Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HRS Sang Promotor Revolusi Akhlak

30 November 2020   16:00 Diperbarui: 30 November 2020   16:04 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah ada yang tidak setuju apabila sebuah usaha merubah orang lain harus dimulai dari diri sendiri terlebih dulu? Bagaimana kita bisa meyakinkan seseorang tentang suatu hal yang kita yakini bila kita tidak bisa menunjukkan itu pada orang lain?

Dua pertanyaan itu yang sampai saat ini masih jadi pertanyaan bagi penulis terhadap berbagai tindakan, pilihan, dan keputusan yang diambil oleh tokoh hebat kita Habib Rizieq Shihab. 

Memang tokoh satu ini menjadi sangat istimewa bagi banyak pihak di indonesia, istimewa bagi mereka yang mendukung, istimewa pula bagi mereka yang tidak suka dengan beliau.

Ketika HRS mengumumkan akan pulang ke Indonesia kala itu, sebuah harapan positif terbangun manakala beliau dengan tegas dan percaya diri ingin memimpin revolusi akhlak di Indonesia. Sungguh panggilan yang mulia demi bangsa Indonesia.

Seperti sudah jadi rahasia publik bagaimana kondisi moral, terutama dalam hal kepatuhan terhadap hukum di Indonesia ini menurut penulis sangat lemah. Dari mulai pejabat tingkat atas sampai masyarakat tingkat bawah, pelanggaran hukum sangat lumrah terjadi. Bahkan terkesan orang berbondong-bondong saling bantu-membantu untuk melakukan pelanggaran hukum.

Lihat saja mudahnya rambu lalu lintas dilanggar, jalur khusus Bus Trans dilibas, pungli, praktek salam tempel untuk mempermudah pengurusan administrasi dan perijinan sampai korupsi dimana-mana.

Rasa-rasanya masyarakat hanya takut kepada aparat yang mengawasi penegakan hukum tanpa memiliki rasa kepatuhan terhadap hukum. Sehingga ketika pengawasan longgar, praktek pelanggaran hukum dengan mudah ditemui.

Singkat cerita akhirnya yang dinanti-nantikan  (sebagian pihak) sampai ke Indonesia, dengan kondisi Indonesia yang masih pandemi, penjemputan oleh pihak-pihak yang sudah begitu rindu dengan HRS terjadi tanpa protokol kesehatan. Ya mana bisa kerumunan sepadat itu, jaga jarak jelas mustahil diterapkan. Jadi wajar kalau dibilang protokol kesehatan tidak berjalan, walaupun pakai masker (tidak semuanya).

Tidakkah para pengikut ini tahu bahwa Habib Rizieq datang membawa semangat revolusi Akhlak? Mereka malah menodai semangat yang dibawa sang pujaan mereka dengan tindakan pelanggaran protokol kesehatan.

Oh ya, akhlak sendiri bisa diartikan sebagai cara bertindak atau tingkah laku seseorang yang didorong oleh keinginan untuk melakukan sesuatu perbuatan baik. Yang dimaksud perbuatan baik itu tentunya perbuatan yang membawa kebaikan bagi orang lain, tidak hanya bagi sendiri. Perbuatan yang tidak membawa dampak negatif atau merugikan orang lain.

Jadi perbuatan para penjemput HRS boleh lah dikatakan kurang berakhlak karena kerumunan ditengah pandemi dan aturan jaga jarak itu tentu saja bisa merugikan orang lain, tidak hanya kepada sesama mereka yang menjemput, tetapi pada masyarakat yang lainnya.

Semangat Habib Rizieq membawa revolusi akhlak disambut dengan cara yang berlawanan oleh pengikutnya. Padahal "katanya" HRS tim penjemput sudah menganjurkan untuk tidak ada penjemputan secara masif. Tetapi kenyataanya ucapan pemimpin mereka, junjungan mereka sendiri tidak mereka hiraukan. Lalu kepada siapa mereka patuh?

Kejadian selanjutnya berkaitan agenda maulid, dalam hal ini yah penulis tak bisa menyalahkan. Mana bisa sih agenda kegiatan keagamaan disalahkan meski lagi-lagi protokol kesehatan tak berjalan? Apalagi yang mengadakan para pembela agama, wes fix lah tak bisa salah.

Yang disesalkan kenapa agenda maulid harus disisipi oleh agenda pernikahan. Kalau kegiatan keagamaan yang melanggar protokol kesehatan jika dipaksakan untuk dimaklumi ya oke lah, tapi nikahan? Dengan kelompok massa yang sama dengan acara maulid, ini yang penulis tak bisa benarkan dan maklumi.

Seharusnya kalau memang mau menikahkan ya di lain waktu dengan acara yang lebih privat, sama seperti nikahan-nikahan yang lain. Lha ini malah memanfaatkan massa besar yang datang maulid,  biar apa? Biar terlihat megah? Atau biar amplopnya banyak  mungkin?

Memang ada pelanggaran protokol terkait pernikahan di lain tempat, tapi sebagai promotor revolusi akhlak seharusnya tidak ikut-ikut pihak yang salah ini. Kan mereka kurang akhlak, ya jangan ditiru lah oleh pejuang akhlak.

Akhirnya kegiatan penjemputan, maulid, dan nikahan jadi sorotan masyarakat. Pun penegak hukum dan protokol kesehatan memproses potensi pelanggaran yang terjadi. Apalagi pada akhirnya ada masyarakat yang sempat ikut acara terkonfirmasi positif covid-19.

Saat ini proses hukum masih berjalan, jadi ya masih perlu dilihat kedepan kepatuhan dari pemimpin revolusi akhlak dan pengikutnya ini. Kalau ingin membawa kebaikan bagi masyarakat ya seharusnya patuh lah pada proses hukum, jadi contoh dan teladan.

Disamping proses hukum yang masih berjalan, semua pihak yang terlibat kegiatan kerumunan massa kemarin juga diminta untuk test kesehatan di tempat-tempat yang disediakan oleh pemerintah, secara gratis pula. Tetapi nyatanya, tidak banyak yang datang.

Lebih parahnya lagi, sang pemimpin, sang junjungan, sang inspirator, apalah lagi sebutannya itu malah jadi contoh yang tidak baik. Meski sempat menyatakan tidak enak badan bahkan sampai check up ke rumah sakit, nyatanya beliau menutup diri.

Menyatakan telah test mandiri, tetapi tidak mau membuka hasil. Lha gimana masyarakat bisa tahu beneran test atau tidak? Aparat dan pihak-pihak yang berusaha mencari data pun dihalang-halangi, dipersulit dengan alasan hak privasi tentang catatan kesehatan.

Ditengah pandemi seperti ini kok pakai hak privasi, undang-undang yang melindungi saja ada pengecualiannya. Pejabat bahkan setingkat kepala negara, menteri, kepala daerah saja membuka hasil test baik yang positif ataupun negatif. Lah siapa HRS yang berani menentang dan menutup diri? Mana akhlak kepatuhannya?

Bukankah ketika beliau mau membuka, baik positif atau negatif akan membawa dampak baik bagi masyarakat pada umumnya dan umat pengikut pada khususnya. Beliau yang menyebut diri "tokoh besar" pasti akan berdampak bagi orang banyak.

Kalau Habib Rizieq positif covid-19 akan menjadi rambu bagi para pengikutnya yang dulu turut serta di acara, sehingga mereka bisa check juga. kalau negatif ya tentu akan membawa ketenangan bagi masyarakat. Sebegitu sederhana tetapi begitu susahkah untuk membukanya ke publik?

Penyemprotan disinfektan yang dilakukan aparat di lokasi yang sebelumnya dipakai untuk acara juga sempat dihalang-halangi, aparat bersenjata dilarang masuk. Bahkan gang yang menuju rumah Habib Rizieq diblokade oleh LPI dengan alasan protokol jaga jarak, padahal mereka yang memblokade saja lebih rapat daripada pagar betis waktu tendangan bebas di sepak bola. Tidakkah menjadi lelucon alasan yang dibuat.

Tetapi penulis melihat mungkin ada alasan lain. Kan disinfektan ini alkohol ya, mungkin mereka menjaga tempat "suci" mereka, pusat revolusi akhlak itu terbebas dari kontaminasi alkohol. Mungkin saja lho ya hehehe.

Semakin lama Habib Rizieq ada di Indonesia, penulis belum bisa melihat yang disebut sebagai revolusi akhlak itu di kelompok mereka sendiri sebagai promotor revolusi akhlak. Yang muncul adalah pelanggaran protokol kesehatan, diikuti ketidakpatuhan pada aparat yang bertindak. Semua itu membawa potensi buruk bagi masyarakat yang berarti tidak sesuai dengan semangat revolusi akhlak.

Bahkan ketika dipermasalahkan, mereka selalu menunjuk pelanggaran ditempat lain yang mereka rasa tidak ditindak. Mereka melihat ketidakadilan. Penulis memang setuju ada pelanggaran tempat lain yang belum atau lolos dari penindakan.

Tetapi iya masakah para pejuang revolusi akhlak menggunakan konsep keadilan terhadap pelanggaran. Karena orang lain melanggar jadi mereka juga berhak melanggar supaya adil? Karena orang lain salah dan tidak ditindak, seharusnya kesalahan mereka juga tidak ditindak supaya adil? Begitukah akhlak?  

Kalau orang lain melakukan pelanggaran, dibiarkan oleh aparat. Seharusnya para promotor revolusi akhlak itu menunjukkan sebaliknya, apa yang benar, bagaimana kepatuhan pada hukum dan protokol kesehatan. Sehingga masyarakat bisa menilai dan yakin jika inilah tokoh-tokoh yang bisa dicontoh, menjadi teladan akan akhlak yang baik.

Dengan kondisi yang terjadi sampai hari ini, ditambah respon HRS dan pengikutnya dalam setiap proses dan penindakan aparat serta respon terhadap kritikan yang terkesan selalu membela diri dan membandingkan dengan pelanggaran lain, maka revolusi akhlak hanyalah mimpi.

Penulis tidak tahu apakah sebegitu bebalnya para pengikut HRS sehingga mereka tidak bisa menangkap dengan baik apa yang sedang diperjuangkan oleh pemimpinnya Habib Rizieq tentang revolusi akhlak yang sedang diperjuangkan oleh beliau.

Atau jangan-jangan seperti teori yang penulis pernah dapatkan: bahwa tingkah laku, pola pikir, serta akhlak dari pengikut adalah cerminan dari pemimpinnya. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Kalau sudah begini, apakah revolusi akhlak masih layak diemban oleh orang dan kelompok yang sama? Atau mereka harusnya belajar dan mulai menerapkan dulu didalam diri dan kehidupan mereka sendiri, sebelum nantinya mereka mengajarkannya kepada masyarkat.

Bagi penulis, revolusi akhlak tidak akan dinikmati oleh bangsa Indonesia dalam waktu dekat ini, atau setidaknya revolusi itu tidak akan berasal dari kelompok yang saat ini terus menerus menggembar-gemborkannya.

Dari semua sorotan masyarakat selama ini, yang jadi masalah bukan karena HRS dan pengikutnya tidak diperlakukan adil. Tetapi bangsa Indonesia dan seluruh komponen bangsa berhak menuntut dan berharap perilaku, pola pikir yang lebih baik dari pihak-pihak yang menyatakan diri menjadi promotor revolusi akhlak.

Atau kalau mau diperlakukan adil, seharusnya mereka menganggap diri mereka sendiri sebagai warga biasa, sama-sama orang berdosa dan tak perlu merasa lebih baik dan paling benar dibanding yang lain. Tak perlu sok-sokan ingin merevolusi akhlak bangsa. Tetap harus patuh pada aparat dan aturan, sama seperti yang lain. Dan yang pasti terus membenahi diri.

Salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun