Mohon tunggu...
Rephy Ekawatie
Rephy Ekawatie Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil/Penulis

Contact: rephy.ekawatie@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Prioritas Budget Keuangan Pribadi di Era Disrupsi Revolusi 4.0 to Society 5.0

20 Februari 2022   14:00 Diperbarui: 26 Februari 2022   09:04 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengatur keuangan (Sumber: freepik)

Sekilas info

Setiap hari kita selalu dengar berita tentang perkembangan terkini negara kita dari berbagai channel media. Entah itu di televisi, di kanal-kanal youtube, media cetak, media digital, atau melalui berbagai platform sosial media. 

Berita yang disajikan pun tidak jauh dari bahasan ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan juga kesehatan, mengingat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya hilang. Berita penurunan upah buruh selama masa pandemi menjadi isu yang hangat diberitakan. 

Para buruh memegang spanduk dan kertas karton bertuliskan bermacam-macam kalimat yang menyuarakan isi hati mereka sambil berteriak melakukan orasi di jalan-jalan.

Narator berita juga dengan lantang menarasikan, jika kelas Pekerja yang terdampak Pandemi Covid-19 sedang menyuarakan isi hatinya. 

Tahukah kita, apa itu pekerja dan siapa saja yang masuk dalam kategori yang disebut sebagai 'pekerja'?

Mengutip Publikasi Badan Pusat Statistik (2021), pekerja terdiri atas buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas di pertanian, dan pekerja bebas di non pertanian. 

Buruh/karyawan/pegawai merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. 

Pekerja bebas di pertanian merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian, baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. 

Pekerja bebas di non pertanian merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.

Jadi tambah wawasan kan?

Pekerja bukan hanya asumsi kepada 'kaum buruh' saja, tapi lebih luas. Pegawai yang isunya akan diganti dengan robot "kolaborasi PNS dan Robot...will come soon!", juga termasuk dalam golongan yang disebut sebagai 'pekerja', selain karyawan yang bekerja pada pada orang lain atau perusahaan. 

Pekerja yang bekerja dengan orang lain sebagai penggarap lahan pertanian atau membantu dalam usaha penjualan makanan/minuman, di mana menerima imbalan baik uang maupun barang dengan sistem pembayaran harian atau borongan juga termasuk dalam kategori pekerja.

Sekedar intermezo

Merujuk kepada publikasi Badan Pusat Statistik terkait dengan Survei Angkatan Kerja Nasional bulan Agustus 2021, di Indonesia sendiri terdapat 206,71 juta orang penduduk yang diidentifikasi berada di dalam usia kerja. 

Sebanyak 66,56 juta orang di antaranya bukan termasuk angkatan kerja.  Hanya 140,15 juta orang yang diidentifikasi sebagai angkatan kerja. 

Wuih, jadi nanya lagi nih. Apa sih itu angkatan kerja? 

Lagi-lagi merujuk pada sumber yang sama, biar in line penjelasan dan muara pemahamannya, angkatan kerja merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi seperti penduduk bekerja, atau yang punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja atau pengangguran. 

Menarik di sini untuk disorot, jumlah pengangguran dari 140,15 juta orang angkatan kerja yang diidentifikasi, 9,10 juta orang ada dalam kategori 'pengangguran'. 

Lebih jauh, pengangguran dalam kriteria identifikasi pada survei tersebut adalah "penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja". 

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Nasional Tahun 2021 sebesar 6,49 persen. 

TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja, di mana sesuai hasil Survei SAKERNAS Agustus 2021, di mana persentase jumlah pengangguran di perkotaan (8,32%) lebih tinggi dari pengangguran di Perdesaan (4,17%). 

Lebih jauh lagi, menilik dari pendidikan, TPT tertinggi ada pada Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tingkat Menengah (SMA/Sederajat) sebesar 9,93 persen disusul oleh Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tingkat Tinggi (Diploma ke atas). 

Menariknya lagi, Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tidak pernah Sekolah/Belum Pernah Sekolah berada dalam TPT terendah yaitu 1,63%, disusul Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tingkat Dasar (Tidak/Belum Tamat SD dan SMP/Sederajat) dengan TPT 4,59 persen berada dalam posisi TPT nomor dua terendah.

Membaca angka-angka tersebut, ingatan saya kembali melayang kepada narasi yang disampaikan oleh Prof. Rhenald Kasali, yang memelopori rumah perubahan dalam kanal Youtube yang beliau miliki. 

Kata-kata beliau yang benar-benar saya ingat, dan sangat konteks dengan angka-angka tersebut adalah "pada saat ini kita sedang mengalami era disrupsi. Era di mana 'pekerja' yang memiliki skills yang dapat beradaptasi dengan perubahan itu yang dapat bertahan.

Pada revolusi industri 4.0 bahkan menyongsong society 5.0, gelar akademik tidak lagi menjadi jaminan untuk menilai kualitas dari seorang 'pekerja'. 

Hal yang menjadi fokus utama para pencari kerja mempekerjakan 'pekerja' adalah "apa keterampilan yang kamu miliki? Kamu bisa memberi nilai tambah apa untuk orang yang mempekerjakan kamu?"

Konsep produktivitas benar-benar menjadi tolak ukur utama dalam melakukan perekrutan atau melakukan pemutusan hubungan kerja. 

Teknologi Digital dan inovasi Artificial Intelligence (AI) semakin dikembangkan untuk memangkas proses bisnis agar pemanfaatan 'pekerja' menjadi semakin efisien dan efektif. 

'Pekerja' dengan keterampilan 'biasa' dalam era disrupsi dapat diganti dengan robot AI. Mempekerjakan robot seperti dikatakan Pak Prof, tidak rewel, tidak sering protes atau melakukan demo jika upah yang dibayar di bawah UMR. 

Robot juga tidak senang bergosip pada saat jam kerja, atau terlambat bekerja kembali setelah jam makan siang. The point is...less pay but high productivity.

Data terkait jumlah pengangguran di perkotaan lebih tinggi dari di perdesaan pada Tahun 2021, dan TPT tertinggi ada pada angkatan kerja dengan pendidikan tingkat menengah disusul oleh angkatan kerja dengan pendidikan tingkat tinggi menjadi potret jika keberadaan disrupsi itu saat ini...nyata!

Tulisan ini tidak akan lebih jauh membahas, mismatch antara kebutuhan era saat ini dengan kompetensi lulusan pendidikan tingkat tinggi di negara ini, atau jenis pekerjaan apa yang dilakoni oleh pekerja dengan pendidikan tingkat menengah yang akan, sedang, atau telah 'terdisrupsi' di masa sekarang ini. 

Tulisan ini, hanya sebatas bahasan ringan yang menyajikan fenomena dan kiat-kita sederhana dari dalam 'rumah' kita sendiri untuk mensiasati era disrupsi dengan optimalisasi pengelolaan keuangan pribadi.

Ilustrasi: roomme.id
Ilustrasi: roomme.id

Penetapan strategi alokasi penghasilan

Pada tulisan sebelumnya, "Tips Kekinian untuk Merencanakan Keuangan Pribadi" sedikit disinggung tentang strategi budgeting atau penganggaran. 

Kamu pilih sendiri strategi budgeting yang sesuai dengan kondisi keuanganmu saat ini, apa itu strategi 50/30/20 atau 40/30/20/10 atau formulasi lainnya silahkan sesuaikan. 

Alokasikan dengan konsisten anggaran keuangan pribadi untuk melakukan pengembangan diri. Pengembangan diri dilakukan untuk mempelajari keterampilan baru yang memiliki manfaat untuk menambah kualitas diri, agar dapat menyesuaikan dengan perubahan dunia kerja yang begitu cepat. 

Apabila kamu memutuskan untuk membuka usaha, pos pengembangan diri juga masih mungkin dialokasikan untuk mempelajari skills entrepreneurship yang diperlukan untuk penetrasi usaha, mempertahankan, atau mengembangkan usaha. 

Alokasi keuangan untuk 'pengembangan diri' dapat direncanakan dengan konsisten jauh-jauh hari/awal bulan atau pada saat baru memperoleh pendapatan. 

Pemilihan jenis keterampilan yang akan dipelajari dapat dilakukan survei terlebih dahulu dengan mengulik berbagai informasi baik dari rekan kerja, keluarga, atasan, atau mbah google terkait keterampilan apa yang diperlukan ke depan, berapa biaya pelatihannya, cara pelatihannya seperti apa, dan worth it kah pelatihan itu 'jika dibayar'. 

Maksudnya di sini, untuk mendapat pelatihan masak dengan menu umum seperti kroket, bakwan, tempe goreng orek, ya tinggal buka youtube dan waktu terus bahan untuk praktik plus niat dan juga keterampilan sudah bisa didapatkan.  Tidak perlu harus membayar biaya pelatihan yang besar. Jadi, harus cerdik juga memanfaatkan 'amunisi' yang terbatas untuk 'menembak sasaran'.

Ilustrasi: www.saturadar.com
Ilustrasi: www.saturadar.com

Manfaatkan keterampilan yang dimiliki untuk menambah pemasukan

Apabila pos keuangan sudah dialokasikan, dan secara konsisten telah melaksanakan apa yang telah direncanakan.

Tidak usah lama-lama, manfaatkan keterampilan yang sudah didapat untuk membuka jalan untuk penambahan pemasukan untuk keuangan pribadi. 

Misal jika kita sudah belajar keterampilan mengelola web, pergunakan keterampilan tersebut untuk memperoleh pendapatan dengan mendaftar sebagai freelancer pada situs-situs freelance yang memerlukan tenaga web design, atau  memanfaatkan koneksi teman, atau kerabat untuk jasa kita. 

Tambahan penghasilan dapat kita peroleh, dan tentu saja ada pengorbanan lain yang harus kita korbankan untuk itu, misalnya waktu dan tenaga.

Lagi-lagi evaluasi

Hal ini penting untuk dilakukan. Banyak dari kita yang mengikuti banyak pelatihan daring, namun sertifikat yang dimiliki hanya tersimpan rapi dalam folder-folder online tanpa memiliki manfaat berarti untuk memberikan timbal balik kepada kita atas 'pengorbanan' uang yang telah kita keluarkan.

Evaluasilah pengembangan diri seperti itu, apa yang salah ketika memutuskan memilih program re-skiling dengan 'kondisi sertifikat nganggur' seperti itu?

Apa karena termakan bujukan iklan program e-learning yang lagi marak dipromosikan sekarang ini, atau hanya sekedar 'ikut' tanpa niat benar-benar ingin mendalami keterampilan tersebut sehingga akhirnya berujung 'idle'. 

Keep trying and keep improving your skills. Kita memang tidak bisa memilih kita lahir seperti apa, atau dari keluarga dengan kondisi ekonomi bagaimana, tapi kita bisa memilih masa depan seperti apa yang akan kita capai, cita-cita yang akan kita raih ke depan. 

Mimpi itu milik siapa saja, siapa saja berhak memiliki bermimpi dan mewujudkan mimpinya. Tinggal, niatnya karena cuma yang konsisten yang akan bisa sampai ke ujung yang bangun dan mewujudkan mimpi dengan kerja keras, kerja cerdas diiringi doa kepada Yang Maha Esa, Sang Pewujud Mimpi.

Selamat Hari Pekerja, semoga angka pengangguran di Indonesia secara konsisten menurun dari tahun ke tahun. 

Optimis, kondisi ekonomi Indonesia ke depan akan lebih baik bagi kaum 'pekerja'. 

Jika, Amerika memiliki American's Dreams. Indonesia juga memiliki Indonesian's Dreams. Mimpi terwujudnya Indonesia sejahtera, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Salam (RE).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun