Mohon tunggu...
Reyne Raea
Reyne Raea Mohon Tunggu... Blogger Baubau / Buton

Blogger at reyneraea.com | parentingbyrey.com | e-book Diary Parenting Single Fighter Mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petualangan Seru Penuh Tantangan

27 Oktober 2018   14:47 Diperbarui: 7 November 2018   15:20 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menarik napas perlahan, sambil terus menunjukan wajah yang tenang, berusaha menyembunyikan rasa panik yang mulai menggerogoti hati.


Waktu mulai menunjukan pukul 17.45, aku terus memastikan agar semua penumpang merasa nyaman, meskipun mulai sedikit khawatir karena Fred, si kakek turis yang sebelumnya pamik hendak BAB, belum juga balik, padahal waktu sudah berlalu 15 menit sejak kepergiaannya.


Dalam kebingungan, tiba-tiba aku mendengar suara peluit dari sisi hutan yang gelap, seketika aku teringat kakek Fred.


Beruntung, Lukman mengerti kegusaranku, dengan penuh percaya diri dia menawarkan diri untuk membantu mencari kakek Fred di arah suara peluit tersebut. Dengan sedikit rayuan, Kevin akhirnya mau melepaskan tangan ayahnya agar bisa membantu kakek Fred.


Awalnya pak Her ingin ikut menemani, namun mengingat kondisinya, aku terpaksa melarangnya dan meminta beliau tetap di mini bus menemani yang lain.


Akupun mengikuti Lukman, dengan berbekal cahaya senter dari ponsel miliknya, kami melangkah bergegas menuju suara peluit yang terus ditiup tersebut.
Baru saja kami hendak berangkat, tibalah sang penjaga hutan, dan dengan sigap dia mengikuti kami menuju letak suara tersebut.


Tidak menunggu waktu lama, kami sampai di lokasi si peniup peluit. Tepat seperti dugaan kami, ternyata si peniup peluit tersebut adalah kakek Fred sedang terduduk di tanah yang basah, dia terjatuh hingga kakinya sedikit terkilir karena keadaan yang sangat gelap dan tidak bisa melihat dengan jelas jalanan pulang yang ditempuhnya.


Dengan dibantu penerangan dari Lukman, aku bergegas mengambil obat-obatan dari tas kakek Fred, lalu membalut area kakinya yang terkilir dengan perban, serta memberikannya obat pereda nyeri untuk mengurangi nyeri yang ada, agar kami bisa segera kembali ke lokasi minibus.


Setelahnya, dengan dibantu papahan Lukman dan penjaga hutan, kakek Fred akhirnya bisa berjalan meski harus tertatih-tatih. Aku memandu mereka dari depan sambil memegang tas kakek Fred dan menerangi jalan dengan sinar dari senter ponsel Lukman.


Tiba di lokasi minibus aku langsung memutuskan agar kakek Fred adalah orang pertama yang harus dibawa menuju rumah penjaga hutan karena kondisinya kakinya harus diperiksa dan istrahatkan lagi.


Waktu menunjukan pukul 18.00, selepas kakek Fred di bawah penjaga hutan dengan motornya, aku kembali memastikan semua orang tetap tenang dan nyaman. 15 menit kemudian, hari sudah benar-benar gelap, suara binatang malam di hutan sudah mulai memperdengarkan suaranya.


Demi keamanan bersama, aku memutuskan agar semuanya masuk ke minibus, menunggu jemputan dengan tenang di dalam. Tak lupa aku menawarkan 2 kotak makanan sisa konsumsi siang tadi, namun semua menolak kecuali pak Her dan Lukman yang mungkin kecapekan setelah memapah kakek Fred sebelumnya.


Sedang Anggi dan Kanaya memilih mengemil cokelat yang di bawah Anggi, dan Prita dan Kevin puas dengan mengemil snack kesukaan Kevin.
Syukurlah, kegiatan makan dan ngemil tersebut sedikit melumerkan ketegangan yang ada, meskipun hanya ditemani penerangan yang seadanya dari ponsel Lukman.


Pukul 18.40, akhirnya penjaga hutan datang lagi menjemput salah satu dari kami, penjaga hutan tersebut memohon maaf sedikit lama menjemput kedua kalinya, karena dia harus memastikan kakek Fred nyaman di rumah penjaga terlebih dahulu.
Dan kali ini Anggi segera bersiap untuk di bawa oleh sang penjaga hutan, dia sangat setuju dengan ide tersebut karena selain bisa mengistrahatkan kakinya yang juga terkilir, dia juga bisa memperpanjang waktu untuk merekam keadaan hutan yang gelap di malam hari dengan kamera mirrorless-nya.


Selepas Anggi pergi bersama penjaga hutan, aku segera pindah duduk di sebelah Kanaya yang begitu ketakutan dengan keadaan yang semakin gelap dan mencekam. Demi meredam rasa takutnya, aku mencoba mengajaknya ngobrol tentang hal-hal yang disukainya sehingga untuk sementara dia melupakan ketegangan yang ada.


Di kursi bagian depan kami, tampak Kevin juga mulai gelisah ketakutan meski kedua orang tuanya mengapitnya sambil memegang erat tangannya. Napasnya mulai tersengal, sehingga Lukman segera mengambil obat asma untuk Kevin. 

Beruntung, setelahnya keadaan Kevin mulai tenang dan membaik. Aku juga berusaha mengajaknya berbicara hal-hal yang menyenangkan agar Kevin bisa lebih tenang dan Asmanya tidak kambuh lagi.


Sambil menanti si penjaga hutan datang kembali menjemput kami, aku mengajak semuanya berembug lagi, siapa berikutnya yang bakal ikut penjaga hutan ke rumahnya.
Dan akhirnya aku memutuskan Kanaya yang bakal ikut berikutnya, karena temannya, Anggi sudah memutuskan ikut penjaga hutan terlebih dahulu.


30 menit kemudian tepat pukul 19.10, si penjaga hutan datang lagi, dan dengan sedikit gemetar, Kanaya akhirnya pasrah mengikuti si penjaga hutan.


Selepas Kanaya pergi, keadaan jadi semakin mencekam, kami hanya tinggal berlima di dalam minibus. Malam semakin pekat, lolongan hewan malam khas hutan mulai saling bersahutan.


Hal tersebut membuat Kevin kembali panik, beruntung kami bisa menenangkannya, hingga asmanya tidak kembali kambuh.


Nyamuk-nyamuk mulai terasa sangat mengganggu, Lukman dengan sigap menawari kami semua obat anti nyamuk yang di bawanya. Hal tersebut lumayan membuat kami sedikit aman dari gigitan nyamuk hutan yang ganas.


Pukul 19.40, si penjaga hutan kembali tiba di lokasi kami, kali ini aku yang akan mengikutinya untuk kembali ke rumahnya.
Awalnya pak Her menawarkan diri agar dia saja yang mengikuti penjaga tersebut, namun aku tolak mengingat keadaan pak Her yang sakit jantung dan bisa sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, dengan pak Her bisa kembali ke kota tempat penginapan, keesokan harinya dia bisa balik ke lokasi minibusnya dan membawa peralatan atau bahkan teman lainnya yang mengerti tentang kerusakan minibusnya agar segera diperbaiki.
Aku akhirnya meminta si penjaga hutan untuk sejenak menanti kedatangan mobil yang bakal menjemput Lukman, Prita, Kevin dan pak Her kembali ke penginapan.
Aku memutuskan demikian, karena Lukman sekeluarga harus naik pesawat keesokan paginya untuk mengikuti acara Kompasianival 2018.


5 menit kemudian, akhirnya mobil yang ditunggu datang juga.
Serempak keempatnya berpindah ke mobil jemputan tersebut, aku mengantarkan mereka dengan sejuta maaf karena insiden tersebut. Syukurlah Lukman, Prita dan Kevin tidak mempermasalahkan hal tersebut, mereka malah menganggap hal tersebut sebagai pengalaman paling mengesankan yang mereka alami selama berlibur. Dan sebelum pergi, Lukman bahkan memberikan kami obat anti nyamuk yang di bawanya untuk bisa kami gunakan mengusir nyamuk hutan di rumah si penjaga hutan.


Setelah memeriksa semuanya dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal di minibus, kamipun segera berpisah. Aku mengikuti penjaga hutan dalam boncengan motornya menuju rumahnya di pintu hutan konservasi.
Hanya 15 menit, dengan lihai si penjaga hutan yang sudah terbiasa akan medan di daerah tersebut, akhirnya kami sampai juga di rumahnya.


Aku begitu gembira mendapati Kakek Fred sedang bersantai sambil menyeruput segelas kopi panas dan bercakap-cakap gembira dengan Kanaya.
Hilang sudah kepanikan di wajah Kanaya yang begitu penakut akan suasana hutan. Sedang  Anggi begitu antusias merekam semua percakapan Kanaya dengan kakek Fred.


Malam itu kami beristrahat dengan tenang, obat anti nyamuk pemberian Lukman benar-benar sangat membantu kami dari serbuan nyamuk hutan yang ganas.
Keesokan paginya, kami dijemput oleh rekan yang menjemput semalam. Keadaan kaki kakek Fred sudah lebih membaik, begitu juga dengan kaki Anggi.


Semua gembira menaiki mobil jemputan untuk kembali di kota, di tengah perjalanan tampak pak Her sedang sibuk memperbaiki minibus-nya bersama seorang temannya.
Aku mampir sejenak untuk memastikan beliau baik-baik saja. Setelahnya kami akhirnya langsung bertolak ke penginapan dengan gembira.


Sesampainya di penginapan, aku mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya karena hal yang di luar kendali tersebut.
Di luar dugaan, mereka semua malah berterimakasih atas semua perjalanan seru tersebut, meskipun sempat panik, tapi ternyata mereka sangat menikmatinya.


Syukurlah.
Begitulah, aku akhirnya mendapat pujian lengkap dengan bonus dari atasan atas semua kepuasan pelanggan, meski harus mengalami sedikit kendala.
Bersyukur, bisa menjadi generasi yang penuh solutif ditengah kondisi yang memutuskan harus berpikir dengan cepat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun