Mohon tunggu...
Imroah
Imroah Mohon Tunggu... Lainnya - Hidup dalam ketenangan

Seneng Ghibahahahaha

Selanjutnya

Tutup

Diary

Terserah, Cerita Keluarga

27 Mei 2021   21:44 Diperbarui: 27 Mei 2021   22:05 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul ini lahir karena tidak tahu akan memberi judul apa tentang tulisan ini. Pada intinya terserah-terserah anda hendak memberi judul apa.

Saya menulis tulisan ini karena sangat terkagum-kagum dengan skenario Tuhan yang selalu membuat kejutan-kejutan yang tak terduga. Pada mulanya memang saya hendak menulis tulisan ini karena baru tahu jika "orang rumah" ternyata maiyah lovers. Dan saya terheran-heran. Namun saya urungkan danlebih tertarik untuk menuliskan perjalanan yang entah  gede rumongso atau tidak dengan eksperimen yang saya lakukan.

Saya sangat kagum dengan dakwah Nabi Muhammad Saw. yang sangat presisi. Terkagum dengan semuanya, termasuk metode dakwah yang sering kita kenal dengan metode pemberian contoh "sidiq, amanah, tabliq, fatonah". Lagi-lagi saya mungkin GR tapi karena kegembiraan ini, rasa ke-GR an menjadi ladang untuk menikmati kebersamaan dengan Tuhan. Bahwa Tuhan selalu dipihak kepada saya. Hehehe, dengan semua jalan yang selalu membuat saya geleng-geleng kepala.

Mulanya saya terheran dengan Ayah yang lebih slow, tidak seperti dahulu, kakak laki-laki juga sekarang sudah kembali aktif menjadi muazin didepan rumah. Entah mengapa nuansa agamis saya rasakan di keluarga kecil kami. Ya, mungkin ini remeh. Tapi saya senang karena Tuhan sumeleh dengan doa saya sepanjang hari. Keyakinan bahwa tidak ada yang bisa membolak-balikan hati kecuali penguasa hati. Maka saya selalu berharap kepadanya untuk hal-hal receh (termasuk doa untuk keluarga); karena bagi saya keluarga adalah penentu surga atau neraka di dunia.

Kembali lagi mal-praktek yang saya lakukan adalah pemberian contoh, mungkin ini terlalu lebay. Atau mungkin ini sebenarnya juga tidak pantas disebut pemberian contoh namun lebih pada melakukan apa yang krentek hati saya tujukan. intinya tidak salah ketika fingerprint menyatakan bahwa saya orang dengan dominan full otak kanan. 

Maka menurut pemapar fingerprint bisa sangat dimungkinkan untuk melihat karakter orang dengan intuisi dan dengan  tingkat akurasi yang lebih besar. Namun disisi lain ketika saya dites tentang angka, tidak butuh waktu lama bisa terjawab. Entahlah apa mungkin karena saya juga menyukai angka. Tapi bukankah orang dominasi otak kanan akan lebih sulit dengan hal berbau angka ? Penjelasan beliau adalah bahwa orang dewasa bisa lebih cepat berkembang otaknya untuk seimbang; antara otak kiri dan kanan ketika dia sadar untuk menyeimbangkan atau karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman. Ok. Bisa diterima penjelasan itu. Katika penjelasan bisa saya pahami, pasti saya diam. (saya sadar diri, saya ngeyelan, hahaha)

Suadah-sudah, kok jadi nglantur kemana-mana. Saya ingin menuliskan tentang keluarga kami yang perlahan sudah tidak seeksrim dulu terutama tentang hal-hal yang bersifat materialistik atau selalu menilai sesuatu dengan materi. Kami memang bukan dari keluarga yang agamis, bahkan sangat biasa-biasa saja. Namun menurut saya, didikan ibu adalah penentu. Karena apa yang diajarkan oleh seorang ibu adalah yang saya pakai sekarang. Misalnya; ibadah lima waktu ketika kecil. Ketika main di sungai, manjat pohon, main kelereng (dulu saya tomboy, saat kecil) beliau tidak segan memukul saya dengan parang, tongkat sapu, atau barang apa saja yang telihat mata ketika saya tidak bergegas sholat. pelajaran itu membekas dan saya terapkan hingga sekarang. Meskipun hal tersebut hilang ketika ibu mengalami kecelakaan dan harus berpulang; ketika saya masih kelas 6 SD.

Perjalanan demi perjalanan  saya tempuh, dan perjalanan itu membawa saya ketitik dimana saya harus berusaha mengubah mindset keluarga tentang hidup yang tidak selalu bewajah materi. Meskipun saya tahu bahwa saya bukan perubah mindset mereka. Usaha memberi contoh,  baik itu perilaku atau kebiasaan yang tidak tergantung dengan uang, hanya memberi cerita-cerita baik ketika di perantauan, menyelipkan sepatah dua patah kata untuk "ileng" dan apapun yang diisaratkan hati. Saya tidak GR-GR amat jika ini adalah sebab dari akibat. Namun ketika akibat adalah sesuatu yang indah maka saya selalu berprasangka baik terhadap Tuhan bahwa Ia maha jeli mendengar doa.

Saya selalu berusaha baik-baik saja dihadapan keluarga dan Ayah terutama, karena bagi saya apapaun perkataannya adalah titah. Suatu ketika saya diminta untuk segera berumah tangga dan ketika itu saya belum siap. Saya dibuat kelimpungan dengan semua itu. Kesalahan saya adalah perbendaraan kata yang salah. Niat awal adalah bercanda namun Ayah menganggap hal tersebut merupakan kesalahan. Yang saya lakukan tidak lebih membesarkan hati beliau agar menerima argument saya. Setidaknya saya menyampaikan bahwa semuanya adalah kehendakNya, dan meminta doa terbaik untuk selalu menyertai setiap langkah.

Yah saya tahu dan paham tentang kecemasan orang tua karena saya adalah anak terakhir. Dan mungkin  sedikit berbeda dengan kedua kakak, terutama terkait survive. Ayah menghawatirkan jika terlalu keasyikan dengan apa yang saya lakukan sehingga lupa untuk segera berumah tangga. Terlebih usia Ayah semakin lama semakin menua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun