Mohon tunggu...
Renita Pohan
Renita Pohan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film Yuni (2021): Mulai dari Stigma Negatif hingga Peranan Feminisme dalam Melawan Kaum Hegemoni di Indonesia

29 November 2022   22:20 Diperbarui: 29 November 2022   22:46 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: Tribun Jabar)

JAKARTA - Film seringkali dihubungkan sebagai bentuk atau potret dari hubungan pranata sosial, mulai dari pengambilan gambar yang mengandung makna dan realitas dalam kehidupan. Seperti contohnya ada pada film Yuni (2021)

Dalam film Yuni (2021) diceritakan seorang gadis desa yang hidup dengan belenggu aturan budaya dan juga agama dalam menggapai cita-citanya menjadi gadis yang dapat dengan mudah menentukan pilihannya sendiri, terlebih budaya patriarki merupakan budaya yang telah mengalir sejak lama dalam sejarah kebudayaan Indonesia.  

Film ini layak untuk dianalisis dalam merepresentasikan kekuasaan-kekuasaan patriarki dan kaum hegemoni yang ditinggikan sebagai tantangan feminisme dalam melawan kekuasaan tersebut demi sistem sosial dan peranannya yang menuju kesetaraan. 

Selain itu, hegemoni yang direpresentasikan dalam film ini adalah minimnya kesempatan perempuan untuk memegang haknya secara utuh karena hambatan yang diterima secara fisik baik melalui kekerasan atau aturan budaya yang mandarah daging.

Definisi Patriarki sendiri adalah kekuasaan atas sistem dan peranan sosial yang dipegang oleh laki-laki di mana bentuk perlawanannya merupakan feminisme; sedangkan feminisme tidak melulu diperjuangkan oleh perempuan, melainkan laki-laki dengan kesadarannya juga dapat memperjuangkan hak-hak kesetaraan dalam peranan sosial tanpa memandang gender.

Meski sebenarnya dalam bentuk perlawanan tidak melulu memberikan efek yang positif namun hal ini juga membuktikan bahwa dalam bentuk perlawanan feminisme terhadap patriarki ditujukan untuk memberikan simbol pemberontakan dan bukan untuk memberlakukan secara universal di mana letak konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat sendiri tidak akan berlaku secara universal (menyeluruh) jika tidak timbul kesadaran akan belenggu aturan dan pola pikir yang menghadang kesetaraan tersebut; yang notabenenya merepresentasikan secara visual dan nilai bahwa kaum perempuan adalah kaum yang lemah.

Di Indonesia sistem sosialnya banyak diwarnai dengan problematika pernikahan dini, pentingnya keperawanan bagi kaum perempuan, peranan sosial yang lebih digandrungi oleh laki-laki membuat ketimpangan dan kekuasaan patriarki semakin menjadi sasaran di dalam film ini. 

Terlebih sosok perempuan yang keras kepala seperti Yuni dengan pemikiran-pemikirannya adalah bentuk yang tidak toleran dan dianggap menjadi ancaman bagi aturan dan kebudayaan setempat. 

Budaya menikah setelah lulus sekolah juga menjadi hal yang lumrah karena kejadian ini dianggap lebih memperbaiki status perempuan sebagaimana perempuan hanya pantas 'melayani' kaum laki-laki entah itu sebagai orang yang memberikan keturunan atau hanya sebatas mengurus rumah tangga.

Tidak ada kesempatan lain di luar itu bagi perempuan terlebih, kebijakan privasi pun tidak didapat dengan adanya syarat perawan jika ingin bersekolah yang dibiayai pemerintah atau dimadu dengan saudagar setempat demi menopang kehidupan secara ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun