Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sumpah Pemuda, Demonstrasi, dan Kegalauan Penulis

27 Oktober 2020   16:00 Diperbarui: 27 Oktober 2020   16:02 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Febry Arya dari Pexels

Tanggal 28 Oktober sudah didepan mata, yups peringatan hari sumpah pemuda. Tepat 92 tahun yang lalu, para pemuda yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar - Pelajar Indonesia (PPPI) melaksanakan dua kali kongres dan menghasilkan apa yang sekarang kita kenal sebagai teks Sumpah pemuda. 

Semangat peleburan pemuda dari yang sebelumnya kelompok-kelompok kedaerahan menjadi satu kesatuan adalah salah satu tujuan besar. Kejadian tadi merupakan sekilas apa yang terjadi pada tahun 1928, dan masih terus kita peringati sampai hari ini. 

Tetapi ada hal menarik dari hari sumpah pemuda kali ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan mungkin juga ada kelompok atau serikat yang lain merencanakan demo besar bilamana presiden Joko Widodo menandatangani UU omnibuslaw cipta kerja. 

Belum lagi menteri ketenagakerjaan memutuskan UMP tahun 2021 tidak naik atau masih sama dengan tahun 2020, waduh bakal semakin runyamkah keadaan esok hari? 

Terkait tujuan dari demo yang dicanangkan ini, masih sama dengan sebelumnya. Seluruh buruh dan pekerja (katanya sih) yang diwakili beberapa organisasi buruh dan pekerja menolak dan menuntut dibatalkannya UU omnibuslaw terutama terkait sektor ketenagakerjaan (walau isinya bukan hanya sektor itu saja) dengan poin-poin yang menjadi argumentasi mereka. 

Tentu banyak yang sudah memahami ini beserta argumentasinya karena hampir disemua tempat dari mulai forum resmi sampai warung kopi (ditempat saya lebih banyak angkringan/wedangan) setiap orang membicarakannya, jadi penulis disini tidak akan membicarakan isi maupun argumentasi dari UU ini. 

Demonstrasi atau penyampaian pendapat dimuka umum merupakan hak setiap warga negara di Indonesia yang dijamin dan dilindungi oleh Undang - Undang. 

Adanya pihak aparat terutama kepolisian yang mengawal juga merupakan implementasi dari undang-undang, terutama untuk memberikan jaminan perlindungan dan tentu juga ketertiban bagi para pendemo, dan juga jangan lupa masyarakat umum disekitar lokasi (karena masyarakat umum juga pastinya tetap memiliki hak untuk melakukan setiap kegiatannya dengan nyaman dan aman). 

Kalau ada pihak-pihak atau masyarakat yang mempertanyakan kenapa harus demo dsb, ya itu hak mereka juga terutama terkait keresahan mereka akan rawannya penyusup didalam demo yang bertujuan membenturkan aparat dan massa pendemo. Setidaknya sudah banyak ketakutan itu terbukti, meski bukan berarti dengan fakta ini masyarakat dihalalkan menghalangi kegiatan demonstrasi. 

Yang menjadi pertanyaan penulis terutama terkait kenapa tulisan ini dibuat sebenarnya seberapa besar sih keterwakilan dari teman-teman yang berjuang di lapangan? Penulis pribadi melihat dimasyarakat suara terkait UU omnibuslaw ini masih terpecah dan bahkan terlihat sama kuat. 

Banyak pula yang masih percaya dan mendukung pemerintah, terutama setelah setiap penjelasan-penjelasan pemerintah melalui forum-forum yang disiarkan di media massa (meski dari pihak pengkritik mengatakan terlambat, pun tetap tidak bisa menerima penjelasan yang disampaikan dengan berbagai argumentasi). 

Apakah usaha penyampaian pendapat sejauh ini oleh kawan-kawan aktivis baik organisasi mahasiswa, organisasi buruh dan yang lainnya benar-benar mewakili rakyat, yang sepengertian penulis berarti mayoritas rakyat? Atau ternyata hanya kelompok tertentu saja di negara ini yang terwakili? 

Apakah semangat teman-teman aktivis ini bisa menyamai kawan-kawan pemuda kita 92 tahun yang lalu atau ternyata mereka juga hanya membawa ego-ego sektoral?

Faktanya, Indonesia memiliki banyak kelompok masyarakat. Ada kelompok buruh dan pekerja yang sangat besar, tetapi ada pula kelompok pengusaha baik yang besar maupun yang skala mikro (UMKM) yang bahkan prosentasenya besar menyokong perekonomian nasional yang berarti pula secara logika sederhana pengusaha UMKM jumlahnya pun cukup besar di negara ini. 

Ada kelompok yang akan segera masuk ke dunia kerja mencari pekerjaan membutuhkan iklim kerja yang baik, tetapi ada pula kelompok orang yang akan masuk ke dunia wirausaha walau berskala kecil tetapi membutuhkan iklim investasi yang baik. 

Padahal melalui hukum ekonomi yang penulis pernah dapatkan, setiap kegiatan ekonomi memiliki prinsip yang sama yaitu mendapatkan hasil sebesar-besarnya dengan usaha sekecil-kecilnya. 

Kalau diartikan melalui sudut pandang pekerja, berarti mendapatkan upah semaksimalnya sesuai kebutuhan (primer, sekunder, bahkan mungkin tersier) dengan beban kerja seringan mungkin. 

Sedangkan saat diterapkan dalam sudut pandang pengusaha berarti mendapatkan output maksimal dengan faktor produksi seminimal mungkin (termasuk didalamnya upah pekerja). Lha terus apa mungkin melalui apapun peraturan yang pemerintah buat benar-benar bisa memuaskan semua pihak? 

Kalau demo  besar yang dilakukan esok hari (kalau jadi lho ya) maupun yang sebelum-belumnya memang benar memperjuangkan hak-hak buruh, apakah poin-poin perjuangan itu tidak akan merugikan pengusaha? Baik yang besar maupun mikro. 

Apakah kepuasan pekerja bisa berbanding lurus dengan kepuasan pengusaha? Kalau buruh marah dan pergi apa yang bisa dilakukan pengusaha? Sebaliknya kalau pengusaha marah dan pergi apa yang bisa dilakukan karyawannya? 

Padahal penulis baru berpikir dari sektor tenaga kerja yang besok akan didemo oleh KSPI, masih ada juga pengkritik sektor lain, dari aktivis lingkungan hidup lah dari mana lah dengan argumentasi mereka masing-masing. 

Apakah semangat yang dibuat pemuda pendahulu kita tahu 1928, semangat kesatuan itu, semangat ke-Indonesiaan itu, semangat bhineka tunggal ika itu, bisa dicapai dengan memberikan kepuasan kepada semua pihak, atau kita semua rakyat Indonesia beserta pemerintah harus menggunakan pendekatan lain, mengurangi ego sektoral masing-masing, sedikit berkompromi masing-masing, mencari jalan tengah, yang walaupun semua tidak akan puas, setidaknya mendekati apa yang kita semua inginkan yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Seluruh lho ya bukan sebagian, bukan hanya buruh tetapi juga pengusahanya, bukan hanya pengusahanya tetapi juga buruhnya. 

Ahh, pertanyaan yang terlalu sulit bagi penulis untuk  mencari jawaban sempurnanya. Tetapi biarlah ini tetap jadi pertanyaan, tak perlu lah ada yang menjawab disini. 

Penulis yakin setiap yang membaca tulisan ini bisa memberi jawaban argumentasi atas pertanyaan kegalauan disini. Tetapi kok penulis yakin jawaban-jawaban itu hanya akan akan menjadi bahan yang bisa didebat yang lain lagi, gitu aja terus sampai kuda pulang kampung waktu lebaran. Penulis masih pesimis akan menemukan jawaban yang bisa memuaskan seluruh "belahan-belahan pihak" yang ada itu.

Pada akhirnya, (ini penguatan penulis kepada pemerintah) apapun keputusan dan peraturan yang dibuat pemerintah pasti tidak akan bisa memuaskan semua pihak. 

Pasti akan ada pihak yang "merasa" dirinya dirugikan, kemudian muncul demo (sekali lagi ini hak dan dilindungi undang-undang), muncul perdebatan, muncul kubu pendukung-pengkritik dan seterusnya dan seterusnya. 

Terlepas dari apa yang akan terjadi, keputusan tetap harus dibuat dan dijalankan, peraturan tetap harus ditegakkan. Apa yang diyakini pemerintah bermanfaat untuk rakyat tetap harus dilanjutkan, atau negara ini tidak akan kemana-mana jika harus menunggu perdebatan selesai, menunggu semua pihak merasa puas. 

Penulis setuju apa yang disampaikan oleh Prof. Mahfud MD dalam acara Indonesia Lawyer Club seminggu yang lalu dengan Topik Setahun pemerintahan Jokowi. 

Beliau di akhir sesi mengutip ayat (atau entah surat atau apa) penulis kurang tahu karena penulis sendiri non muslim, dikatakan bahwa "lebih baik 60 tahun negara memiliki pemerintahan yang dianggap tidak baik, daripada satu jam saja negara tidak memiliki pemerintahan."

Yasudahlah ya, perdebatan tetap akan terjadi, kegalauan di masyarakat tetap akan terjadi, penulis pun tetap galau, tetapi setidaknya penulis masih bersyukur kita masih punya pemerintah yang membantu kita semua seluruh rakyat untuk mengelola negara ini, salam damai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun