Mohon tunggu...
Dr. Renny Tade Bengu
Dr. Renny Tade Bengu Mohon Tunggu... Dosen, Guru, Penulis, Editor, Peneliti dan Pengarang

Memasuki ide hingga menjadi tenunan kata, kalimat dan paragraf menjadi masakan lezat bergizi...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tabah Sampai Akhir: Kisah di Monumen Kapal Selam Surabaya

28 Januari 2025   18:50 Diperbarui: 28 Januari 2025   18:50 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Matahari Surabaya bersinar cerah, memantulkan cahaya ke Kali Mas yang tenang. Di sana, di tengah hiruk-pikuk kota, berdiri sebuah kapal selam besar yang gagah, KRI Pasopati 410. Kapal ini bukan sekadar benda mati dari baja dan logam. Ia adalah saksi bisu perjuangan, pelindung samudra Nusantara, dan pengingat tentang keberanian manusia.

Hari itu, seorang ibu bernama Anna berjalan memasuki Monumen Kapal Selam bersama putrinya, Safira. Ini adalah kali pertama Safira melihat kapal sebesar itu. Matanya membulat penuh rasa ingin tahu. "Bu, apa kapal ini bisa menyelam jauh ke dalam laut?" tanyanya polos.

"Bisa, Nak," jawab Anna sambil menggenggam tangan putrinya erat. "Dulu, kapal ini digunakan oleh para pahlawan kita untuk melindungi negara. Mereka membawa semboyan: Tabah Sampai Akhir."

Di dalam kapal, ruang-ruang kecil mulai bercerita. Safira melangkah pelan melewati ruang torpedo haluan. Di dinding terdapat foto-foto lama para pelaut, mengenakan seragam lengkap, senyumnya samar namun tegas. "Ini ruang apa, Bu?" tanya Safira sambil menunjuk ke depan.

"Itu ruang torpedo. Di sinilah mereka menyiapkan senjata untuk menjaga perairan kita," Anna menjelaskan sambil mengagumi detail setiap sudut kapal.

Tak jauh dari mereka, Rahma, seorang mahasiswa yang datang bersama teman-temannya, sedang duduk menonton video sejarah singkat tentang KRI Pasopati. Video itu menampilkan bagaimana kapal selam ini pernah berjasa dalam Operasi Trikora, membelah gelap dan tekanan lautan demi satu tujuan: melindungi bangsa. "Merinding banget," bisik Rahma pada temannya. "Aku nggak bisa bayangin hidup berbulan-bulan di dalam kapal kecil ini, tapi mereka melakukannya dengan keberanian yang luar biasa."

Di luar kapal, angin Kali Mas bertiup lembut, membawa suara riuh tawa anak-anak yang bermain di sekitar jogging track. Shella, seorang mahasiswi yang duduk di kafe dengan laptopnya, memandangi suasana sambil menyeruput kopinya. "Ah, tempat ini membawa rasa tenang," gumamnya. Namun, pikirannya terbang pada cita-citanya yang sederhana, "Kalau saja ada lebih banyak fasilitas seperti colokan listrik, pasti Monkasel ini jadi tempat yang lebih nyaman untuk belajar dan bekerja."

Sementara itu, Safira meminta ibunya untuk berfoto di depan torpedo besar yang dipajang di luar kapal. "Bu, aku mau jadi pelaut!" katanya penuh semangat. Anna tertawa kecil, lalu berjongkok agar sejajar dengan putrinya. "Kalau kamu mau jadi pelaut, kamu harus belajar jadi tabah, ya. Seperti kapal ini, mereka selalu tabah sampai akhir."

Hari beranjak sore, dan pengunjung mulai berkurang. Namun, KRI Pasopati tetap berdiri kokoh, seperti monumen kesetiaan yang abadi. Ia tidak hanya menjadi simbol sejarah, tetapi juga pengingat bagi semua yang datang, bahwa keberanian sejati adalah bertahan dalam badai, hingga akhir.

Di tengah kota Surabaya, Monumen Kapal Selam tidak hanya mengajarkan tentang sejarah, tetapi juga tentang nilai-nilai kehidupan: tabah, berani, dan setia dalam setiap langkah kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun