Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengusung Puan Maharani Jadi Ms. President RI 2024

13 Agustus 2020   07:37 Diperbarui: 13 Agustus 2020   07:38 3310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlalu dini kalau saya mau omong banyak soal politik. Tetapi terlalu lambat juga jika saya tidak omong soal politik dari sekarang. Undang-undang kita menjamin kebebasan memilih. 

Sementara orang lain berkonsolidasi untuk mempersiapkan daftar orang kuat yang bakal meramaikan kontes pemilihan Capres tahun 2024 mendatang, rakyat kecil seperti saya mestinya boleh dong ikutan meramalkan?

Masih ingat video yang viral dari seorang pria bernama Dr. G T Ng yang menjadi pembicara dalam sebuah seminar bertajuk "Presentation at the General Conference Annual Council 2019" pada 15 Oktober 2019? Dalam video tersebut, D. Ng mengemukakakan: "Negara mana di dunia yang paling efektif sistem pemilihannya? Di Somalia, memerlukan waktu antara 20-30 hari sampai hasilnya baru diketahui. Di Amerika, hanya beberapa jam setelah pemilihan sudah diketahui. Di Indonesia, mereka sudah tahu hasilnya sebelum pemilihan."

Jadi, apa salahnya jika saya ikutan mendukung Ibu Puan Maharani jadi Calon Terkuat sebelum Pemilu mendatang?

Kalah atau Menang, Kita Indonesia

Boleh dong saya ungkapkan kekecewaan saat melihat ada yang tidak beres dalam Pemilu tahun lalu? Itu hal yang wajar. Kalau ada orang yang tidak 'sakit hati' karena adanya 'kejanggalan' terhadap proses Pemilu, itu bohong. 

Mereka yang tidak tersinggung atau sakit hati, perlu dipertanyakan loyalitasnya terhadap kandidat yang diusungnya. I don't want to be such a person.

Mau jujur, boleh kan?

Saya dulu, milih Prabowo sebagai Calon Presiden. Sayangnya, di Tempat Penyoblosan, saya tidak boleh karena tinggal di luar Aceh dan tidak membawa suratnya. Tidak perlu saya beberkan di sini mengapa saya harus milih seorang Prabowo.

Sebagai warga negara yang baik, saya harus gentle saya akui, menerima kenyataan. Apapun yang terjadi di lapangan, meski terjadi 'penyelewengan' selama proses Pemilu, yang berujung di persidangan, bukan Prabowo pemenangnya.

Hakim sudah memutuskan. Keputusan ini harus diterima, dihargai dan dihormati dengan lapang dada. Whatever happened, let it happened. Apapun yang sudah terjadi, biarlah terjadi.

Sesudah Pemilu rampung, hidup harus jalan terus, seperti sedia kala. Siapapun pemenangnya perlu dukungan seluruh rakyat Indonesia. Presiden terpilih bukan presiden milik atau untuk golongan atau partai tertentu. Akan tetapi bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

Makanya, ketika masa kampanye, bisa saja kita dulu berseberangan lantaran kandidat Capres dan Cawapres yang berbeda. Sesudah diputuskan pemenangnya, everything should go back to normal. 

Segala sesuatunya harus kembali ke normal. Harus tetap mengedepankan asumsi bahwa Pemilu lalu JURDIL, jujur dan adil. Biar tidak berkelanjutan sakit hatinya.

Siapapun presidennya, sebagai warga negara, kita harus tetap bekerja keras guna membangun diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negeri ini. Termasuk bagaimana menghadapi Covid-19. Pandemi Covid-19 nyatanya bukan menyerang, misalnya partai yang nakal saja. Covid-19 tidak pilih kasih.    

Pemilu Tahun 2024 nanti, perlu dipersiapkan dengan matang. Apakah Virus Corona masih ada atau sudah lenyap, Pemilu akan tetap berlangsung. Semoga saja Corona segera punah.

Kalaupun belum, partai politik tidak peduli. Jauh-jauh sebelumnya, mereka dituntut harus bersiap diri. Termasuk kita ini, akankah mengusung Puan Maharani atau tidak. Partai politik butuh konsolidasi.    

Tidak Ada Teman Abadi

Meski masih 'hijau' pengetahuan dan pengalaman saya tentang partai politik, tapi saya gak bodoh amat untuk bisa memahami. Dalam politik, tidak ada teman atau musuh abadi. Yang ada, kepentingan abadi.

Oleh sebab itu, right in the early morning, ketika saya mendengar Prabowo dilamar oleh Pak Jokowi untuk menjadi Menteri Pertahanan, resppon saya biasa saja. No hurt feeling. Lagian, siapa pula saya harus berkomentar masalah ini? Memangnya Pak Prabowo akan minta pendapat saya?

Jangankan saya, orang-orang yang dulu dekat dengan Prabowo dan mengusung 'mati-matian' dalam usaha mendongkrak perolehan suaranya saja, kini 'hilang'. Ketika bukan Prabowo sebagai pemenangnya, simpatisan dengan faatisme yang kuat ini 'lenyap'.

Nama-nama seperti Dhanil Simanjutak, Neno Warisman, Faldo Maldini, Dede Yusuf dan lain-lain, jarang terdengar suaranya. Kecuali hanya sesekali dari mereka muncul di media, misalnya Pak Amien Rais. Mungkin sebatas hanya untuk konsumsi media barangakali, agar tidak monoton beritanya, menjaga keseimbangan.

Dalam dunia politik anything can happen. Mereka yang dulu pro-Prabowo, kemudian 'murtad', menyeberang ke partai politik lainnya, kita sikapi biasa saja. Sebagaimana yang saya sebut di atas. Hanya nilai kepentingan yang bersifat abadi dalam partai politik. Today you are my friend, tomorrow you can be my enemy.

Jadi bagaimana jika tahun 2024 nanti Ms Puan Maharani diusung jadi Calon Presiden RI?

Bisa saja, it is ok. Bagi saya bukan suatu yang tidak mungkin. Siapa tahu besok pagi Puan akan  bikin gebrakan yang membuat kejutan mayoritas rakyat negeri ini, sehingga mengangkat reputasinya. Kalau perlu, gebrakannya melebihi sang Bunda, Ibu Mega.

Bila ini terjadi, bsa saja orang-orang yang tadinya berlawaan arah, ternyata balik jadi pendukung Puan. Misalnya Fahri Hamzah, Fadli Zon atau Rocky Gerung. Sekali lagi, tidak ada teman, dan tidak ada pula musuh abadi.    

Tidak ada musuh abadi. Sumber: Liputan6.com
Tidak ada musuh abadi. Sumber: Liputan6.com
Kekuatan Seorang Puan Maharani 

Bagaimanapun, Puan, terlepas dari kekurangannya, dia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh Prabowo, Fahri Hamzah. Fadli Zon atau Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, Luhut, apalagi Ahok.

Pertama, Puan itu kan perempuan? Dia akan dianggap mewakili sekitar 134,27 juta jiwa perempuan di Indonesia. Itu suara yang sangat besar. Puan itu dianggap representasi kaum ibu, yang ramah dan lembut.

Puan dianggap mampu mengangkat harkat dan martabat kaum hawa, terutama bagi pejuang kaum Feminis. Puan kalau bicara juga bisa lantang. Makanya jadi Ketua DPR RI periode ini. 

Kalau selama ini dalam survei-survei Puan memperoleh angka rendah terkait prestasinya, sebetulnya ini soal pemahaman yang berbeda.

Harus diakui, Puan merupakan representative partai, yang dianggap mampu mengawal kepentingan partai yang mengusungnya. Jika tidak mampu, sudah dipastikan partai tidak bakalan memilih Puan untuk posisi tersebut. Lagi pula, semua orangtua, Puan adalah puteri the Big Boss. Siapa berani menolak rekomendasi Ibu Megawati?

Saat ini, meskipun tidak salah, tetapi untuk meramakan bahwa Puan tidak mampu bersaing dengan calon-calon Capres 2024, mungkin terlalu tergesah-gesah. Orang-orang kuat selevel Prabowo, Gatot Nurmantyo atau Anies, kayaknya tidak boleh gegabah dalam meremehkan 'potensi' Ketua DPR ini dalam percaturan Capres mendatang.  

Akan halnya saya, untuk sementara belum berpihak pada Puan. Tetapi siapa tahu, besok pikiran saya berubah. 

Meski kemampuan orasinya tidak mampu menandingi Fahri Hamzah, kalau langkah Puan banyak memberi manfaat pada khalayak banyak, misalnya, mengusir Covid-19 dari Bumi Nusantara ini, maka suara Puan sebagai Calon Ms Presiden, akan nambah satu suara.

Malang, 13 August 2020
Ridha Afzal
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun