Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Masih Mencintaimu Bapak

20 Februari 2021   23:03 Diperbarui: 20 Februari 2021   23:21 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Begini Rini. Kalau benar Rini tidak ada keluarga di Kupang. Nanti Rini nginap saja di rumah Om sampai Om temukan kost untukmu". Ia menghisap rokoknya dan menghembuskan kembali asap lewat mulut dan hidungnya. Aku mengangguk pelan sambil terus menangis. Ada rasa haru. Ada pun kekhawatiran. Tapi aku terima saja tawaran baik ini.

Setelah makan, Bus kembali melaju. Kali ini aku merasa lebih nyaman duduk di samping Om Rony. Sekalipun aku tidak berbicara dengannya aku merasa lebih leluasa bersikap. Aku tidak harus melihat keluar bus terus menerus. Sesekali aku melihat orang -- orang di dalam bus. Dua orang ibu yang duduk bersebelahan dengan kami nampak tertidur lelap. Om Rony pun matanya tampak sayup -- sayup menahan kantuk yang hebat. Sedangkan si konjak, asyik menggelantung di pintu bus menikmati hembusan angin sepanjang perjalanan.

***

Kupang, Pukul 17.00

Kami tiba di Kupang saat langit tampak berwarna jingga keemasan. Kami berhenti sejenak di Terminal Oebobo, lalu melanjutkan perjalanan menggunakan mikrolet ke suatu tempat yang aku tidak tahu namanya. Selama dalam perjalanan Om Rony diam saja.

Ia tidak mengajak aku berbicara kecuali pada saat turun dari bus dan naik mikrolet. Selebihnya ia asyik mengisap rokok yang seolah tak pernah habis. Kadang -- kadang ia mengambil hape dari saku depan celananya, melihat sebentar dan menyimpan kembali ke saku yang sama. Hingga akhirnya ia memberhentikan mikrolet di depan sebuah rumah yang cukup besar.

            "Ayo turun Rinny, kita sudah tiba di rumah Om". Kata Om Rony sambil mengajak aku turun dari mikrolet. Ia kemudian mengambil 3 lembar uang dua ribu dari dompetnya dan memberikan pada konjak[3] mikrolet. Setelah mikrolet berlalu, ia membimbing aku masuk ke rumahnya. Rumah itu tampak sepi. Tak ada sambutan istri atau anak atau pun pembantu. 

Ia kemudian membuka pintu rumah, mempersilahkan aku masuk dan menutup kembali pintu.

            "Jangan sungkan Rinny, anggap saja rumah sendiri". Kata Om Rony sambil mengangkat hape[4] dan meletakkan ke telingannya. Ia lalu berjalan menjauh dariku. Aku hanya diam. Aku sebenarnya sangat tidak nyaman berada di rumah ini cuma berdua dengan si Om. Pikiranku mulai dihantui berbagai kecemasan. Aku ingin bertanya ke mana istri dan anak -- anaknya tapi aku takut ia tersinggung.

Di tengah kecemasan ini aku ingat surat yang kutulis untuk ayah. Apakah ayah telah membaca suratku atau tidak? Karena biasanya jam -- jam ini adalah waktu ia berada di rumah. Secapek apa pun ayah, ia pasti singgah ke kamarku untuk memastikan keberadaanku. Jika telah membaca suratku, ia merasa kehilangan aku, atau biasa -- biasa saja. Aku berharap ia merindukan aku.

Tiba -- tiba Om Rony berdiri di hadapanku dengan lima pemuda yang entah muncul dari mana. Mereka menangkap dan memperkosaku secara bergantian. Aku berusaha melawan tapi tak kuat. Aku katakan bahwa aku sedang hamil pun tak ada yang menggubris. Mereka makin asyik melampiaskan nafsunya. Aku kalah. Aku benar -- benar hancur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun