Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saya dan Adinda Setahun yang Lalu

17 Juni 2017   23:31 Diperbarui: 17 Juni 2017   23:35 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini tepat satu tahun yang lalu aku kembali mengenangmu Adinda.

Di suatu siang, seorang teman lama alias mantan mengirimkan pesan ketika tahun lalu melalui sosial media saya membuat kabar berita telah menginjak kaki ibukota Jakarta. ”Mas apa kabar? Semoga Mas baik dan sehat ya. Mas kitatu sudah lama sekali enggak ketemu, aku kok punya perasaan kalau Mas seperti menghindar kalau diajak bertemu.”

Saya sebagai lakik yang masih normal dan mengingat ketika itu masih jomblo seperti mendapat durian runtuh. Yah daripada sebulan di Jakarta hanya dihabiskan untuk kepentingan pekerjaan apa salahnya menghabiskan waktu istirahat dengan wanita itu. Adinda namanya, seorang wanita cantik berkulit hitam manis yang sempat dekat denganku saat kuliah di sala satu kampus negeri di Jawa Tengah. Hobi naik gunung menjadi momen indah kebersamaan kita.

Ah, momen yang tak bisa saya lewatkan mungkin saja bisa CLBK alias cinta lama bersemi kembali. Saya bertanya, kamu lagi ada di mana? Ia menjawab, aku lagi di sini. 

Saya lalu berpikir keras, di sini itu di mana ya? Kan bisa saja ada di dalam mobil, di atas pohon, lagi makan sama klien, lagi ngegym, lagi rapat.

Peristiwa yang berkali-kali terjadi, tak hanya itu. Tidak memberi jawaban atas beberapa pertanyaan, atau tidak melanjutkan percakapan dan menghilang begitu saja, juga sudah berjuta kali terjadi. Kalaupun ada jawaban, jawabannya pendek atau jawaban itu baru saya terima enam jam atau bisa jadi keesokan harinya.


Hal ini terjadi terus sampai seminggu  lalu percakapan kami menjadi normal. Mungkin dia butuh persiapan untuk memulai hubungan kembali dengan saya, begitulah suara hati nurani saya atau setidaknya keyakinan saya setahun yang lalu. 

Minggu ketiga kami menghabiskan waktu bersama berputar keliling ibu kota, saya cukup senang walau kaget juga Adinda sekarang terasa jauh lebih bercita rasa Jakarta. Adinda dulu yang saya ingat ketika pernah menghabiskan waktu bersama sebagai sepasang mahasiswa-mahasiswi di Jawa Tengah adalah sosok wanita polos dari pinggiran desa di pinggiran kota Surakarta. Dulu dia sangat anti yang namanya menghabiskan waktu di mall cafe dan pusat perbelanjaan, dia malah selalu menganjak berpetualang meyusuri pantai dan menjelajah gunung di seluruh pulau Jawa. 

Adinda dulu memang lain dengan Adinda yang sekarang,  Kulit hitam manis yang dulu kukagumi sekarang berubah menjadi putih mulus bak titisan dewi-dewi pada mitos cina dan jepang yang pernah kupelajari di kampus dulu. Badanya yang berisi seperti umumnya wanita penyuka tantangan dan olahraga sekarang menjadi kurus dan sedikit pucat kurasa. Meskipun sekarang dia menjadi lebih tinggi seperti artis-artis penyanyi wanita di televisi.

Akhirnya tibalah minggu keempat saya di Jakarta dan hanya 7 hari  lagi saya harus angkat kaki dari Ibukota. Setelah tiba di rumah makan dan setelah mengenyangkan perut dengan makan ayam yang enaknya setengah mati, saya kembali ke luar parkiran mencari mobil dinda. Di dalam mobil adinda menjelaskan kepada saya untuk mengantarnya ke apartemen yang namanya Bunga untuk ambil barangnya yang ketinggalan lalu akan mengantarkan saya kembali ke hotel. Saya menjawab lantang. ”Baik, Dik.”  

Lalu dia tersenyum sambil mengeluarkan suaranya yang khas "Makasih ya Mas, kamu emang baik deh, sepertinya kamu itu masih  sosok yang sama seperti dulu"

Diam-diam hati saya pun berbunga-bunga, rencananya setelah tiba di apartemenya saya mau mengajaknya kembali melanjutkan cerita kita bedua yang sempat terputus dulu.

Dari kaca spion saya lihat dia duduk tenang karena ia tampak begitu yakin saya tahu di mana lokasi tempat tinggal itu.

Setelah berjalan sekitar lima belas menit berbekal layar GPS di atas setir mobil,  ekspresi dia pun berubah cemberut lalu saya merasa bersalah telah mengarahkan mobilnya ke arah yang keliru. 

Dan dia langsung mengingatkan saya, kalau apartemen dia itu harus melalui jalan di depan Gedung parlemen. 

Saya menjawab. ”Ohh…saya pikir yang di belakang Plasa Bunga.”

Dia pun menjawabdengan setengah menggoda. "Huuuu dasar wong deso, mesti Mas salah kan waktu ngetik tulisan Bunga di hape. GPSnya gak salah tapi Masnya yang kudet. makanya hape tiap tahun ganti dong kayak akyuu"

Saya pun hanya bisa tertawa kecil sambil haha hihi

Maka dengan penjelasannya itu, saya tak pernah naik pitam. Saya tahu kalau membuat perjanjian dengannya, saya tak perlu harus disiplin, tak perlu harus kaku. Dan dengannya, saya menikmati untuk pertama kalinya menjadi tidak kaku dan tidak disiplin.

Karena saya mengetahui kebiasaan teman karib itu, saya bisa memilih strategi yang tepat. 

Adinda, teman saya meyakini bahwa saya menghindar untuk diajak bertemu, teman saya yang mesra itu meyakini bahwa saya tahu arti kata di sini tanpa harus memberi penjelasan, terlebih dia itu meyakini bahwa saya bisa mengantar dia tepat ke alamat yang diinginkan.

Akhirnya sampai juga kami berdua di apartemen bunga tempat tinggal Adinda.

Masih kuingat alamatnya sampai sekarang Lantai 11 lalu mengambil 10 langkah tepat sebelah kiri dari pintu lift. Saya pun segera mempersiapkan mental dan juga sebuah kalung di kantung pakaian untuk menyatakan cinta kembali padanya.

Apa yang terjadi 10 menit kemudian menghancurkan semua harapan saya.

Ternyata Adinda tidak langsung membuka pintunya melainkan mengetuk pintu terlebih dahulu.

Yang membukanya adalah seorang pria muda yang nampak cantik untuk ukuran pria.

Sudah bisa diduga jawaban Dinda kepada saya.

"Oh ya Mas. Kenalin ini Ana pacar aku. Kita udah tinggal bersama setahun ini" sambil menyeret tangan sosok didepanku untuk berjabat tangan denganku.

Saya pun schok dalam hati mengetahui bahwa Adinda sekarang menjadi seorang lesbian alias pecinta sesama jenis. Namun sebagai laki dewasa saya sudah belajar menyembunyikan ekspresi dari orang lain. 

Saya pun dengan normal bisa membalas jabat tangan Ana seorang wanita yang awalnya saya kira seorang pria.

3 jam kami habiskan bertiga untuk saling bercerita tentu saja saya pun membatalkan niat dan tindakan untuk kembali menyatakan cinta kepada Adinda.

Singkat kata Dinda bercerita bahwa keputusanya menjalin kasih dengan Ana karena setelah dia ditinggalkan mantan prianya yang terakhir. Pria yang telah merenggut segalanya dari Ana tepat 2 tahun setelah dia memulai karir di Jakarta. Sejak saat itu dia menutup diri dari pria dan memilih berkencan dengan wanita.

Dia berani terus terang kepada saya karena sudah menganggap saya seperti kakak kandungnya mengingat kedekatan saya dengan dia ketika masih di kampus dulu.

Akhirnya 7 hari terakhir saya di Jakarta dihabiskan dengan waktu bertiga bersama Ana dan Adinda sampai kepulangan saya kembali ke Jawa Tengah. 

Yah waktu itu saya merasakan menyesal juga, kalau saja ketika lulus saya tidak memutus hubungan denganya mungkin adinda yang dulu masih ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun