palung renjana yang pernah kau tawarkan, nyatanya berulang mengambang lalu memuai hilang pelan-pelan di tengah-tengah hari saat semua sibuk dengan riuh dunia
tak henti pernah aku ingatkan, kalau sebentar lagi bintang akan pecah di semua sudut mimpi yang pernah kau coba sembunyikan
bukankah pintu-pintu tectona berserat tua dan berlapis besi karatan itu sudah terlipat jauh, secepat apapun kau rengkuh tak bisa  menahan partikelnya yang tetap paksa menua
lalu derit pintu pagar yang terbuka melembutkan lagi ingatan-ingatan kita, akan jalan setapak berhias ganggang merah dan biru yang selalu kau agungkan.
maaf kalau aku hanya sempat singgah sangat sebentar, hanya untuk memastikan jejak jilatan pasir tritis di keningmu masih bergores catatan yang sama pelan menghunjam dalam..
..akan dendam yang tak sempat tersampaikan pada sulur jelatang waktu yang tetap diam-diam terus datang
percayalah, bahwa kita akan kembali datang berulang setiap kali pagi menyampaikan pesan pada aurora yang selalu akan kau tunggu pada perhentian mobil tua di tengah kotamu yang pernah aku curi sebentar tanpa ada yang hirau