Mohon tunggu...
Ratna Fiesta Khairunnisa
Ratna Fiesta Khairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran

Memiliki ketertarikan tinggi akan topik budaya, politik, sosial dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Culture Clash di Qatar, Sang Tuan Rumah Piala Dunia 2022

21 Desember 2022   15:36 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:44 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Piala Dunia 2022. Sumber: Tokopedia

"Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". Mungkin salah satu peribahasa yang populer di kalangan masyarakat tersebut sesuai dengan apa respon terhadap tragedi ini. Dimana mengandung arti bahwa seseorang sudah sepatutnya mengikuti atau menghormati adat istiadat yang berlaku di tempat tinggalnya.

Qatar dengan berbagai nilai-nilai yang telah dianut dan diatur di wilayah negara tersebut harus dihormati oleh seluruh masyarakat dunia lainnya, terkhusus saat mereka mengunjungi Qatar. Beradaptasi harus dilakukan oleh kedua belah pihak, dalam konteks ini Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia serta FIFA sebagai penyelenggara acara. 

Teori  Culture Conflict 

Berdasarkan fenomena Culture Clash dapat dikaji melalui Teori culture conflict dikemukakan Thorsten Sellin, dalam bukunya Culture conflict and Crime (1938). Fokus utama teori ini mengacu pada dasar norma kriminal dan corak pikiran atau sikap. Thorsten Sellin menyetujui bahwa maksud norma-norma mengatur kehidupan manusia setiap hari.

Norma adalah aturan-aturan yang merefleksikan sikap dari kelompok satu dengan lainnya. Konsekuensinya, setiap kelompok mempunyai norma dan setiap norma dalam setiap kelompok lain memungkinkan untuk konflik. Setiap individu boleh setuju dirinya berperan sebagai penjahat melalui norma yang disetujui kelompoknya, jika norma kelompoknya bertentangan dengan norma yang dominan dalam masyarakat. Persetujuan pada rasionalisasi ini, merupakan bagian terpenting untuk membedakan antara yang kriminal dan non kriminal dimana yang satu menghormati pada perbedaan kehendak atau tabiat norma.

Secara gradual dan substansial, menurut Thorsten Sellin, semua culture conflict merupakan konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma. Karena itu, konflik kadang-kadang merupakan hasil sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban atau seringkali sebagai hasil berpindahnya norma-norma perilaku daerah atau budaya satu ke budaya lain dan dipelajari sebagai konflik mental. Konflik norma tingkah laku dapat timbul karena adanya perbedaan cara dan nilai sosial yang berlaku di antara kelompok-kelompok.

Daftar Pustaka

Mobasher, M. (2016, March). Globalization and socio-cultural change in Qatar. In Qatar Foundation Annual Research Conference Proceedings Volume 2016 Issue 1 (Vol. 2016, No. 1, p. SSHAOP1514). Hamad bin Khalifa University Press (HBKU Press).

Pranata, G. The Value of Pancasila on the Islamic Education Institution (Discourse Study of the Al-Imamah Book at SMA Al-Islam 1 Surakarta). In Social, Humanities, and Educational Studies (SHEs): Conference Series (Vol. 4, No. 4, pp. 179-185).

Scharfenort, N. (2012). Urban development and social change in Qatar: the Qatar National Vision 2030 and the 2022 FIFA World Cup. Journal of Arabian Studies, 2(2), 209-230.

Tim Cerdik Indonesia 02 (2022, November 25). Kisruh FIFA dan Pemerintah Qatar tentang Atribut 'Pelangi', Berikut Bahaya dari Penyimpangan Seksual LGBT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun