Mohon tunggu...
Kebijakan

Manfaat Dana Desa dalam Meningkatkan Kesehatan

2 November 2018   21:28 Diperbarui: 2 November 2018   21:48 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembangunan kesehatan pada periode 2015- 2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan merupakan bagian dari potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan yang menjadi input dalam menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan. Untuk memaksimalkan potensi dan memecahkan permasalahan dalam pelaksanakan pembangunan kesehatan nasional melalui pemberdayaan masyarakat, maka perlu dipahami lingkungan strategis nasional seperti pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Desa akan mendapatkan kucuran dana bersumber APBN rata-rata Rp1 Miliar per desa setiap tahunnya. Kucuran dana sebesar ini akan sangat besar artinya bagi pemberdayaan masyarakat desa. Alokasi dana desa merupakan bagian dari keuangan desa yang diperoleh dari bagi hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten untuk desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen).

Seluruh kegiatan yang berasal dari anggaran alokasi dana desa direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh masyarakat desa.  Pengelolaan alokasi dana desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Perlu diketahui bahwa alokasi dana desa bukan merupakan bantuan melainkan dana bagi hasil atau perimbangan antara pemerintah kabupaten/kota dengan desa sebagai wujud dari pemenuhan hak desa untuk penyelenggaran otonomi desa.

Ada tiga prinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan di tingkat desa. Pertama prinsip transparansi atau keterbukaan. Transparansi di sini memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat banyak.

Kedua, prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.

Ketiga, prinsip value for money. Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektif. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat tersebut dapat menghasilkan ouput yang maksimal (berdaya guna). Efektifitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik.  Faktor yang mendukung pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu adanya peraturan yang jelas sehingga para tim pelaksana tidak kebingungan dalam mengelola anggaran ADD dan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam proses pelaksanaan. Pengelolaan ADD sendiri melalui tiga tahapan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Mekanisme keterkaitan tiga tahap tersebut tidak dapat terpisah antara satu dengan laiananya. Hal ini dikarenakan pengelolaan ADD diharapkan dapat mewujudkan cita-cita good governance pada level pemerintahan paling bawah yaitu desa. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan ADD adalah penerapan akuntabilitas yang dilakukan oleh penguasa pada tingkat desa. Tahap perencanaan ditandai dengan adanya Musyawarah Desa (MusDes) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, BPD, serta dengan komponen masyarakat. Seluruh peserta dalam MusDes berhak untuk usul dan mengajukan kritik serta saran terhadap rencana sasaran ADD maupun APBDes. Kondisi ini sesuai dengan prinsip partisipasi masyarakat sesuai dengan cita-cita good governance. Selain MusDes, juga terdapat Pra-MusDes yang menjadi proses awal sebelum MusDes dilakukan. Pra-MusDes sebenarnya sama dengan MusDes. Perbedaannya hanya pada waktu, yaitu Pra-MusDes dilakukan lebih awal sebelum MusDes. Hal ini dilakukan agar Pemerintahan Desa sudah siap dengan programprogram yang akan mereka sampaikan kepada masyarakat.

Tahap kedua dalam pengelolaan ADD adalah tahap pelaksanaan atau implementasi. Sesuai dengan siklus anggaran daerah menurut Spicer dan Bingham (dalam Mardiasmo, 2004:108-110) yaitu planning and preparation, approval/ratification, budget Implementation, dan reporting and evaluation. Artinya bahwa setiap siklus dalam kebijakan melalui tahapan-tahapan tersebut. Hal ini merupakan bukti bahwa untuk melahirkan sebuah kebijakan pemerintah tidak sembarangan dan sesuai dengan aturan yang sudah berlaku mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban termasuk dalam pengelolaan keuangan ADD. Prinsip akuntabilits pertama terkait dengan komitmen dari pimpinan dan seluruh staf. Komitmen terkait dengan bagaimana kesungguhan dari pemerintah desa untuk melaksanakan ADD secara baik dan konsisten sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dalam MusDes.

Sedangkan faktor penghambatnya yaitu sosialisasi yang kurang mendalam kepada masyarakat sehingga tidak semua masyarakat tahu tentang program ADD yang kemudian menyebabkan rendahnya pengawasan masyarakat pada kegiatan ADD dan dominasi pemerintah kecamatan terhadap penyusunan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) ADD menyebabkan kurangnya kemandirian desa. Evaluasi pelaksanaan program ADD tersebut juga membimbing masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan dan koreksi pelaksanaan ADD. Dalam hal ini pemerintah desa juga harus merespon koreksi masyarakat dalam forum tersebut sehingga tercipta kesempurnaan pelaksanaan ADD. Di samping itu forum evaluasi tersebut juga telah menerapkan prinsip-prinsip transparansi dalam  pertanggungjawaban ADD secara periodik.

Tenaga Kesehatan masyarakat merupakan tenaga kesehatan yang berperan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan. Hal ini didasarkan atas kewajiban utama tenaga kesehatan masyarakat bersama dengan tenaga kesehatan lainnya adalah untuk mengupayakan masyarakat agar hidup sehat dan sejahtera baik dari segi fisik, mental, sosial dan ekonomi.

''Tenaga kesehatan masyarakat harus mampu menjadi motor penggerak dan prime mover atau bahkan agent of change pembangunan kesehatan masyarakat yang sedang kita lakukan saat ini'', pesan Menteri Kesehatan, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M. Kes pada sesi pembukaan kegiatan Forum Ilmiah Tahunan ke-3 Musyawarah Kerja Nasional (FIT III Mukernas) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) di salah satu hotel di kawasan Mantos, Manado, Kamis pagi (18/9).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun