Mohon tunggu...
Ria Mi
Ria Mi Mohon Tunggu... Guru - Menulis memotivasi diri

Guru

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pesan Terakhir

24 Februari 2020   16:57 Diperbarui: 24 Februari 2020   17:05 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pesan Terakhir

Hujan masih menderu dengan anginnya yang memporak porandakan pohon-pohon di samping rumah kita
Kau tampak tenang dalam kata
Tidak tampak kau akan pergi jauh atau apa

Seperti biasa kau menghitung salahmu
Ketika seharian menemani tawaku
Aku tak pernah menitikkan air mata dalam dekap jarimu

Sore itu kau sampaikan padaku
Bahwa bunga di taman itu suatu hari akan layu
Tak seindah melati yang mekar berderet di sela embun sisa hujan

Malam itu kita masih bertukar sehelai rambut
Dalam kecup gigil yang kian merapat

Apa yang harus kukatakan
Ketika melati yang layu itu adalah kau
Putih beku di balut pilu
Pesanmu terbungkus dalam desah napasmu yang terakhir
Mengiringi pagi pilu
Karena dalam telapakmu yang dingin tak lagi kutemukan tawamu malam itu
Denyutnya telah mengikuti sang waktu
Dan meninggalkan bayang yang selalu mengikuti kedip mataku

Bukit Nuris, 2020
~ Riami ~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun