Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pengalaman Hampir Tertipu Investasi Bodong dan Pentingnya Cross Check Sebelum Berinvestasi

22 Januari 2020   22:37 Diperbarui: 23 Januari 2020   09:18 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Investasi Bodong (Sumber Foto: Istimewa)

Keberuntungan tidak selalu identik dengan terwujud nya keinginan. Kadangkala keinginan yang tidak terwujud bisa jadi merupakan suatu keberuntungan dalam wujud yang berbeda

Sebagai seorang yang pernah menjadi calon member dan hampir ketipu, menjadi korban atas penipuan investasi bodong sudah pasti merupakan pukulan telak dan kenyataan pahit yang tidak mudah untuk diterima.

Hal itu yang kemungkinan tengah di alami oleh para member MeMiles saat ini.

MeMiles memang bukan satu-satunya kasus penipuan baru yang berkedok investasi. MeMiles hanyalah bagian kecil dari banyaknya kasus investasi bodong yang berhasil terungkap dalam lima tahun terakhir.

Masih ingat dengan kasus Investasi bodong Pandawa Group pada tahun 2016 silam?

Kalau saya masih ingat betul, karena memang ada yang menawari bergabung untuk menjadi member Pandawa Group. Untung saja, pada waktu itu saya berhasil lolos dari tipu daya investasi bodong tersebut.

Pandawa Group sendiri didirikan oleh Salman Nuryanto pada tahun 2015 dengan menggunakan kedok Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Spanduk Pandawa Group (Sumber : https://m.detik.com)
Spanduk Pandawa Group (Sumber : https://m.detik.com)
Awalnya Nuryanto hanya berprofesi sebagai pedagang bubur ayam. Sebelum mendirikan koperasi, ia mengaku sering meminjam modal ke koperasi. Ia akhirnya memutuskan untuk mendirikan koperasi sendiri dengan modal awal Rp 10 juta, dan kemudian mulai memberikan pinjaman kepada para pedagang. 

Nuryanto memberikan imbal hasil atau keuntungan kepada mereka yang menanamkan uang nya sebesar 10% per bulan. 

Dengan hasil keuntungan yang ditawarkan sebesar itu, tentu saja banyak masyarakat yang mulai tergiur dan tertarik untuk menitipkan uangnya kepada Nuryanto.

Cukup hanya dengan menanam modal awal sebesar Rp 1 Juta, maka otomatis setiap para member akan mendapatkan profit sebesar 10% (Rp 100.000) setiap bulan nya. Hanya tinggal duduk manis, tanpa harus bekerja keras dan bersusah payah.

Tidak hanya itu, para member juga di iming-imingi dan dijanjikan hadiah berupa mobil mewah sekelas Pajero Sport atau Fortuner dan beragam bonus lainnya bilamana mampu mencapai posisi tertentu, atau sudah menjadi Leader dengan cara merekrut member baru sebanyak-banyaknya.

Namun yang menjadi miris dari kasus ini adalah, dalam menjalankan bisnis investasinya, Nuryanto dengan cerdik menyisipkan nuansa keagamaan sebagai tambahan pemikat daya tarik untuk menjerat calon membernya.

Tak heran bila ia mendapat julukan "Abuya Nuryanto" dari para membernya, yang dalam beberapa kesempatan sering terlihat mengenakan gamis, lengkap dengan sorban yang melilit di kepalanya. Layaknya seperti seorang Kiyai atau Ulama sungguhan.

Salman Nuryanto (Sumber : https://m.kaskus.co.id)
Salman Nuryanto (Sumber : https://m.kaskus.co.id)
Padahal menurut Wikipedia sendiri, Abuya/Buya adalah sebutan untuk seorang Kiyai di tanah Minang, dan gelar ini hanya pantas diberikan kepada orang yang alim atau ahli dalam ilmu agama. 

Di samping itu, seorang Buya sama halnya dengan Kiyai di tanah Jawa dan juga merupakan tokoh teladan yang tindak tanduk dan perilakunya menjadi contoh bagi masyarakat awam.

Sebuah gelar yang sama sekali tidak pantas disematkan pada sosok Salman Nuryanto yang hanya merupakan lulusan SD.

Tapi apa boleh dikata, strategi yang ia gunakan dengan cara menggunakan atribut agama itu pun, rupanya berhasil menyedot dan mendistraksi akal sehat para membernya untuk bergabung dengan bisnis investasinya.

Sesuai dengan Tagline yang ia dengungkan, "Hidup ini Indah bila Bersilaturahmi dan Bersedekah".

Tagline itu pula yang kemudian digunakan oleh temannya sodara saya, sebagai alat untuk membujuk rayu dan mengajak saya bergabung pada bisnis investasinya.

Sebenarnya dari awal ajakannya itu, saya pun cukup ragu dan menaruh curiga, karena sistem investasinya memang terkesan ambigu dan tidak jelas.

Tidak banyak yang dijelaskan oleh teman sodara saya itu tentang bagaimana sistem dan mekanisme bisnis investasinya bekerja.

Ia hanya membeberkan keuntungan dan profitnya yang selangit, lalu kemudian mengajak saya bergabung dengan cara cukup sering Bersilaturahmi dan menyetor uang senilai Satu Juta Rupiah tanpa harus banyak bertanya!

Hari-hari berlalu, bulan silih berganti, sudah berusaha cari pinjaman sana-sini, namun entah kenapa saya sepertinya kesulitan dan tidak kunjung mendapatkan modal yang hanya Satu Juta Rupiah tersebut. 

Padahal batin ini cukup bergejolak, tidak sabar untuk cepat-cepat bergabung menjadi member, tiap kali sodara saya menunjukan bukti penghasilan profit yang cukup menjanjikan yang selalu ia terima tiap bulan pada rekening banknya.

Sampai pada titik itu, saya hanya bisa pasrah dan gigit jari, mungkin jalan menjadi seorang investor belum berpihak pada diri saya waktu itu.

Namun selang beberapa bulan kemudian, tepat nya pada tanggal 11 November 2016, tiba-tiba muncul pemberitaan di televisi yang cukup mengejutkan. Bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satgas Waspada Investasi telah resmi menghentikan seluruh kegiatan penghimpunan dana oleh Salman Nuryanto dan Pandawa Group karena berpotensi merugikan masyarakat dan telah melanggar undang-undang perbankan. 

Woww tak menyangka!

Hingga akhirnya pada Februari 2017, Salman Nuryanto dan para pengurus Pandawa Group di tangkap oleh Polda Metro Jaya dan para pelaku dinyatakan tersangka dengan pasal berlapis, karena diduga telah melakukan penipuan, penggelapan, perbankan dan tindak pidana pencucian uang, setelah sebelumnya ia menghilang selama satu bulan dan sempat menjadi buronan karena lalai memberikan keuntungan kepada para membernya.

Mendengar kabar itu, sontak membuat bulu kuduk ini merinding. Apa jadinya jika seandainya dulu saya jadi ikut bergabung menjadi member Pandawa Group tersebut ? Mungkin nasib saya akan berakhir naas sama seperti para member yang lain, termasuk sodara saya.

Pasalnya ada juga yang sampai nekat mati-matian menggadaikan kendaraan pribadi nya, hingga menggadaikan sertifikat rumahnya demi modal investasinya itu.

Makanya tak heran, setelah diketahui bahwa ternyata Pandawa Group ini tak memiliki izin alias bodong, langsung tersiar kabar, ada beberapa member yang sampai stress dan bahkan nekat melakukan bunuh diri karena terjerat hutang dan mengalami kerugian finansial yang sangat parah.

Lewat pengalaman itu akhirnya membuat saya tak henti-hentinya memanjatkan rasa syukur, karena ternyata tidak mendapatkan modal Rp 1 Juta pada waktu itu adalah benar-benar sebuah keberuntungan.

Akhirnya munculah satu kesadaran baru bahwa, "Keberuntungan tidak selalu identik dengan terwujud nya keinginan. Kadangkala keinginan yang tidak terwujud bisa jadi merupakan suatu keberuntungan dalam wujud yang berbeda."

Selain itu ada pula pelajaran lain yang bisa kita petik dari pengalaman menegangkan ini, bahwa penting sekali untuk melakukan cross check sebelum kita berinvestasi.

Cukup ingat 2 L (Legal & Logis). Legal berarti perusahaan tersebut sudah memiliki izin dari OJK, dan logis berarti sistem investasi nya jelas dan masuk akal.

Karena sekarang investasi bodong itu sebenar nya mudah sekali dikenali. Biasanya, investasi-investasi bodong menawarkan imbal hasil yang tinggi, namun dengan tingkat risiko yang rendah. 

Apabila kita ditawari produk investasi seperti itu, maka sebaiknya kita mencari produk investasi lain, sebelum akhirnya menyesal di kemudian hari.

Namun ironis nya, ternyata yang menjadi korban investasi-investasi bodong tersebut bukan saja menjerat masyarakat yang memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah, fakta nya ada juga mereka yang sebenarnya memiliki pendidikan dan tingkat literasi keuangan yang tinggi, namun masih saja tergoda pada bisnis-bisnis semacam itu.

Selain menambah wawasan literasi keuangan, kita juga perlu terus mengembangkan diri dan mengubah mindset bahwa tidak ada satupun keberhasilan di dunia ini yang bisa didapatkan secara instan.

Kalau pola pikir kita masih saja menginginkan hasil yang instan, kekayaan yang instan, tentu saja kita akan mudah tergoda dan tertipu.

Akal sehat juga seringkali sangat diperlukan untuk menangkal penipuan-penipuan semacam itu, apalagi jika mereka menggunakan label syariah dan menggunakan atribut agama sebagai alat untuk memuluskan tipu dayanya.

Selamat menggunakan akal sehat, dan semoga bermanfaat.

Referensi : [ 1 ] ; [ 2 ] ; [ 3 ] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun