Melanggar keadilan, karena manusia tidak mempunyai hak untuk menghilangkan nyawanya, yang tidak dia ciptakan sendiri, namun mendapatkannya dari Tuhan. Melanggar harapan, karena seseorang yang bunuh diri tidak mempercayai kasih dan belas kasih Tuhan.Â
Dan pelanggaran terhadap cinta kasih, terjadi karena merusak ikatan solidaritas dengan keluarga, bangsa dan umat manusia (lih. KGK, 2281). Dengan demikian, bunuh diri, kalau dilakukan dengan sesadar-sadarnya, memang merupakan dosa berat.
Paus Yohanes Paulus II, melalui ensikliknya mengenai Nilai Hidup manusia yang tak dapat diganggu gugat, mengatakan bahwa Tradisi Gereja selalu menolak bunuh diri sebagai pilihan kejahatan yang berat.Â
Meskipun suatu kondisi  psikologis, budaya dan sosial tertentu barangkali mendorong seseorang untuk menjalankan tindakan, yang begitu radikal berlawanan dengan kecondongan hidup yang menyatu dengan kodrat manusia.Â
Kondisi demikian mengurangi atau menyingkirkan tanggung jawab subjektif, bunuh diri dipandang secara objektif suatu tindakan imoril yang berat. Dalam kenyataannya yang terdalam bunuh diri berarti penolakan kedaulatan mutlak Allah atas hidup dan maut.