Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Perempuan Harus Memilih (Part 2)

18 Juni 2022   22:38 Diperbarui: 18 Juni 2022   22:40 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan sedang menangis (foto: iStock)

Tiga bulan berlalu, setelah kabur dari rumah, Rena dan Jimi tinggal di pedalaman kabupaten TTU. Mereka tampak bahagia walaupun hidup serba kekurangan. Rena berusaha menjadi seorang istri yang baik bagi Jimi dan Jimi pun berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab.

Di sana Jimi tak hanya bekerja sebagai tukang ojek, tetapi kadang -- kadang ia juga bekerja serabutan sebagai buruh bangunan, petani dan sebagainya. Pokoknya apa pun dikerjakannya demi memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Penghasilannya tidak banyak, tapi cukuplah untuk makan minum setiap hari.

Walaupun susah, Rena tak banyak mengeluh. Ia percaya pada suaminya. Ia yakin bahwa suaminya akan melakukan apa saja agar mereka tidak sampai mati kelaparan di tanah yang jauh dari sanak keluarganya. Di lain pihak, Jimi mulai merasa iba pada istrinya itu. Ia tidak tega melihat istrinya bersusah -- susah. Karena itu berusaha sekuat tenaga agar setiap hari bisa menghasilkan uang untuk kehidupan keluarga barunya.

Suatu hari saat duduk di pangkalan ojek di kampungnya itu, Anton dan Blas teman sesama ojek bergabung duduk di situ.

"Su dapat berapa orang ini hari, Jimi?" Blas memulai percakapan mereka.

"Saya baru dapat 5 orang, tapi saya antar dekat -- dekat sini sah. Abis lu su dapat berapa?" kata Jimi.

"Saya ju parah, dari tadi keliling -- keliling nih baru muat ambil 4 orang. Ai ojek sekarang setengah mati." Sambung Blas

"Saya ju hanya dapat 3 orang. Mamtua dong lebih pilih naik kijang ojek daripada naik motor. Kita biar rayu -- rayu dong ju, mereka tidak mau." Anton ikut nimbrung.

"Tapi klo kamu dua mo dapat uang banyak, lebih baik berenti ojek dan pi kalimantan sana. saya pu kaka, ada cari orang untuk kerja di perusahaan kelapa sawit. Dia bilang kerja di sana terlalu enak. Satu bulan kita bisa dapat sampe 5 juta." Sambung Anton.

"A, lu pu kaka sapa?" Tanya Jimi

"Ai Tinus sah. Dia su sukses e di sana. Dia bos su angkat jadi mandor. Makanya dia pun PT ada utus dia ke sini untuk rekrut tambah tenaga." Jawab Anton

"Saya tertarik mo ikut, tapi son ada uang ni bagaimana su?" Tanya Blas

"Lu son usah cemas, uang kapal, uang makan dan termasuk uang untuk keluarga, mereka su siap. Lu tinggal siap jalan sa. Tapi nanti lu mulai kerja di sana baru mereka potong gaji pelan -- pelan." Anton menjelaskan

"Wah bagus e, sebentar pulang sa omong deng maitua dulu. Abis itu baru saya kasih kabar e." Kata Jimi sambil memakai helm dan menyalakan motornya. Ia lalu meluncur ke rumah meninggalkan dua temannya itu.

***

Jimi tiba di rumah jam 5 sore. Rena menyambutnya dengan senyuman yang manis.  Ia lalu duduk berselonjor kaki di kursi kayu di rumahnya.

"Sayang, buat kopi dulu."kata Jimi

"Kopi su abis sayang." Jawab Rena

"Hae, kopi su abis lagi?" Tanya Jimi

"Hmm, memangnya lu ada beli kopi berapa kipas baru bilang kopi su abis lagi ini?" Rena balik bertanya pada suaminya.

"Ho baik su, ini hari saya hanya dapat 30.000. lu pi beli ambil kopi di kios depan dulu". Kata Jimi sambil mengambil uang di saku celananya.

"Kita punya beras ju abis sayang." Kata Rena lagi sambil mengambil uang dari sang suami.

"Na lu pi beli sekalian to sayang. Kenapa harus kastau saya  lagi."              

Rena tidak menjawab langsung keluar menuju kios.

***

Saat makan malam, Jimi memulai percakapan mereka malam itu.

"Sayang, tadi pas ojek saya ada ketemu Blas deng Anton. Mereka ada omong -- omong soal Tinus yang ada cari orang untuk kerja di Kalimantan sana. dong bilang di sana gaji talalu enak."

"Kenapa omong begitu sayang, memang sayang ada niat mo pi sana kah?" tanya Rena

"Su beberapa hari ini penumpang setengah mati, klo tiap hari hanya dapat 30 ribu ni kita bisa mati kelaparan. Lagian nanti mereka kasih tinggal uang memang untuk sayang, dong tanggung uang kapal dan termasuk uang makan sepanjang perjalanan." Jimi berusaha menjelaskan

"Kau jalan ini baik saja sayang. Tapi saya tidak bisa tinggal sendiri di sini. Ini tempat asing untuk saya. Jauh dari saya pun keluarga. Tidak bisa bahasa dawan lagi. Nanti saya mau butuh apa -- apa setengah mati". Rena berusaha menolak keinginan sang suami.

"Kau tidak usah cemas. Nanti saya kasih tahu Nela untuk temani kau di sini. Saya pi percobaan satu tahun saja sayang. Klo bagus saya datang ambil kau untuk kita tinggal sama -- sama di sana. Ato saya pi cari ambil modal sa, kita pake buat usaha di sini". Jimi berusaha meyakinkan.

"Kalau sayang memang su yakin dengan sayang pu keputusan begitu, terserah sayang saja. saya bisa apa." Kata Rena pasrah.

"Kau son usah kuatir. Saya jalan ini untuk ubah kita pu nasib. Saya akan bekerja keras di sana dan kirim uang tiap bulan untuk kau sayang. Besok kita dua pi Tinus e sayang." Kata Jimi sambil memeluk erat -- erat istrinya.

Rena hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah kata pun.

***

Malam itu Jimi tidur dengan sangat pulas. Tetapi Rena tidak bisa tidur. Matanya terus menatap ke atap rumah. Sesekali berbalik ke arah sang suami sembari menatap wajah polos suaminya. Air mata mengalir tidak bisa ia bendung. Dia sangat takut kehilangan Jimi, dia pun takut suaminya tidak bisa kembali lagi ke pelukannya.

Selain itu dia juga mencemaskan kandungannya. Anak itu butuh bapaknya. Dia rentan pada berbagai bahaya di luar apalagi tanpa seorang suami di samping. Dia berharap suaminya berubah pikiran besok pagi dan mereka tetap hidup bersama walaupun serba kekurangan.

Dia lalu ingat pada patung Bunda Maria di rumahnya dulu. Patung itu dia simpan di dalam kopernya. Dia ambil koper itu. Dia membongkarnya secara perlahan dan menemukan patung tersebut. Dia ambil patung itu diciumnya dengan penuh kasih, lalu ia letakan di atas meja. Dia kemudian hening sejenak di depan patung dan hanyut di dalam doa -- doa.

Saat terbangun pada pagi hari, Jimi menemukan dirinya sendiri di atas ranjang. Rena menghilang entah ke mana. Namun sayup -- sayup terdengar bunyi piring, senduk dan percikan air serta suara nyala api di kompor yang terdengar seperti musik tarian Likurai di dapur. Ternyata Rena sementara mempersiapkan sarapan untuk mereka.

Belum sempat Jimi turun dari ranjangnya, sang istri sudah duduk di pinggir ranjang sambil menyuguhkan senyuman manisnya. Jimi menyambut istrinya dengan senyuman yang sama sambil berusaha melepaskan selimut.

"Sayang, kita jadi pi Tinus pu rumah?" Tanya Rena mengawali pembicaraan mereka pagi itu.

"Jadi e sayang. Kenapa?" Balas Jimi

"Sonde, saya tanya sa. Memangnya sayang su yakin mau jalan kah? Lu su tidak sayang saya lagi kah? Lu mau jalan kas tinggal saya yang ini su ko? Lu tega ka kasih tinggal saya sendiri di sini, jauh dari saya punya orang tua, saudara dan sanak keluarga?" Rena mulai merentet Jimi dengan pertanyaan -- pertanyaan. Air mata mulai membasahi pipinya.

"Bukan begitu sayang. Saya terlalu sayang kau dan makin hari saya makin sayang kau. Hanya saja saya tidak mau kau hidup susah. Saya jalan ini karena kau dan anak kita. Ini untuk kita pu masa depan sayang."

"Omong kosong. Kau sonde sayang saya. Ko tipu saya, Jimi." Katanya sambil menangis. Kepalanya menelungkup di dada suaminya.

Jimi memeluk Rena dan terus berusaha menenangkan istrinya itu.

"percaya saya sayang. Saya terlalu sayang kau. Saya pi sebentar saja. abis itu saya langsung pulang kembali kalau su dapat cukup modal untuk kita buat usaha di sini. Dan kalau memang di sana bagus, saya akan datang ambil kau untuk tinggal di sana." kata Jimi.

"Sayang, kau boleh jalan. Tapi harus selalu kasih kabar e. kalau sampe hilang kabar. Saya pulang kembali pi saya punya orang tua." Kata Rena sambil terus menangis.

Setelah itu mereka langsung menuju ke rumah Tinus.

***

Seminggu setelah bertemu Tinus, pada pagi hari di rumah Jimi ada pemandangan yang berbeda. Jimi tampak memakai tas ransel berwarna hitam dan menjinjing beberapa barang bawaan. Sedangkan Rena terlihat menggandeng suaminya itu menuju sebuah pick up putih yang terparkir di depan rumah mereka.

"Jalan baik -- baik e sayang. Jang lupa sering -- sering kasih kabar kalu su tiba di sana". Kata Rena.

"Iya Sayang. Sayang ju baik -- baik di rumah. Nela nanti temani sayang di sini. Ada masalah apa -- apa di sini ju harus selalu info e." Kata jimi sambil mencium kening istrinya dan mengelus -- elus perut istrinya yang sudah bertambah besar.

Jimi menaruh barang -- barangnya di atas pick up yang sudah menunggu dan bergabung dengan beberapa orang yang sudah ada di atas pick up itu. Mereka pun berangkat ke tempat perantauan. Rena hanya bisa menatap mereka yang semakin menjauh dan menghilang di antara pepohonan.

Nela yang sudah beberapa hari tiba di rumah, mengajak Rena masuk ke dalam rumah. Rena dengan perut besarnya masuk ke dalam rumah sambil menyeka air mata. Ia sangat sedih. Ia merasa kehilangan semangat dan kesepian. Pria yang dia cintai dan menjadi satu -- satunya harapannya pergi ke negeri antah berantah. Negeri yang nun jauh di mata. Negeri yang menjanjikan berkat dan kutukan dalam waktu yang bersamaan.

Saat mereka berdua Jimi ke rumah Tinus. Tinus memberikan uang 5 juta kepada mereka. 3 Juta digunakan sebagai bekal perjalanan Jimi dan 2 juta sisanya diberikan kepada Rena.Uang itu disimpannya dengan baik -- baik di dalam rumah dan akan digunakan dengan penuh perhitungan karena dia sendiri tidak punya pekerjaan. Dia berharap sepenuhnya dari penghasilan sang suami.

***

Sebulan kemudian keuangan Rena semakin menipis. Jimi pun makin jarang menghubunginya. Beruntung ada Nela di situ sehingga ia masih punya teman cerita, teman berbagi suka dan duka sehingga sekalipun sering mengalami kesulitan Rena tetap merasa kuat.

Suatu sore, tak ada angin tak ada hujan, Blas berkunjung ke rumah Rena.  Rena tidak begitu kenal dengan Blas. Tapi dia tahu Blas adalah teman suaminya. Karena itu dia menerima dengan baik Blas di rumahnya.

"Selamat Sore ade Rena". Sapa Blas

"Selamat sore juga Kaka Blas. Ada apa sore -- sore singgah rumah ni?" Tanya Rena

"Saya cuma singgah sebentar. Mau lihat -- lihat keadaan di sini. Sapa tahu ada yang bisa saya bantu". Jawab Blas.

"Kami aman dan sehat. Tidak ada masalah." kata Rena

"oh syukurlah. Saya hanya kuatir saja, lihat kamu 2 perempuan sendiri. Kebetulan Jimi ju saya pu kawan baik. Saya hanya mau membantu." Kata Blas

"Tidak ada yang perlu dibantu. Kami dua aman sah." Kata Rena sambil tersenyum.

"Tapi omong-omong jimi pu kabar bagaimana?" Tanya blas

"Su satu minggu ini dia son kasih kabar. Telpon, SMS, WA ju son balas -- balas. Saya mulai kuatir dia ada apa -- apa di sana." Jawab Rena.

"Jang sampe dia su kena pengaruh dengan kehidupan di sana. kalo pi kalimantan iman son kuat, pasti lewat sah."Kata Blas

"pengaruh bagaimana?" Tanya Rena

"Di sana kita pu orang dong hidup foya -- foya. Suka main perempuan. Su begitu mereka ba kawin sembarang sonde peduli su ada istri ko suami di sini. Mereka malas tahu sah." Blas Menjelaskan

"Saya yakin Jimi tidak begitu. Dia tipe laki -- laki setia. Saya berani jalan kastinggal saya pu keluarga karena saya percaya deng dia".

"Semoga begitu e. saya ju kenal baik Jimi. Tapi kita son tau e di sana". Kata Blas

"Abis kaka Blas tahu cerita ini dari mana?"Tanya Rena

"Saya lama tinggal di sana, jadi saya tahu seluk beluknya". Kata Blas

"Abis kenapa kaka pulang?" tanya Rena lagi

"Pokoknya ceritanya panjang. Tapi yang pasti kehidupan di Kalimantan begitu su. Lu banyak doa sah, supaya dia tidak kena pengaruh di sana. saya pamit e."Kata Blas lagi.

"oh baik kk. Jang marah e saya son sempat bikin minum". Kata Rena sambil mempersilahkan Blas pergi dari rumahnya.

Setelah Blas pulang, Rena seperti sangat kuatir pada suaminya. Dia mengirim pesan lewat sms dan WA tapi tidak ada balasan. Dia juga menelpon berulang -- ulang tapi tak ada jawaban. Padahal uangnya hampir habis, beras tinggal sedikit dan dia membutuhkan perhatian dari sang suami apalagi saat itu dia sementara mengandung.

Satu -- satunya cara yang bisa dia lakukan malam itu adalah duduk di hadapan patung bunda Maria. Lalu masuk dalam keheningan doa -- doa. Air mata dibiarkan mengalir, ada sedikit rintihan tapi ia tahan supaya tidak didengar Nela. Dia pasrahkan semua beban kehidupannya ke dalam tangan Tuhan. Dia percaya Tuhan akan memulihkan kehidupannya.

***

 Berminggu -- minggu menunggu kabar dari Jimi yang tak kunjung tiba. Rena mau tidak mau bekerja serabutan mencuci pakaian tetangga demi menyambung hidupnya. Pekerjaan ini tidak menghasilkan banyak uang namun cukuplah untuk makan dan minumnya setiap hari. Hal ini tentu membuat Rena sangat kelelahan, apalagi setiap malam ia hampir tidak bisa tidur karena memikirkan Jimi.

Lalu sesuatu yang buruk terjadi. Saat dia pulang mencuci pakaian di rumah tetangga. Tiba -- tiba ia merasa sangat pusing dan terjatuh. Beberapa orang yang melihat kejadian itu segera menolong Rena. Mereka membopongnya ke rumahnya yang tak jauh dari situ. Namun dalam perjalanan mereka menemukan bahwa pakaian Rena berlumuran darah.

Karena tak mau mengambil resiko mereka memanggil Om Peu, salah satu sopir Kijang Ojek di sekitar situ untuk mengantarkan Rena ke puskesmas terdekat. Om Peu pun melaju ke puskesmas dengan tergesa -- gesa berharap bisa sampai di tujuan sebelum hal terburuk terjadi pada Rena. Beruntung mereka tiba dengan selamat dan dokter yang bertugas di puskesmas itu ada di tempat.

Setelah beberapa jam dirawat Rena akhirnya siuman. Satu -- satunya orang yang dicarinya pertama adalah Jimi. Tetapi dari sekian pasang mata yang menatapnya tak ada Jimi di situ. Hal itu membuatnya sangat sedih.

Dia lalu melihat dokter masuk ke ruangannya itu. Dokter mengambil beberapa alat di situ dan memeriksa keadaan Rena. Setelah itu dokter meminta semua pengunjung keluar karena ingin mengatakan sesuatu yang penting dan rahasia.

"Ibu Rena, saya ingin sampaikan sesuatu yang penting." Kata dokter

"Iya dokter. Silakan". Kata Rena

"Tapi, mana suami ibu? Karena informasi ini penting untuk kalian". Tanya dokter

"Maaf dokter, saya punya suami masih di kalimantan". Jawab Rena

" Oh baik bu. Begini, tadi waktu jatuh, ibu mengalami pendarahan yang begitu hebat. Beruntung keluarga ibu bisa membawa ibu ke sini tepat waktu sehingga ibu bisa selamat. Tapi sayangnya ibu keguguran. Janin ibu tidak bisa kami tolong." Dokter menjelaskan

Rena tidak bisa menjawab sepatah kata pun. Dia menangis sejadi -- jadinya. Dokter berusaha menenangkan dia. Tetapi dia tidak bisa berhenti menangis. Dia merasa sangat putus asa. Setelah kehilangan orang tua, ia kehilangan suami dan kini ia kehilangan anaknya. Ia merasa hidupnya sudah selesai. Tidak ada yang bisa diharapkan.

***

Setelah kejadian itu, Rena tidak pernah berdoa lagi. Patung Bunda Maria  di kamarnya dia masukan kembali ke dalam koper. Dia merasa doanya sia -- sia. Tuhan hanya memberi kelegaan sesaat tetapi ia mengambil kembali semua darinya, orang tua, suami dan anak. Kini tinggal dia sendiri tanpa harapan.

Lama Rena bergumul dengan pikiran, perasaan dan tubuhnya. Kepercayaan pada Tuhan mulai pudar. Ia bahkan ingin bunuh diri saat tak ada jalan keluar lagi. Ingin berdoa, tapi tak takut ada jawaban. Ingin bertahan menunggu suami, tapi tak ada kepastian. Ingin kembali ke orang tua, tapi tak ada keberanian. Dia mengacak -- acak rambutnya. Dia mengoyak bajunya sambil berteriak sekeras -- kerasnya. Lalu menangis terisak di dalam kamar.

Nela melihat semua kejadian itu. Namun dia tidak tahu mau berbuat apa. Mau membantu takut dilabrak. Tidak mau membantu takut dianggap tidak peduli. Dia hanya berdiri terpaku di balik pintu kamar sembari ikut mengeluarkan air mata.

Saat merasa tubuhnya mulai pulih, Rena akhirnya membuat keputusan yang sulit. Dia ingin pulang kembali ke rumah orang tuanya. Apa pun yang akan terjadi nanti dia sudah siap dengan segala kemungkinan. Dia siap jika orang tuanya menolak kehadirannya. Dia siap menjadi buah bibir tetangga bahkan dikucilkan orang satu kampung.

Tak ada pilihan lain. Jika hanya berharap pada Jimi, dia bisa mati kelaparan. Sudah terlalu besar pengorbanannya tuk bisa dapatkan cinta Jimi. Dia tidak bisa terus menerus  mengorbankan diri untuk sesuatu yang sia -- sia dan tak ada masa depan. Dia harus rela meninggalkan semuanya demi sesuatu yang baru.

Rena lalu memanggil Nela. Kepada adik suaminya itu dia menyampaikan segalanya termasuk keputusan untuk pulang kembali ke orang tuanya. Nela memaklumi semuanya. Dia tahu penderitaan istri kakaknya itu. Mereka  berpelukan sambil menangis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun