Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Melawan Oligarki, Membela Pasar

30 Agustus 2020   07:28 Diperbarui: 30 Agustus 2020   08:30 2421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.heritage.org/pdf
Sumber: www.heritage.org/pdf
Dari regresi ini, dapat dilihat bahwa demokrasi menguat ketika perekonomian menjadi semakin bebas. Kebebasan tersebut diakomodasi oleh eksistensi sektor privat yang dominan dan pasar bebas yang kuat. Implikasinya, kalau kita ingin melawan oligarki, pasar adalah sistem organisasi ekonomi yang harus kita bela. Mengapa?

Ketika privilese seperti hak monopoli, subsidi pemerintah, dan lain sebagainya dicabut, maka barriers of entry menuju berbagai sektor ekonomi berkurang. Pengurangan barrier inilah yang memicu banyak pesaing baru untuk masuk. Selanjutnya, persaingan inilah yang memicu penurunan harga dan peningkatan kualitas barang dan jasa.

Lihat saja harga output seperti kalkulator, televisi, dan gawai pintar yang semakin ekonomis. Tren penurunan ini membuat semakin banyak individu mengalami kenaikan standar hidup. Maknanya, ada arus mobilitas sosial-ekonomi naik menuju kelas menengah. Mobilitas tersebut membentuk massa rakyat yang lebih sadar akan hak dan kewajiban politiknya.

Kesadaran tersebut terwujud dalam dua cara. Pertama, menuntut hak representasi di arena politik. Kedua, melakukan kewajiban berpartisipasi dalam proses politik. Representasi berarti bahwa masyarakat menghendaki their politicians to represent them. Partisipasi adalah ketika aspirasi masyarakat memiliki pengaruh dalam proses politik, alias suaranya didengar.

Kalau ini terjadi, kita dapat melihat sebuah arus kaderisasi politik baru. Akan ada banyak politisi baru yang muncul. Mereka tidak datang dari kelindan keluarga dinasti politik atau oligarki ekonomi. Justru, mereka datang dari latar belakang yang biasa saja. Sama seperti kebanyakan orang dan mereka mengerti aspirasi di akar rumput.

Istilah politik Inggris menyebutnya sebagai the meritocratic experiment. Sejak kembalinya kelas menengah di era 1950an, muncul berbagai sosok Perdana Menteri yang bukan berasal dari keluarga aristokrat maupun politisi karir. Dari Harold Wilson (1964) sampai Gordon Brown (2010), mereka semua datang dari latar belakang biasa.

Kelas non-career dan non-establishment politicians inilah yang mampu mendobrak oligarki. Apalagi mereka bertarung di ring yang sama. Dengan cara ini, gejala pemusatan kekuasaan di tangan segelintir elit bisa dicegah dengan efektif lewat mekanisme persaingan. Sehingga, produk dari sistem politik tersebut bisa sejalan dengan aspirasi rakyat.

"I'm proud that we dismantle a lot of privileges," kata Roger Douglas, menteri keuangan Selandia Baru 1984-1988. Inilah cara yang seharusnya kita tempuh untuk menumpas oligarki; lewat persaingan dan menghapus privilese untuk kelas atas. Bukan retorika semata.

REFERENSI

https://www.britannica.com

https://www.thejakartapost.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun