasti mikir tidak ingin mendominasi Capres dan Cawapres dari partai yang sama. Belum tahu  lagi, seandainya Mahmud MD dari Partai PKB. Siapa tahu partainya merestui untuk berdampingan dengan Megawati?
Orang akan bilang, skenario Megawati masuk bursa Presiden nanti ini ngawur. Tapi siapa tahu 'hati' politik?

Politik itu sering kali berjalan di luar nalar manusia. Perhitungan kita acapkali meleset karena politik tidak bisa diduga. Megawati sekarang menolak, karena fokusnya masih pada pembinaan kader partai. 

Bukan berarti tidak ada kemungkinan kader-kadernya, seperti berubahnya fikiran  Mahatir Muhammad, dari Partai Pejuang Tanah Air di Malaysia yang tampil ulang.  

Habib Rizieq dan Rachma. Sumber: jpnn.com
Habib Rizieq dan Rachma. Sumber: jpnn.com
Keluarga Bung Karno Tidak Satu Suara dengan Megawati

Tantangan besar lainnya berasal dari keluarga Bung Karno sendiri. Tahun 2016 lalu, dalam sebuah kesempatan, pernah Habib Rizieq mengajak adik bungsu Mega, Rachma, untuk ikut dalam Aksi Bela Islam pada bulan November 2016.

"Saya meminta kepada penguasa sekarang untuk tidak pilih kasih. Tidak ada perlakuan khusus bagi siapa saja yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Penistaan terhadap simbol atau lambang negara termasuk perbuatan pidana, apalagi yang dinistakan agama, itu termasuk pidana berat," beber dia (JPNN.com, 31/10/2016).

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa dalam keluarga Bung Karno sendiri, tidak senada dengan jalan fikiran Megawati. Pada Pemilu lalu, seperti kita ketahui, Rachmawati mendukung pasangan Parbowo-Sandiaga.

Akankah Megawati Akur dengan HRS

Megawati tidak pernah terlihat foto bareng dengan HRS, sekalipun bukan 'lawan' politiknya. Memang hubungan Mega-Prabowo tidak bisa disamakan dengan Mega-HRS. Meski beda dalam pandangan politik, sering terlihat foto bersama, seperti kawan. Bahkan Prabowo juga mengunjungi ke kediamannya. Mereka tetap akrab walaupun tidak senada dalam percaturan politik.

Pada tahun 2017 lalu, HRS pernah berencana memperkarakan isi pidato Megawati pada saat HUT PDIP ke-44, yang diduga ada unsur penistaan agama (Pinterpolitik.com, 18/1/2017). Namun tidak jadi. "Janganlah kita mencoba saling lapor, kalau saling lapor ini bisa mengantarkan kepada konflik horizontal," kata Rizieq di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/1/2017).

HRS meminta kepolisian melakukan mediasi dengan Ketua Umum PDIP. HRS ingin agar segala permasalahan hukum diselesaikan secara kekeluargaan, termasuk kasus tentang dirinya dan keluarga Soekarno yang menjeratnya. Ini menandakan niat baik dari HRS yang tidak ingin ada 'konflik' antara dirinya dan Megawati.

Dalam sejarahnya, ketika Megawati menjabat sebagai Presiden kelima sempat memarahi Menteri Luar Negeri dan Panglima TNI karena membuat Prabowo terlantar. Prabowo, waktu itu, berhenti dari dinas di TNI pada 1998 dan mengasingkan diri ke Yordania.

Pada saat itulah Megawati menyelamatkan Prabowo yang kondisinya sebagai warga yang Stateless (tanpa kewarganegaraan). Sebuah langka negarawan yang patut dipuji.

Jadi, bukan tidak mungkin, jika Megawati melangkah lagi ke Presiden RI Jilid II nanti, akan merangkul HRS dan menyelamatkan dari ancaman Stateless sebagaimana ancaman yang pernah dialami Prabowo. Bagaimanapun Megawati tahu, bahwa HRS adalah sosok yang berpengaruh besar bagi umat di negeri ini.

Malang, 3 September 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun