Mohon tunggu...
Retno Achmad Faisal
Retno Achmad Faisal Mohon Tunggu... ASN/dokter

“Menulis di sela tugas profesi, terinspirasi dari kehidupan komunitas lokal yang unik sarat makna, serta biodiversity hutan hujan tropis dengan flora dan fauna endemisnya.” East Kotawaringin Regency, Central Kalimantan Province, since 2000

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Boutique Coffee & Wajah Baru

25 September 2025   11:46 Diperbarui: 25 September 2025   23:36 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya cuma mau bilang... bahwa wajah, seperti lukisan, punya garis aslinya. Kalau terlalu banyak dihapus dan ditimpa, lama-lama hilang jiwanya."

Sejenak hening.

"Mungkin saya ketinggalan zaman, ya. Tapi seni sejati itu bukan meniru wajah orang lain, tapi merayakan bentuk asli kita dengan sepenuh hati. Sama kayak kopi. Arabica dari Gayo, beda banget sama dari Flores. Tapi dua-duanya punya cita rasa dan cerita sendiri. Nggak perlu jadi espresso semua."

"Pak, boleh nggak saya pinjam quote itu buat story?" ujar Jamila sambil menyalakan kamera HP.

"Asal bukan buat endorse klinik oplas, ya," kata Pak Rahman sambil terkekeh. Semua pun tertawa.

Esoknya, Rida memutuskan menulis refleksi di blog pribadinya. Judulnya: Secangkir Kopi dan Cerita Wajah Kita. Ia mulai dengan kisah Maharani, Nadia, Jamila, dan dirinya sendiri. Bukan untuk menghakimi, tapi merangkul.

Ia menulis tentang budaya self-love yang sesungguhnya. Ia mengutip hadis tentang kebersyukuran atas penciptaan, juga membahas perspektif psikologi tentang dysmorphophobia yang kini makin meningkat di kalangan perempuan berhijab. Ia menulis: "Kita bukan musuh cermin. Kita hanya lupa, bahwa yang kita lihat di sana bukan sekadar kulit, tapi juga sejarah."

Blog itu viral. Banyak yang merasa relate. Banyak juga yang tersentuh.

Beberapa minggu kemudian, sebuah pesan masuk ke email Rida.

"Assalamu'alaikum Mbak Rida. Saya seorang mahasiswi kedokteran. Terima kasih sudah menulis dengan hati. Tulisan Mbak menyelamatkan saya dari Ridat oplas yang sudah di depan mata."

Di sebuah sore bulan Juli yang mendung, keempat sahabat itu kembali duduk di pojok jendela Dago, masing-masing dengan kopi favorit yang kini punya makna baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun