Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bagaimanakah Nilai Rapor Siswa Bila Kolaborasi Sekolah dengan Orangtua Tak Terjaga?

23 Januari 2023   14:46 Diperbarui: 25 Januari 2023   08:12 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua ambil rapor anak (Sumber dari kompas.com)

Bagaimana ya nilai rapor siswa bila kolaborasi sekolah dengan orangtua tak terjaga atau ditiadakan? Katanya orangtua tak perlu dikabari atas sikap dan perilaku anak di sekolah.

Dua orang wali murid di salah satu SMA Negeri berasrama mengadu kepada saya selaku guru anaknya dulu di SMP.

Tanpa sengaja mereka curhat kepada saya bahwa anak mereka telah membuat tugas matematika. Namun, di rapor masih di bawah KKM. Anak mereka satu tinggal di asrama sekolah tersebut bersama guru Matematika ini dan satu lagi anak di luar asrama.

Ternyata nilai anak mereka di bawah KKM. KKM sekolah tersebut 80 sedangkan nilai anak 0,2 lagi baru mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah tersebut, tepatnya 78.

Mirisnya, anak tinggal jauh dari orangtua, tepatnya asrama sekolah. Lebih miris lagi tugas si anak hanya tergeletak di atas meja guru ketika pengambilan rapor.

Mereka sama tinggal di asrama sekolah tersebut bersama guru matematikanya dan suami guru inilah sebagai pembimbing di asrama tersebut.

Setelah dikonfirmasi kepada wali kelas, kata wali murid saya itu bahwa tak ada kesempatan remedial lagi bagi anak. Katanya proses remedial telah habis. Rapor anak sudah permanen diprint dan tak bisa diubah lagi.

Biasanya di sekolah tersebut sangat demokrasi, sebelum rapor anak diprint, sekolah terlebih dahulu melakukan pemanggilan terhadap orangtua. Barulah anak diberi kesempatan untuk remedial. Berdasar anak kandung saya dan anak dari alumni sekolah saya mengajar.

Namun, semester ini sekolah membuat kebijakan baru, rapor diprint secara massal dan permanent. Kebijakan ini tanpa memberitahu pihak asrama apalagi orangtua.

Seharusnya wali anak di asramalah yang mengambil alih peran orangtua dalam menyikapi persoalan anak tersebut. Atau jika berat masalah anak, orangtua diberitahu sekolah melalui rapat komite sekolah, guru wali kelas, atau guru BK.

Ketika orangtua protes saat penerimaan rapor, kata wali atau pengasuh di asrama, pembimbing asrama tak ada urusan dengan sekolah anak. Anak yang harus menyelesaikan sendiri urusannya.

Hal ini bukan hanya menimpa siswa asrama sekolah saja. Tetapi merata untuk semua siswa yang tinggal di luar asrama. Lagi tanpa ada pesan WhatsApp, sms, selebaran, atau apalah kepada orangtua.

Artinya, guru pembimbing asrama, wali kelas, dan guru BK tak berfungsi di sekolah ini. Wali asrama hanya mengawasi anak di asrama. Wali kelas hanya membagikan rapor, dan guru BK?

Sudah benarkah sistem asrama dan sistem pengadaan pendidikan di sekolah ini?

Mari kita rujuk artikel bpmpntb.kemendikbud.go.id dalam rangka "Meningkatkan Kolaborasi Sekolah dan Orang Tua dalam Peningkatan Mutu Pendidikan" di sekolah.

Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah bukan hanya menandai perubahan dalam struktur pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga babak baru dalam tata kelola sektor pendidikan di tanah air agar bermutu.

Sebagai landasaan hukumnya bahwa perlu pelibatan peran masyarakat dalam pendidikan, terdapat dalam pasal 4 poin ke 6 Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional.

Di sana ditegaskan bahwa pendidikan di Indonesia dan daerah diselenggarakan dengan memberdayakan komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Masyarakat dan orangtua menjadi kunci sukses desentralisasi pendidikan karena menjadi komponen penting usaha sekolah untuk meningkatkan mutu (Caldwell, 2005). 

Lebih jauh Caldwell menegaskan tentang dua kiat bisa dilakukan sekolah dalam usaha meningkatkan outcome pendidikan melalui desentralisasi.

Pertama, melakukan capacity building

Peningkatkan kompetensi terhadap semua unsur sekolah, baik guru, staf, maupun kepala sekolah. Tujuannya agar bisa mengimbangi tuntutan orangtua dalam hal pendidikan anak dan menyesuaikan kurikulum sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Kedua, membangun social capital

Cara memberdayakan orangtua dan masyarakat yang berada di lingkungan sekolah. Pemberdayaan masyarakat dan orangtua sebagai social capital, mulai dari yang memiliki peran terbatas pada perencanaan program dan peran yang sangat besar.

Di Indonesia sendiri peran masyarakat dan orangtua digolongkan sebagai moderat karena lebih banyak berfungsi sebagai badan penasehat melalui wakil mereka di Komite Sekolah.

Dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional agar berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut tentunya sekolah harus menyiapkan beberapa faktor penunjang antara lain, faktor guru, baik guru mata pelajaran, wali kelas, dan BK, juga kepemimpinan sekolah dan kurikulum.

Di antara faktor guru ada pula kualitas guru dan kemampuan guru membangun hubungan dengan siswa. Ekspektasi guru terhadap siswa dan pendidikan professional guru juga memberikan efek besar kepada ketuntasan siswa.

Selain faktor guru, peran keluarga sangat berarti dalam pendidikan anak. Orangtua paling besar pengaruhnya, seperti: bagaimana orangtua memberikan semangat, motivasi, dorongan, dan harapan kepada anak, akan berada diurutan paling atas.

Orangtua yang mampu memotivasi anak akan cenderung melahirkan anak yang berprestasi. Nah, anak yang tinggal di asrama tentu berorangtua kepada guru di asramanya.

Terkait tugas-tugas sekolah seperti pengerjaan pekerjaan rumah dan diskusi terkait pelajaran di sekolah yang tak selesai tentu ada batas tolerir guru. Jika batas tolerir telah sampai tentu guru mapel melapor kepada wali kelas. Wali kelas kepada guru BK, guru BK kepada wakil kurikulum dan kepala.

Biasanya sekolah hebat hingga batas BK atau guru Bimbingan Konseling, orangtua sudah dipanggil atau dilaporkan kepada pembimbing asrama. Meski mereka SMA, tentu ada kendala tak membuat tugas. Bisa karena tak mengerti atau soal yang mau dikerjakan tak ada.

Nah, kolaborasi antara guru mapel dengan wali kelas, guru BK, dan orangtua tentu harus berfungsi. Kolaborasi merupakan kerja sama. Kolaborasi memerlukan kepemimpinan dari kepala dan komite sekolah.

Dari segi uang komite di sekolah ini katanya dipungut 140 ribu per anak. Di asrama untuk pembimbingan asrama dipungut 125 ribu per anak. Namun kolaborasi belum berjalan sesuai harapan orangtua. "Mungkin karena kepala sekolahnya baru," kata wali murid tersebut.

Jadi, menilik kasus di atas, kita orangtua hati-hati memilih sekolah anak terutama untuk sekolah anak di SMA. Mengapa? Karena nilai anak di sekolah akan mereka bawa ke Perguruan Tinggi.

SNMPTN misalnya, pada tahun 2023 ini adalah jalur masuk Perguruan Tinggi lewat seleksi rapor. Nilai rapor yang diterima di SNMPTN sangat menentukan untuk bisa diterima di kampus impian. 

Informasi ini tak terbatas untuk anak kelas 12 saja. Info ini untuk semua termasuk bagi anak yang masih duduk di kelas 10 sampai kelas 11 SMA/SMK sederajat. 

Ketika anak berniat mengikuti SNMPTN, tak ada cara lain yang bisa anak usahakan, selain harus mengandalkan nilai rapor yang baik dan mengikuti keputusan dari pihak otoritas yang menyelenggarakannya.

Nah, agar lulus SNMPTN anak harus mempersiapkan hal seperti berikut:

  • Nilai rapor anak selama ini harus masuk dalam kategori nilai rapor SNMPTN.
  • Indeks atau akreditasi sekolah harus sesuai kategori akreditasi SNMPTN.
  • Strategi anak dalam memilih PTN dan jurusan apa yang dipunyai anak.

Perlu diketahui anak dan orangtua bahwa syarat lulus SNMPTN dilihat dari capaian anak selama di sekolah, dengan beberapa poin yang sesuai standard Perguruan Tinggi,  antara lain:

  • Nilai rapor: meliputi besar nilai, konsistensi nilai, rata-rata nilai, dan nilai mapel tertentu yang ditentukan PTN
  • Prestasi siswa: bisa prestasi tingkat internasional, nasional, propinsi, hingga kabupaten/kota yang diraih anak.

Adapun syarat lulus SNMPTN dilihat dari indeks nilai sekolah di suatu PTN berdasar hal tertentu. Indeks ini akan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lain. Misalnya di PTN A bisa berbeda dengan indeks sekolahnitu di PTN B.

Beberapa poin berikut dapat menjadi acuan dan penilaian untuk kategori lulus SNMPTN:

  1. Akreditasi sekolah:  Misal, A, B, C, atau Tanpa akreditasi
  2. Jenis kelas anak:  Apakah anak Kelas Akselerasi atau Kelas reguler
  3. IPK dan prestasi alumni yang kuliah di PTN yang dituju anak juga prioritas pertimbangan PTN
  4. Nilai UTBK alumni tahun sebelumnya di PTN juga menentukan
  5. Banyaknya alumni SMA yang diterima di SNMPTN tahun-tahun sebelumnya di PTN tersebut juga dipatok untuk penerimaan
  6. Track record antara sekolah dan PTN pun masuk kategori pertimbangan
  7. Apalagi prestasi sekolah dalam perlombaan tingkat daerah/nasional/internasional juga menjadi pertimbangan PTN.

Selain rapor dan indeks sekolah, cara lulus SNMPTN bisa pula berkaitan dengan kebijakan PTN yaitu memberikan kuota/jatah kepada daerah yang kelak setelah lulus anaknya mengabdi dan bisa diharapkan memajukan dan berkontribusi untuk daerah asal anak.

Misalnya siswa di daerah terpencil yang ada di Indonesia. Mereka mendapat "jatah" daerah, walaupun nilai rapor dan indeks sekolah mereka relatif tidak sebaik sekolah anak para pesaing peserta SNMPTN lain.

SNMPTN, nilai rapor, dan kolaborasi sekolah dengan orangtua perlu menjadi pertimbangan kita dalam memilih sekolah anak di SMA. Sekolah melalui kepala sekolah perlu memeriksa: Program Kerja Wali kelas, Program Kerja Guru Mata Pelajaran, dan Program Kerja Guru Bimbingan Konseling.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun