Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jelang Pilkada, Siap Telan Pil Pahit Keserakahan Kepala Daerah

27 Juli 2020   17:30 Diperbarui: 28 Juli 2020   20:00 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar memang, sesudah saya cek di Mbah Google. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan bagi Pejabat Negara Tertentu, gubernur mendapat gaji pokok Rp3 juta dan tunjangan jabatan Rp5,4 juta. Berarti, gajinya Rp 8.4 juta.

Hanya saja, Take Home Pay kepala daerah bukan Rp 8,4 juta per bulannya. Kepala daerah berhak mendapatkan biaya penunjang operasional (BPO) sebesar 0,13% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan PP Nomor 109 Tahun 2000. 

Misalnya, untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pada tahun 2017 besaran PAD DKI Jakarta tercatat sebesar Rp 4,1 triliun. Maka berdasarkan rumus PP Nomor 109 Tahun 2000, Gubernur DKI Jakarta mengantongi Rp 2,7 miliar dan wakilnya mengantongi Rp 1,8 miliar setiap bulannya.

Itu belum termasuk uang ini dan itu.

Di sektor real estate Kepala Daerah sangat pintar mainnya. Kalau saya jelaskan di sini, bisa panjang ceritanya. Yang saya tangkap satu contoh kepintarannya di Real Estate adalah terkait izin dan pembebasan tanah, khususnya tanah-tanah yang semula tidak boleh digunakan untuk perumahan di dalam maupun luar kota.

Jika izinnya sudah dikeluarkan dan diberikan ke Real Estate Agency, Kepala Daerah ini bisa 'berpesta pora'. Mereka minta jatah, dari ulang tahun anaknya, tanah, rumah, Rupiah dan mobil mewah.  

Jatah Tanah

Tamu saya ini pelaku langsung dan berhadapan dengan pak gubernur face to face masalah ini. Itu tanah yang diminta sebagai jatahnya, untuk pak gubernur dan wali kota, masing-masing minta jatah tiga kapling. Jadi, total enam kapling, hanya untuk kepala daerah. Belum lagi bawahanya. Dari Admin sampai kantor desa atau kelurahan.

"Memang sih kami (Pengusaha Real Estate, Red.) mendapat keuntungan" Begitu katanya. Tetapi kembali lagi bahwa yang dirugikan lagi-lagi rakyat. Pelanggan. Karena mereka yang bayar. Kata Pak Fulan ini (sebut saja demikian namanya), pak Gubernur dan pak Walikota ini saat Pilkada keluar dana besar guna mendanai kampanyenya. Kini, saatnya 'balas dendam', yakni bagaimana caranya dalam lima tahun ke depan bisa mengumpulkan balik dana yang sudah dikeluarkannya.

Rumah

Mau tau desain rumah pak gubernur atau pak wali kota? Mereka membuat desain sendiri. Gak tahu dari mana mereka dapat, tetapi sungguh 'gila'. Saya kasih contoh ya? Lantainya minta marmer. Sudah ada marmer, minta lagi dilapisi 3 dimensi bergerak. Meskipun diberi tahu bahwa ini sulit, pak gubernur ini ngotot, untuk dicoba. Kalau tidak bisa, suruh bongkar. Gila gak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun