Mohon tunggu...
Retno Larasati
Retno Larasati Mohon Tunggu... Lainnya - Currently studying Archaeology in Faculty of Humanities, University of Indonesia.

Seseorang yang senang membaca dan menulis di saat ada waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemaknaan Hijab bagi Muslimah Indonesia dalam Lintas Zaman

12 Juli 2020   13:31 Diperbarui: 12 Juli 2020   13:23 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hijab yang sering dimaknai sebagai selembar kain penutup kepala dimana dalam penggunaannya banyak dikaitkan dengan nilai keagamaan ternyata banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi dalam pembentukan sebuah makna dari makna hijab itu sendiri.

Pada awal penyebarannya, hijab dianggap merupakan sebuah dorongan/tanda akan adanya modernisasi dari dunia luar, karena pada hakikatnya Nusantara tidak mempunyai atau mengenal adanya budaya menutup aurat atau kerudung. Namun dalam penggunaannya, masyarakat pada masa itu masih menggunakan kerudung bersamaan dengan kebaya dan kain batik sehingga masih memiliki ciri budaya bangsa. Akan tetapi banyak juga tokoh dan masyarakat yang menganggap bahwa penggunaan kerudung merupakan sebuah tanda akan munculnya pergeseran budaya.

Pengertian Hijab

Antara jilbab, kerudung, dan hijab seringkali tertukar satu sama lain. Padahal ketiga istilah ini memiliki arti tersendiri dengan kerudung sebagai awal mula dari perkembangannya. Kerudung merupakan bentuk jamak dari khumur. Jilbab secara etimologis berasal dari Bahasa Arab, dan bentuk jamaknya adalah jilbabib. Hijab seperti termuat dalam Al-Quran merupakan sesuatu yang menghalangi antara dua sisi. Selain itu, Menurut KBBI, Hijab merupakan dinding yang membatasi sesuatu dengan yang lain. Dalam hal ini hijab berarti sebagai tirai, dinding, pembatas, penghalang, dan sebagainya. Namun, pemakaian kata "hijab" untuk kain penutup aurat ini sekarang umum digunakan dalam masyarakat.

Sejarah Hijab di Indonesia dan Pemaknaannya Dari Masa Ke Masa

Kemunculan hijab di nusantara dipengaruhi dari proses penyebaran jilbab di seluruh dunia termasuk Nusantara yang dimulai pada abad ke-9 masehi. Proses masuknya jilbab tidak terlepas dari proses masuknya Islam ke nusantara. Pada abad ke-7 masehi, pemakaian penutup aurat telah terdapat pada perkampungan muslim di Sumatera Barat. Perkampungan tersebut memiliki sistem pendidikan dengan cara membuat pondok-pondok pesantren yang mengharuskan santriwati (murid perempuan) menggunakan selendang sebagai penutup aurat.

Nyai Ahmad Dahlan Republika
Nyai Ahmad Dahlan Republika
Upaya dalam pemakaian jilbab di Indonesia telah dimulai secara lebih aktif pada abad ke-19 sejak zaman kolonialisme belanda. Pada masa ini, jilbab digunakan sebagai bentuk dakwah ajaran Islam dalam hal menutup aurat dan kekhawatiran terhadap maksiat yang terjadi. Masyarakat yang sudah memulai upaya dalam pemakaian hijab antara lain masyarakat Minangkabau, Aceh, hingga pada nantinya sampai ke masyarakat Jawa. Selain itu, jilbab pada masa kolonialisme juga telah digunakan oleh beberapa tokoh pahlawan perempuan antara lain Cut Nyak Dien yang terlihat memakai selendang yang umumnya ditaruh di kepala yang merupakan khas Aceh yang bernama "Ijo Sawak" yang terlihat dalam dokumentasi Belanda, kemudian Nyai Achmad Dahlan yang memakai kerudung dengan paduan kebaya jawa yang terlihat dalam dokumentasi.

Rahmah El Yunusiyah Wikipedia
Rahmah El Yunusiyah Wikipedia
elanjutnya, dalam foto dokumentasi juga, Rahmah El Yunusiyyah memakai selendang hijab yang dililitkan sempurna di kepalanya dengan perpaduan baju kurung karena ia merupakan wanita minang. Pada masa ini, kebanyakan jilbab yang digunakan berbentuk kerudung yatu satu lembar selendang yang masih terlihat rambut dan leher. Selain itu, ini juga dapat terlihat dari dokumentasi foto para pengurus Muhammadiyah dan Aisyiyah saat memberikan gelar kehormatan "Bintang Muhammadiyah" kepada Presiden Soekarno sebagai "Anggota Setia Muhammadiyah." pada tahun 1965. Saat itu, memang pakaiannya masih berupa kebaya dan beserta sebuah selendang yang dililitkan di bagian kepala dengan sulaman motif bunga yang diberi nama "Kudung Aisyiyah" atau dikenal dengan "Songket Kauman". Kudung Aisyiyah ini dapat eksis karena saat itu diterapkan wajib berkerudung bagi para anggota Aisyiyah. Selain itu, pada masa ini jilbab hanya digunakan oleh perempuan yang berpendidikan dan yang lebih baik dalam pemahaman terhadap Islam.

Pada tahun 1980-an muncul istilah jilbab yang sudah mulai menutup rambut dan leher. Pada mulanya, jilbab dianggap aliran "Islam radikal garis keras" oleh pemerintahan orde baru. Perempuan pengguna jilbab sering mendapatkan diskriminasi pada berbagai bidang seperti PNS yang tidak mendapatkan promosi jabatan. Ketakutan pemerintahan orde baru ini dipicu dari konflik timur tengah yang terjadi masa itu. Pada masa orde baru jilbab dipandang sebagai simbol perlawanan.

Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya revolusi Iran pada tahun 1979 pimpinan Ayatullah Khomeini yang menginspirasi perempuan di Indonesia. Stigma jilbab pada masa orde baru mulai luntur. Selain itu, gerakan tarbiyah di kampus juga mempengaruhi hal itu. Pemerintah orde baru mengalami perubahan sikap politik dari yang tadinya memperketat penggunaan jilbab menjadi mendukung pemakaian jilbab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun