Mohon tunggu...
Kelen Redemptus
Kelen Redemptus Mohon Tunggu... saya adalah mahasiswa PGSD yang suka menulis dan membaca serta aktif dalam berorganisasi

saya aktif dalam organisasi dan senang belajar hal yang baru yang saya dapatkan di lingkungan sekitar saya.

Selanjutnya

Tutup

Seni

SMAN 1 Lewolema angkat suara lewat teater: Pementasan bermakna di jantung Larantuka

18 September 2025   11:01 Diperbarui: 18 September 2025   11:01 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pementasan teater oleh siswa-siswi SMAN 1 Lewolema, sumber Dok. media FB

SMAN 1 Lewolema angkat suara lewat teater "Luka yang dalam, diri yang mendalam"

Larantuka, Flores Timur -- di bawah langit senja yang hangat di taman kota Larantuka, panggung terbuka berbuah menjadi ruang refleksi yang penuh makna. Pada tanggal 17 September 2025, suara remaja kembali menggema melalui pementasan seni teater yang dibawakan oleh siswa-siswi SMAN 1 Lewolema dalam rangkaian acara festival seni pertunjukan pelajar. Sebuah festival seni yang kini menjadi napas baru dalam dunia kreatif remaja Flores Timur. Tahun ini, pementasan mereka mengusung tema yang menggugah dan menyentuh "Luka yang terdalam: seorang anak dilahirkan untuk mendapatkan cinta". Sebuah tema yang tidak hanya menyajikan narasi emosional, tetapi juga membuka ruang kontemplasi terhadap kehidupan remaja yang sering kali dipenuhi oleh luka batin, pencarian jati diri, dan kerinduan akan kasih sayang.

Panggung yang berbicara tentang luka dan cinta.

Pementasan ini mengisahkan perjalanan seorang anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh dalam bayang-bayang kekerasan emosional dan harapan yang tak pernah selesai. Di panggung, ia tidak hanya menjadi karakter, tetapi menjadi cerminan bagi banyak remaja yang pernah merasa terasing, kehilangan arah, atau merasa tidak cukup dicintai. Narasi dibangun secara perlahan namun dalam, memperlihatkan bagaimana luka masa kecil bisa tumbuh menjadi dinding penghalang atau jembatan menuju pemahaman diri. Pertunjukan ini dikemas dengan apik oleh tim teater SMAN 1 Lewolema. Pemilihan musik latar, pencahayaan, serta transisi antar adegan yang mulus menjadikan keseluruhan pementasan tidak hanya enak ditonton, tetapi juga mengajak penonton untuk menyelami rasa. Ada bagian di mana sang tokoh hanya diam, namun air mata penonton mengalir karena diamnya menyuarakan lebih banyak dari riabuan kata.

Dari SMAN 1 Lewolema, untuk Larantuka dan Flores Timur.

Apa yang dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 1 Lewolema ini bukan sekedar tampil. Mereka angkat suara. Mereka berbicara mewakili banyak remaja yang mungkin belum mampu menyuarakan isi hatinya. Di dalam karya ini, mereka tidak hanya berakting, tapi menciptakan dan memaknai hidup. Yang membanggakan, semua aspek produksi pementasan -- naskah, penyutradaraan, tata artistik, bahkan pelatih akting -- dilakukan secara mandiri oleh siswa dengan bimbingan guru-guru mereka berdedikasi. Inilah bukti bahwa sekolah di wilaya pinggiran seperti Lewolema memiliki daya cipta yang luar biasa ketika diberi ruang dan kepercayaan.

Suara alumni: kebanggan dan harapan

Sebagai seorang alumni SMAN 1 Lewolema, saya merasa sangat bangga melihat adik-adik saya berdiri tegak adi atas panggung menyuarakan hal-hal yang sangat bermakna. Saya tahu persis bagaiman sulitnya membangun ruang seni di sekolah, apalagi dalam keterbatasan fasilitas dan akses. Namun mereka membuktikan, keterbatasan bukan penghalang untuk berkarya. Yang dibutuhkan hanya satu: keyakinan bahwa suara kita penting. Saya ingi mengatakan kepada adik-adik saya di SMAN 1 Lewolema dan seluruh remaja Flores Timur "kalian bukan generasi penerus. Kalian adalah generasi sekarang. Suara kalian adalah cahaya yang bisa menentukan banyak orang. Jangan pernah takut untuk menyuarakan isi hatimu, baik lewat kata, musik, gerak, atau diam. Karena dari keberanian itulah, perubahan dimulai".

Remaja membaca dirinya: lebih dari sekedar festival.

Festival "Remaja membaca dirinya" yang berlangsung di taman kota Larantukan ini bukan hanya menjadi ajang seni biasa. Ia adalah tempat belajar untuk menjadi manusia. Di sini, remaja belajar untuk tidak hanya memahami dunia luar, tapi juga menyelami dunia dalam diri sendiri -- yang seing kali penuh konflik, pertanyaan, dan harapan. Festival ini menjadi semacam laboratorium sosial dan emosional, tempat di mana remj bisa gagal, mencoba, jatuh, dan bangkit lagi, tanpa takut dihakimi. Tempat di mana mereka bisa menunjukan bahwa di balik seragam sekolah, mereka adalah pemikir, pemimpin, dan pencipta masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun