Mohon tunggu...
Sindy Lorenza
Sindy Lorenza Mohon Tunggu... Universitas Muhammadiyah A.R. Fuchriddin

Seorang Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

mudahnya copy-paste, sulitnya berkarya: membangun kesadaran antiplagiarisme di kalangan mahasiswaa

27 Juni 2025   16:53 Diperbarui: 27 Juni 2025   16:59 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah penelitian, pemahaman mengenai etika atau norma yang berlaku sangat penting sebagai pedoman moral. Etika ini menjadi landasan dalam setiap aktivitas penelitian yang melibatkan hubungan antara peneliti, subjek penelitian, dan masyarakat yang terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2012). Sejalan dengan pentingnya etika dalam penelitian, muncul isu serius yang kerap mencoreng dunia akademik, yaitu plagiarisme. Plagiarisme merupakan fenomena yang sering ditemukan di kalangan akademisi, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga guru besar (Hasan, 2016). Contohnya, ada kasus di mana seorang dosen menggunakan skripsi mahasiswa sebagai bahan penelitian tanpa mencantumkan nama mahasiswa tersebut. Di sisi lain, terdapat mahasiswa dari salah satu universitas negeri di Indonesia yang terbukti melakukan plagiarisme pada tugas yang dikerjakannya tanpa melakukan perubahan sedikit pun. Kedua kasus tersebut hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus plagiarisme yang terjadi di Indonesia (Sukaesih, 2018).

Plagiarisme termasuk dalam ranah pelanggaran Kode Etik Akademik atau dikenal sebagai ketidakjujuran akademik (academic misconduct) yang mencakup tindakan seperti mencontek, mencari bantuan dari luar, plagiarisme, dan kecurangan elektronik (Adesile et al., 2016; Cronan et al., 2015). Di era digital saat ini, bentuk plagiarisme semakin beragam dan praktiknya menjadi lebih sulit dihindari serta semakin sering terjadi. Dalam konteks penelitian kesehatan, plagiarisme dapat memberikan dampak merugikan, seperti menghasilkan kesimpulan yang keliru, memengaruhi pengambilan keputusan klinis, bahkan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengkaji dampak plagiarisme, faktor-faktor penyebabnya, serta menawarkan strategi pencegahan yang efektif. Membangun kesadaran antiplagiarisme di kalangan mahasiswa menjadi langkah krusial untuk menciptakan budaya akademik yang jujur dan berkualitas, di mana proses berkarya lebih dihargai daripada sekadar kemudahan copy-paste.

Berdasarkan hasil yang ditemukan, peningkatan kasus plagiarisme mencerminkan permasalahan serius dalam dunia akademik, terutama dalam bidang penelitian kesehatan. Dimana para peneliti, mahasiswa, dan akademisi perlu mengetahui berbagai hal sebagai berikut:

Pentingnya Kejujuran Akademik dan Tantangan di Era Digital 

Di tengah kemudahan teknologi digital yang memungkinkan mahasiswa mengakses berbagai sumber informasi hanya dalam hitungan detik, tantangan dalam menjaga kejujuran akademik menjadi semakin kompleks. Budaya copy-paste yang marak di kalangan mahasiswa saat ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa kemudahan akses informasi sering kali tidak diiringi dengan peningkatan kesadaran etika akademik. Fenomena ini menunjukkan betapa sulitnya bagi sebagian mahasiswa untuk menghasilkan karya ilmiah yang orisinal, kreatif, dan berkualitas. Menurut Lestari dan Adiyanti (2012), kejujuran akademik adalah prinsip dasar yang menuntut individu untuk menyampaikan fakta secara benar dan memperoleh hasil karya melalui proses yang sah dan adil. Dalam konteks penulisan akademik, bentuk nyata kejujuran ini terlihat dari ketaatan mahasiswa terhadap aturan-aturan penulisan ilmiah, termasuk kewajiban untuk menghindari plagiarisme dalam segala bentuknya.

Plagiarisme, sebagai salah satu bentuk pelanggaran etika akademik yang paling umum terjadi di lingkungan perguruan tinggi, didefinisikan dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2010 sebagai tindakan mengambil sebagian atau seluruh karya orang lain tanpa mencantumkan sumber secara jelas, baik dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja. Permasalahan ini semakin meluas seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi internet di kalangan mahasiswa, yang tanpa disertai kemampuan literasi digital yang memadai, justru memperbesar risiko terjerumus dalam praktik plagiarisme. Tindakan copy-paste dari berbagai artikel, jurnal, maupun situs web tanpa pemahaman mengenai kewajiban sitasi telah menjadi pola yang sering terjadi dalam penyusunan tugas akademik. Berbagai bentuk plagiarisme yang sering ditemukan di kalangan mahasiswa antara lain meliputi plagiarisme ide, di mana mahasiswa menjiplak konsep abstrak tanpa memberikan atribusi yang tepat; plagiarisme kata per kata yang melibatkan pengambilan langsung teks dari sumber lain tanpa kutipan; hingga plagiarisme sumber yang terjadi akibat kegagalan mencantumkan referensi dengan benar. Selain itu, terdapat pula plagiarisme kepengarangan, di mana mahasiswa mengklaim karya orang lain sebagai hasil karyanya sendiri. Berdasarkan kesengajaan, plagiarisme bisa dibagi menjadi dua, yaitu plagiarisme yang disengaja karena niat untuk mencontek dan plagiarisme yang tidak disengaja akibat ketidaktahuan prosedur pengutipan yang benar. Dari segi proporsi, plagiarisme dapat dibagi menjadi plagiarisme ringan (kurang dari 30% isi karya), plagiarisme sedang (antara 30% hingga 70%), dan plagiarisme total (lebih dari 70%). Berdasarkan pola penyajiannya, plagiarisme bisa berbentuk plagiarisme total, parsial, otomatis (self-plagiarism), hingga plagiarisme antarbahasa yang terjadi ketika mahasiswa menerjemahkan teks dari bahasa asing tanpa mencantumkan sumber asli. Dalam konteks penyajian teks, terdapat pula plagiarisme verbatim (penyalinan langsung tanpa perubahan), plagiarisme tambal sulam (penggabungan kutipan dari berbagai sumber tanpa atribusi), plagiarisme parafrase (mengganti kata-kata namun tetap tanpa mencantumkan sumber), hingga plagiarisme struktur ide yang meniru alur gagasan dari karya orang lain tanpa memberikan pengakuan yang layak.

Tantangan utama di era digital adalah semakin tipisnya batas antara inspirasi dan penjiplakan. Fitur teknologi seperti copy-paste, aplikasi penerjemah, serta maraknya situs berbagi dokumen dan jasa penulisan instan semakin memperbesar peluang mahasiswa untuk melakukan tindakan plagiarisme tanpa proses berpikir kritis dan reflektif. Seperti yang diungkapkan oleh Howard et al. (2019) dan Bretag et al. (2018), era digital memang memberikan kemudahan dalam memperoleh referensi, namun tanpa literasi digital yang baik, mahasiswa justru rentan terjebak dalam praktik akademik tidak jujur. Selain itu, Lancaster dan Clarke (2016) juga menyoroti munculnya platform penjualan karya ilmiah yang memperburuk situasi ini, di mana mahasiswa dapat dengan mudah membeli skripsi, makalah, atau artikel jurnal untuk diakui sebagai hasil karyanya sendiri.

Mengingat maraknya fenomena "mudahnya copy-paste" ini, lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk lebih serius dalam meningkatkan kesadaran antiplagiarisme di kalangan mahasiswa. Upaya pencegahan tidak cukup hanya melalui pemberian sanksi, tetapi harus dilakukan melalui edukasi yang berkelanjutan tentang pentingnya integritas akademik. Literasi digital mahasiswa harus diperkuat, termasuk pemahaman tentang etika penggunaan sumber, keterampilan parafrase yang benar, serta penggunaan aplikasi deteksi plagiarisme sebagai langkah preventif. Di samping itu, institusi pendidikan harus memastikan bahwa pemanfaatan teknologi digital dilakukan secara etis dan bertanggung jawab. Perlu adanya kurikulum yang menanamkan nilai-nilai kejujuran akademik serta pemberian pelatihan tentang teknik penulisan ilmiah yang sesuai dengan standar internasional. Hanya dengan cara demikian, budaya akademik yang sehat dan bebas dari plagiarisme dapat terwujud di tengah kemudahan akses teknologi yang ada saat ini.

Fenomena maraknya tindakan plagiarisme di kalangan mahasiswa dewasa ini menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menjaga integritas akademik, khususnya dalam ranah penelitian kesehatan. Kebiasaan copy-paste tanpa pemahaman mendalam, yang sering terjadi dalam penyusunan karya ilmiah mahasiswa, tidak hanya berdampak pada proses pembelajaran individual, tetapi juga membawa konsekuensi serius terhadap kualitas hasil penelitian yang dihasilkan. Tindakan ini mencerminkan rendahnya kesadaran antiplagiarisme di kalangan mahasiswa dan menjadi ancaman nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. Dampak utama dari perilaku plagiarisme terhadap kualitas dan kepercayaan terhadap penelitian kesehatan sangatlah besar. Ketika mahasiswa sebagai calon peneliti melakukan tindakan copy-paste tanpa proses pemahaman, analisis, maupun sintesis informasi yang benar, maka keaslian karya ilmiah yang dihasilkan menjadi sangat dipertanyakan. Penurunan nilai orisinalitas karya ini dapat mengganggu proses seleksi jurnal ilmiah dan menurunkan reputasi jurnal yang menerbitkannya. Dalam kasus tertentu, seperti dalam bidang obstetri dan ginekologi, banyak jurnal terpaksa menarik artikel yang terindikasi plagiarisme dari peredaran, yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya informasi penting yang seharusnya menjadi rujukan bagi praktik klinis dan pengembangan pedoman medis berbasis bukti. Selain menurunkan kualitas penelitian, plagiarisme juga memberikan dampak serius terhadap karier peneliti dan citra institusi pendidikan tinggi. Mahasiswa yang terbiasa melakukan copy-paste sejak masa kuliah, ketika memasuki dunia riset profesional, berpotensi besar mengulangi perilaku tidak etis tersebut dalam skala yang lebih luas. Hal ini dapat berujung pada penarikan publikasi, kehilangan hak atas dana penelitian, hingga sanksi administratif seperti pencabutan gelar akademik atau pemecatan. Reputasi pribadi sebagai akademisi menjadi tercoreng, dan lebih jauh lagi, kredibilitas institusi pendidikan tempat mahasiswa tersebut menimba ilmu juga ikut dipertaruhkan. Institusi yang sering dikaitkan dengan kasus plagiarisme cenderung kehilangan kepercayaan dari lembaga pemberi dana, mitra penelitian, serta masyarakat luas.

Dampak plagiarisme dalam penelitian kesehatan juga meluas hingga ke aspek pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Penelitian yang disusun tanpa landasan data valid akibat hasil copy-paste yang tidak melalui proses penelitian empiris, sangat mungkin menghasilkan rekomendasi medis yang salah. Pedoman klinis yang dihasilkan dari penelitian plagiasi berisiko tinggi membahayakan keselamatan pasien karena keputusan medis dapat diambil berdasarkan data yang tidak akurat atau hasil manipulasi. Dengan kata lain, kebiasaan copy-paste yang dilakukan mahasiswa saat ini dapat berdampak panjang hingga ke ranah pelayanan kesehatan masyarakat. Selain itu, plagiarisme juga menghambat inovasi ilmiah. Dengan menyalin karya orang lain tanpa upaya pengembangan ide baru, mahasiswa kehilangan kesempatan untuk berkontribusi secara nyata dalam memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Budaya copy-paste yang semakin mengakar hanya akan menghasilkan penelitian yang bersifat daur ulang tanpa adanya temuan baru yang bermanfaat. Jika terus dibiarkan, fenomena ini dapat memperlambat perkembangan sains, khususnya dalam bidang kesehatan yang sangat membutuhkan inovasi berkelanjutan untuk menghadapi tantangan global seperti penyakit baru, resistensi antibiotik, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya.

Faktor Penyebab Plagiarisme: Mengapa Mahasiswa Memilih Jalan Pintas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun