Mohon tunggu...
Regen wantalangi
Regen wantalangi Mohon Tunggu... Penulis - dalam hening ada renung

si tou timou tu mou tou

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Filosofi Minahasa

27 Maret 2020   11:52 Diperbarui: 28 Mei 2020   11:15 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber mentah: flickriver.com

"benar! Sam, kita kaya sampe sekarang tapi tidak makmur lagi, sekarang Belanda berkuasa dinegeri kita ini, kamu tidak baca depan kantor VOC ada tulisan 'anjing dan priibumi dilarang masuk' itu berarti kita orang pribumi setara dengan anjing bagi orang-orang hidung belang itu" oh jiwa om Alo seakan-akan membara dan memaknai perkataannya.

 "sudah ratusan tahun, Belanda menduduki negeri kita ini Sam, bayangkan sudah berapa banyak emas dan perak yang mereka curi, ohh mungkin suda seperti gunung Kamintong yang kita akan daki ini, oh atau mungkin sudah selebar danau Tondano ini Sam. Dan rumah kita masih beratapkan daun seho (daun aren) sedangkan mungkin atap rumah mereka sudah beratapkan permata" sambung kata om Alo dengan tegas.

 Sam merenung sejemak dan berkata "itu bukan urusanku, aku hanya anak kemarin sore yang baru tahu tentang kuda hitam dan baru tahu tentang apa yang akan aku jalani hari ini". Kata om Alo "tidak Sam, kamu sudah dewasa".

 "bahkan aku tidak tau apa itu dewasa" dengan berani Sam menghimpitkan kalimat om Alo. Sam sengaja mengatakan seperti itu supaya om Alo diam dan dan tidak membahasnya lagi. Lagipula om Alo bukannya fokus ke depan karena hampir-hampir kudanya terantuk batu, karena om Alo tidak memegang tali kendali dengan baik.

 Namun dengan nada yang pelan yang sedikit menghasut untuk meminta maaf karena perkataannya tadi yang kurang sopan bagi anak seusianya yang sebenarnya harus tunduk kepada orang yang lebih dewasa Sam berkata " jadi om apa yang harus kita lakukan, dan apa yang harus diperjuangkan untuk negeri ini, bukankah orang Belanda lebih kuat dari kita bahkan merek memiliki senjata dan meriam yang cukup janas itu, bukankah mereka yang sudah membuat sekolah-sekolah bagi pribumi dan bukankah ada banyak pribumi yang menjadi anggota mereka?"

Om Alo tertawa dan tersenyum manis bukan karena mendengar Belanda yang diangkat dalam argumennya Sam tetapi kerena betapa tahunya Sam akan hal itu yang membuktikan bahwa Sam bagi om Alo bukan anak-anak lagi, "Sam dari perkataanmu itu sudah mengisyaratkan kalo kamu mengerti situasi dan kondiri negeri kita, dan kamu bukan anak-anak lagi" sambung om Alo dengan suara yang sedikit pelan karena ditengah desa "yang kita harus lakukan adalah merebut negeri kita yang tercinta ini" dan sambil menghirup udara segar.

Perjalanan yang ditempu om Alo dan Sam sekitar tiga jam sampai pada lereng gunung kamintong yang tepatnya di desa Eris. Gunung Kamintong adalah gunung di pesisir danau Tondano yang mana oleh belanda dijuluki sebagai Triang D, dalam perjalanan ini Sam menikmati pemandangan dan kekayaan alam sekitar danau Tondano ini,  sampai di lereng gunung kuda hitan milik om Alo sudah tidak bisa lagi dipakai untuk mendaki karena terlalu terjal dan banyak lubang-lubang bekas bom-bom belanda di gunung Kamintong, kuda hitam perkasa kesayangan om Alo terpaksa dititipkan di desa eris salah seorang warga yang juga adalah seorang anggota Jong Selebes, teman dari om Alo.

  • Sekolompok tentara hidung belang

Naas, sementara dalam perjalanan pendakian disebela barat gunung Kamintong, Sam dan Om Alo tiba-tiba bertemu dengan sekelompok tentara Belanda yang datang dari sebela selatan gunung kamintong. Door! Tembakan dari tentara belanda kepada Sam dan Om Alo.

 "Sam! Sembunyi dibalik pohon yang besar itu" teriakan om Alo dengan nyaring dan kaget karena tembakan itu, padahal Sam hanya berdiri di sampingnya.

dengan sangat takutnya Sam langsung berlari dibelakang pohon yang besar itu sambil memegang rantang yang berisi makanan dia bersembunyi.

 Door! Pang! Pang! Door! Bunyi senjata dan pistol dari tentara Belanda yang tertuju pada om Alo, dengan lihainya om Alo tidak menyerah namun mengambil posisi yang tepat untuk membalas bidikan demi bidikan, peluru yang keluar dari tentara Belanda. Om Alo dengan tidak gentarnya berusaha melawan Belanda dengan pistol yang dimilikinya, dengan kelincahan dan ketepatan om Alo berhasil membidik dan mengenai sasaran, satu orang tentara Belanda mati tertembak, dan kini jumlah mereka tinggal enam orang, peluru yang ada dalam pistol Om Alo tinggal tiga lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun