Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Haruskah Menulis Itu di Tempat Sepi?

24 September 2021   04:20 Diperbarui: 24 September 2021   14:16 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menulis di Tempat yang Sepi | Sumber: pexels.com/Dziana Hasanbekava

Di lain waktu, saya bereksperimen. Saya menulis di alun-alun kota yang bisingnya tak ketulungan. Suara musik dangdut koplo yang dilantangkan dengan pengeras suara, bunyi-bunyian mangkuk keramik bergambar ayam jago yang dipukul sendok, suara tawa orang-orang yang berkerumun, raungan sirine dari odong-odong, deru mesin-mesin kendaraan yang lalu lalang di jalan, semuanya bercampur seperti gado-gado. Memenuhi pendengaran.

Awalnya eksperimen itu gagal. Tak ada satu pun tulisan dihasilkan. Lebih-lebih ketika seseorang menyapa kemudian mendekat dan membuka obrolan. Saat itu, segalanya menjadi ambyar!

Meski begitu, saya tak menyerah. Saya ulangi lagi eksperimen yang serupa. Tentu, suara-suara itu masih memenuhi pendengaran saya. Susah payah saya berkonsentrasi. Namun, di saat konsentrasi sedang penuh-penuhnya, tiba-tiba seorang kawan menghampiri dan mengajak ngobrol.

Kali ini saya tak mau kalah. Sembari mengobrol, saya terus saja menulis. Dan memang, agaknya saya cukup berhasil. 

Tulisan itu rampung saya garap. Namun, karena obrolan itu, saya akhirnya membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya untuk menyelesaikan satu tulisan.

Saya ulangi lagi eksperimen yang sama. Tetapi, kali ini saya benar-benar tak menggubris obrolan teman yang tak sengaja bertemu di alun-alun. Saya cuwek dan seolah-olah tak menganggap teman saya ada di samping saya.

Lumayan, cukup berhasil. Walau begitu, setelah saya renungi lagi, saya malah merasa bersalah pada teman saya. Saya merasa tak enak hati karena telah menganggapnya seperti patung monumen.

Lain waktu lagi, saya ulangi eksperimen yang sama. Menulis di tengah keramaian alun-alun ditemani obrolan seorang teman. Kali ini lebih baik hasilnya, sebab yang saya tulis adalah obrolan saya dengan teman saya.

Bahkan, pada sebuah perjalanan ke luar kota, di dalam gerbong kereta api saya sibuk menulis. Ternyata berhasil. Karena di dalam kereta tiga orang yang duduk berhadap-hadapan sibuk dengan diri mereka masing-masing. Sehingga, saya tak perlu merasa terganggu dengan keberadaan mereka.

Di atas laju bus antarkota, saya juga pernah melakukan eksperimen. Menulis. Tapi, agaknya saya kurang berhasil. Meski sudah dilakukan beberapa kali, eksperimen ini selalu menuai kegagalan. 

Dugaan saya, karena gerakan bus yang selalu berubah-ubah, saya menjadi kesulitan menggoreskan bolpen di atas kertas. Akibatnya, bentuk huruf menjadi tak terbaca; awut-awutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun