Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menguak Potensi Marikultur Nasional

26 Februari 2018   12:33 Diperbarui: 26 Februari 2018   13:00 2011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: www.trobos.com

Untuk menghindari ekses negatif dari usaha marikultur, kita harus memastikan, bahwa pakan tambahan (pelet) semaksimal mungkin dapat dikonsumsi oleh ikan atau organisme lainnya yang kita budidayakan, sehingga tidak menimbulkan limbah pakan yang acap kali mengakibatkan pencemaran perairan sekitarnya. Selain itu, kita harus hati-hati jangan sampai ikan atau organisme lain yang kita budidaya lepas ke perairan sekitarnya. Hal ini untuk menghindari dampak negatif dari invasi spesies asing yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem perairan setempat.

Kedua, berupa ekstensifikasi (perluasan) usaha marikultur di wilayah perairan laut baru yang cocok untuk usaha marikultur. Untuk meratakan pembangunan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat, sebaiknya program ekstensifikasi ini diprioritaskan ke luar Jawa. Sangat baik, bila wilayah-wilayah perbatasan kita makmurkan dengan beragam usaha marikultur beserta segenap industri hulu dan hilir nya. Sehingga, bersama pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya (seperti perikanan tangkap, pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, industri industri pengolahan berbasis SDA, manufakturing, pertambangan dan energi, dan pariwisata), marikultur dapat membangun sabuk kemakmuran (prosperity belt) yang melingkari wilayah NKRI, dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas ke Rote. Prosperity belt ini diyakini juga akan membantu terbangunnya security belt (sabuk hankam) yang dapat memperkokoh kedaulatan wilayah NKRI.  

Ketiga, diversifikasi spesies atau komoditas budidaya. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati perairan (aquatic biodiversity) tertinggi di dunia mestinya Indonesia sudah membudidayakan banyak biota perairan. Namun, hingga 2014 kita baru berhasil membudidayakan tidak lebih dari 25 spesies. Sementara, Tiongkok dengan potensi keanekaragaman hayati perairan jauh lebih rendah dari pada Indonesia telah mampu membudidayakan 125 spesies orgnisme perairan.Keempat, pembangunan industri hilir (processing and packaging) yang dapat memproses dan mengemas komoditas hasil marikultur menjadi beragam jenis produk hilir untuk memenuhi pasar domestik maupun ekspor yang terus berkembang.

Budidaya Offshore

Sebagai antisipasi dan untuk kepentingan jangka panjang, seruan Presiden Jokowi untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan di laut lepas  di atas 12 mil dari garis pantai ke arah laut lepas sangat bagus. Akan tetapi, karena letaknya dan kondisi dinamika kelautan (oseanografis) yang lebih keras ketimbang usaha marikultur di peraian laut dangkal (coastal waters), maka biaya produksi, transportasi, logistik, dan pengamanan offshore aquaculture pasti lebih mahal dan memerlukan teknologi yang lebih canggih (sophisticated) ketimbang usaha marikultur di coastal waters.   

Oleh karena itu, pengembangan offshore aquaculture harus menggunakan pendekatan "a big-push development", yakni: (1) unit usahanya harus besar supaya memenuhi economy of scale (skala ekonomi) nya; (2) menggunakan teknologi mutakhir (state of the art technology); (3) menerapkan integrated supply chain management system (sistem manajemen rantai pasok terpadu) yang dapat memastikan stabilitas pasokan dan harga; (4) menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan; dan (5) pengamanan dari gelombang, cuaca buruk, bencana alam, pencurian, perampokan, dan bahaya lainnya. 

Kakap putih (barramundi) sebagai komoditas usaha offshore aquaculture adalah pilihan yang tepat, meskipun komoditas (spesies) lain yang nilai ekonominya lebih tinggi (seperti lobster dan cobia) bisa juga dikembangkan di wilayah perairan laut yang secara bio-ekologis cocok (suitable) untuk pertumbuhan spesies tersebut.Mengingat, sampai sekarang kita baru memanfaatkan perairan laut dangkal (coastal waters = perairan laut pesisir) untuk usaha marikultur kurang dari 5% total wilayah laut pesisir yang cocok untuk usaha marikultur. Maka, prioritas utama pengembangan marikultur dalam jangka pendek haruslah di wilayah perairan laut pesisir. Mulai 2018 ini sampai 2024, kita bisa mengembangkan unit usaha offshore aquaculture dengan pendekatan "big-push development" seperti diatas sebanyak di 30 lokasi (unit usaha).

Masing-masing 10 lokasi di Indonesia Bagian Barat, Bagian Tengah, dan Bagian Timur.Harus dicatat, bahwa pengembangan usaha offshore aquaculture harus menggunakan teknologi dan SDM dalam negeri (nasional). Jangan, seperti tahun lalu teknologinya dari asing (Norwegia). Sebab, kita bangsa Indonesia sudah mampu mengembangkan dan menggunakan teknologi offshore aquaculture. Boleh kerjasama dengan negara maju, asalkan dananya dari hibah (grant), bukan pinjaman (loan). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun