Mohon tunggu...
Rico Ricardo Lumban Gaol
Rico Ricardo Lumban Gaol Mohon Tunggu... Penulis - Energi terbarukan bukanlah energi alternatif, melainkan jawaban dari kerisauan kedepannya

SEO Expert bidang Energi Terbarukan 2022 Kegiatan sehari-hariku masuk keluar wilayah 3T mendampingi wilayah-wilayah yang belum tersentuh listrik PLN samasekali. Salam kenal

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kota Pembunuh

18 April 2016   22:56 Diperbarui: 18 April 2016   23:22 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

“Hahaha... Akhirnya aku harus melepaskan penatku dengan penat yang lebih mendalam. Menulis! Tunggu, beri aku semenit saja untuk melepaskan sepatu dan menghirup satu tarikan nafas yang cukup dalam. Oke aku, Siap!”

Tak pernah terpikirkan olehku untuk menginjakkan kaki demi mencari sesuap nasi di kota besar ini. Rasanya lebih baik bagiku tinggal di tempat yang masih banyak suara jangkrik dan nyanyian merdu burung-burung di pohon kala aku butuh teman. Bukan! Bukan aku tak ingin hidup berdampingan dengan manusia.

Hari ini ialah langkah awal aku membuktikan kalau tekadku untuk tidak berperang demi bagian tubuhku yang hanya sejengkal ini dimulai. Iya, setidaknya setahun kedepan aku akan tinggal di kota para bos besar ini tapi bukan untuk urusan perut, melainkan panggilan untuk mengambil bagian mengisi cawan kotor dengan setetes demi setetes air bersih-bening, semoga bisa.

Hmmm sebenarnya agak kikuk ketika berbicara tentang kota besar kalau aku tak menyebut namanya, tapi okelah sebut saja namanya Jakarta, setidaknya begitu kata orang-orang menyebut nama tempat itu.

Agak tidak sopan juga aku menghindari untuk hidup di kota ini tanpa alasan yang jelas. Baiklah! Pertama aku bukanlah orang yang terlalu suka dengan keramaian dan ketidaksabaran yang menggebu-gebu. Klakson di mana-mana tanpa kenal waktu padahal bisa saja saat itu masih lampu merah. Serobot sana-sini, yang diserobot mobil besar yang berada di jalurnya, sebut saja transJakarta, yang menyerobot kendaraan yang sudah pasti bukan jalurnya.

Oh iya, salah satu yang paling kutakutin juga untuk tinggal di kota ini adalah aku takut tua di jalan, haha. Semua orang sudah tahu betapa nyatanya kemacetan di kota ini. Salah satu siasat orang-orang ialah dengan mengorbankan tidurnya dengan bangun lebih awal, mungkin jam setengah lima atau jam lima. Yah mungkin paling siang jam setengah enam atau semalas-malasnya jam enam. Aku sendiri jam setengah lima sudah bangun, tadi pagi. Bukan menunjukkan selama ini aku ingin tidur lebih lama dan bangun lebih siang. Yang pasti bukanlah keinginanku bangun lebih awal dan pulang lebih malam, mungkin jam 8 atau 9 malam, demi menghindari kemacatan akibat kepadatan kota. Ah masih banyak fakta yang membuatku tidak nyaman di tempat ini.

Baru saja, ketika tulisan ini kutulis di kepalaku, bukan di jidatku, aku pulang dari daerah Jakarta Selatan menuju Jakarta Timur. Ada banyak yang ingin kutuliskan hanya dengan melihat 2 jam kondisi malam kota ini. Namun, satu yang tak mungkin tak ingin kutulis yaitu tentang wanita bergincu di pinggiran jalan.

Hehe, ingin sesekali berbicara dengan mereka, tapi ingin juga tidak. Tapi aku penasaran, apa yang ada di benak mereka ketika mereka pertama kali mengoleskan gincu ke bibir mereka lalu mengatur gaya mereka. Tapi aku juga tidak ingin turun dari mobil tumpanganku, sebutlah metro mini, memang begitu adanya, lalu disebut sebagai pahlawan kost-kostan. Tapi memang aku tertarik setidaknya untuk menghargai mereka bukan penghinaan kepada pekerjaan mereka, setidaknya makan bersama di amperan sembari bercerita sana-sini tentang kota yang menuntut mereka bermain mata.

Sekali lagi, aku juga tak ingin menjadi malaikat yang turun dari bajaj lalu menghukum dengan tidak jelas. Aku hanya ingin mendengar dan belajar dari perspektif pekerja “bebas” seperti mereka. Ah tapi itu masih jauh dari keberanianku, mungkin nanti atau tahun depan. Aku butuh udara segar agar bisa berbicara lebih tidak kaku dengan mereka nantinya.

Oke, cukup sampai di sini dulu, ingat. Pembaca tak perlu ikut berpusing-pusing. Ini pergumulanku yang sekarang belum punya atau tidak punya tempat mencurahkan isi hati daripada dipendam menjadi bisul. Kalau bisa, biarkan ini menjadi rahasia diantara kita. Tidak perlu diumbar, tapi untuk didiskusikan, mari kita diskusikan di wadah ini. Terutama mengapa judulnya begitu sadis, padahal tidak ada yang dibunuh di dalam ceritanya, tampaknya sih begitu, maka perlu kita menyamakan persepsi kita, hehe. Sekian terima kasih.

 

Jakarta, 18 April 2016.

Rico Ricardo Lumban Gaol

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun