Mohon tunggu...
Ratna Fiesta Khairunnisa
Ratna Fiesta Khairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran

Memiliki ketertarikan tinggi akan topik budaya, politik, sosial dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Culture Clash di Qatar, Sang Tuan Rumah Piala Dunia 2022

21 Desember 2022   15:36 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:44 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Piala Dunia 2022. Sumber: Tokopedia

Penulis:  Ratna Fiesta Khairunnisa Penulis  & Dr. Maulana Irfan, S.Sos., M.I.Kom. (Dosen Mata Kuliah Sosiologi Komunikasi FISIP UNPAD)

Budaya Konservatif

Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservre yang berartikan melestarikan, menjaga, memelihara, mengamalkan. 

Sikap konservatif adalah mempertahankan kebiasaan, keadaan, dan tradisi yang sudah berlaku dalam masyarakat. Seseorang bersikap konservatif karena adanya suatu penyesuaian terhadap perubahan sosial budaya serta masih berupaya untuk mempertahankan pola lama yang telah menjadi tradisi dengan menghindarkannya dari kerusakan sesudah datangnya perubahan dan pembaharuan.

Belum lama ini, sempat dijadikan topik cukup hangat di berita global terkait sang tuan rumah diselenggarakannya Piala Dunia 2022 yakni Qatar. Di negara inilah Piala Dunia FIFA untuk pertama kalinya diselenggarakan di Jazirah Arab, dan di negara bermayoritas penduduk Muslim. 


Terjadinya kisruh saat Piala Dunia 2022

FIFA kepanjangan dari The Federation Internationale de Football Association atau Federasi Sepak Bola Internasional adalah badan pengatur sepak bola Internasional yang berdiri pada 21 Mei 1904 di Paris, Perancis. Bermarkas di Zurich, Swiss. 

Piala Dunia adalah turnamen sepak bola internasional empat tahunan yang diikuti oleh tim nasional pria senior dari anggota FIFA. Piala Dunia FIFA 2022 merupakan putaran final ke-22 Piala Dunia FIFA, Turnamen edisi ini dijadwalkan berlangsung di Qatar pada rentang waktu 20 November hingga 18 Desember 2022. 

Sebagai tuan rumah, tentu pemerintahan Qatar telah mempersiapkan negaranya dalam berbagai aspek. Seperti stadion, jalan raya, hotel, dan berbagai infrastruktur lainnya sebagai fasilitas-fasilitas pendukung berjalannya Piala Dunia 2022 yang siap menyambut berbagai tamu dari berbagai dunia yang akan bertanding maupun menyaksikan tim kesukaannya secara langsung. Namun, dibalik berbagai kemegahan serta kemeriahan penyambutan berlangsungnya rangkaian World Cup 2022 tersebut cukup banyak kabar-kabar buruk yang berhembusan.

Misalnya saja banyaknya buruh yang digadang-gadang tereksploitasi. Kurangnya bayaran yang sesuai, pengusiran tenaga kerja asing, overtime saat bekerja, dan lainnya.  Dikutip dari The Guardian, lebih dari 6.500 buruh migran yang membangun infrastruktur untuk Piala Dunia 2022 di Qatar dilaporkan tewas. Namun, menurut penulis buku Digital Authoritarianism in The Middle East Marc, Owen Jones, dalam akun Twitter-nya menyebutkan bahwa jumlah tersebut sebenarnya mengacu pada semua kematian pekerja migran apapun penyebab kematiannya.

Lalu, baru-baru ini kabar yang menjadikan Qatar menjadi pusat perhatian dunia adalah dikecamnya negara tersebut atas perlakuan terhadap komunitas LGBTQ+ dan perempuan. Ada pula kecurigaan tentang bagaimana berawalnya negara tersebut dapat ditetapkan sebagai penyelenggara Piala Dunia.

Pernyataan Duta Piala Dunia, Khalid Salman yang mengatakan, homoseksualitas adalah ''kerusakan spiritual dan "haram" di negara emirat yang mayoritasnya Muslim. Pernyataan mantan pemain sepak bola nasional Qatar itu langsung menarik perhatian banyak pihak, khususnya para aktivis LGBTQ+ yang hingga meminta pemboikotan turnamen sepak bola internasional itu. Sebelumnya sejumlah aktivis LGBTQ+ juga menggelar aksi protes di depan markas FIFA di Zurich, markas FIFA.

Cenderung tertutupnya (konservatif) masyarakat di Qatar yang mana memang berlandaskan nilai-nilai yang dianut, contohnya nilai agama yang mayoritas di negara tersebut adalah islam. Seperti dibatasinya  meminum minuman alkohol. 

Para penonton komunitas LQBT+ di Piala Dunia 2022. Sumber: Tribun Pekanbaru
Para penonton komunitas LQBT+ di Piala Dunia 2022. Sumber: Tribun Pekanbaru

Qatar melihat LGBT sebagai sebuah budaya asing yang akan sangat berlawanan dengan budaya sosial masyarakat Qatar. Kekhawatiran ini berangkat dari kemungkinan konflik yang akan terjadi, bila kampanye LGBT dilakukan kepada masyarakat yang menolak paham tersebut.

Namun penggunaan bahasa atau istilah sikap konservatif pada kasus ini tidak dapat disamakan dengan sifat kolot, yang mana sikap mempertahankan kebiasaan atau tradisi itu berbeda dengan menolak kemajuan. Sedangkan masyarakat Qatar sendiri sudah dapat dikategorikan melek teknologi, sadar baca, dan kuat secara ekonomi sehingga bukan sebagai masyarakat yang kolot.

Qatar yang terpilih jadi tuan rumah Piala Dunia 2022 sejak awal terus dihujani kritik terkait situasi hak asasi manusia di negara kecil Timur Tengah itu. Organisasi pembela hak asasi, Human Rights Watch (HRW) menyatakan tidak merasa terkejut atas pernyataan Khalid Salman yang disiarkan dalam sebuah acara televisi kanal dua Jerman ZDF.

Ilustrasi Masyarakat Qatar. Sumber: Goal.com
Ilustrasi Masyarakat Qatar. Sumber: Goal.com

Pada saat yang sama, para komentator baik dari dalam maupun luar negara yang berbahasa Arab juga bertanya-tanya mengapa Qatar dikritik begitu keras. Mereka berpendapat bahwa sebagian kritik justru cenderung tidak ada kaitannya dengan masalah kebijakan Qatar dan lebih berkaitan dengan rasisme, orientalisme, bahkan islamofobia.

Organisasi pembela hak asasi Amnesty International mengkritik tajam FIFA, dan menyerukan agar organisasi sepak- bola itu menanggapi isu hak asasi manusia lebih serius lagi.Akhirnya, setelah banyaknya kritik, Qatar mengeluarkan statement sebagai berikut : Members of the LGBTQ+ community will be allowed to openly hold hands, cuddle and kiss during the World Cup in Qatar. 

Menurut hukum Syariah Islam, homoseksualitas dilarang di Qatar. Tindakan homoseksual terhadap laki-laki dapat dihukum hingga tiga tahun penjara, denda, dan potensi hukuman mati bagi umat Islam; namun, tidak ada catatan tindakan homoseksual menerima hukuman mati di Qatar.

"Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". Mungkin salah satu peribahasa yang populer di kalangan masyarakat tersebut sesuai dengan apa respon terhadap tragedi ini. Dimana mengandung arti bahwa seseorang sudah sepatutnya mengikuti atau menghormati adat istiadat yang berlaku di tempat tinggalnya.

Qatar dengan berbagai nilai-nilai yang telah dianut dan diatur di wilayah negara tersebut harus dihormati oleh seluruh masyarakat dunia lainnya, terkhusus saat mereka mengunjungi Qatar. Beradaptasi harus dilakukan oleh kedua belah pihak, dalam konteks ini Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia serta FIFA sebagai penyelenggara acara. 

Teori  Culture Conflict 

Berdasarkan fenomena Culture Clash dapat dikaji melalui Teori culture conflict dikemukakan Thorsten Sellin, dalam bukunya Culture conflict and Crime (1938). Fokus utama teori ini mengacu pada dasar norma kriminal dan corak pikiran atau sikap. Thorsten Sellin menyetujui bahwa maksud norma-norma mengatur kehidupan manusia setiap hari.

Norma adalah aturan-aturan yang merefleksikan sikap dari kelompok satu dengan lainnya. Konsekuensinya, setiap kelompok mempunyai norma dan setiap norma dalam setiap kelompok lain memungkinkan untuk konflik. Setiap individu boleh setuju dirinya berperan sebagai penjahat melalui norma yang disetujui kelompoknya, jika norma kelompoknya bertentangan dengan norma yang dominan dalam masyarakat. Persetujuan pada rasionalisasi ini, merupakan bagian terpenting untuk membedakan antara yang kriminal dan non kriminal dimana yang satu menghormati pada perbedaan kehendak atau tabiat norma.

Secara gradual dan substansial, menurut Thorsten Sellin, semua culture conflict merupakan konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma. Karena itu, konflik kadang-kadang merupakan hasil sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban atau seringkali sebagai hasil berpindahnya norma-norma perilaku daerah atau budaya satu ke budaya lain dan dipelajari sebagai konflik mental. Konflik norma tingkah laku dapat timbul karena adanya perbedaan cara dan nilai sosial yang berlaku di antara kelompok-kelompok.

Daftar Pustaka

Mobasher, M. (2016, March). Globalization and socio-cultural change in Qatar. In Qatar Foundation Annual Research Conference Proceedings Volume 2016 Issue 1 (Vol. 2016, No. 1, p. SSHAOP1514). Hamad bin Khalifa University Press (HBKU Press).

Pranata, G. The Value of Pancasila on the Islamic Education Institution (Discourse Study of the Al-Imamah Book at SMA Al-Islam 1 Surakarta). In Social, Humanities, and Educational Studies (SHEs): Conference Series (Vol. 4, No. 4, pp. 179-185).

Scharfenort, N. (2012). Urban development and social change in Qatar: the Qatar National Vision 2030 and the 2022 FIFA World Cup. Journal of Arabian Studies, 2(2), 209-230.

Tim Cerdik Indonesia 02 (2022, November 25). Kisruh FIFA dan Pemerintah Qatar tentang Atribut 'Pelangi', Berikut Bahaya dari Penyimpangan Seksual LGBT

Diakses pada 30 November 2022 https://cerdikindonesia.pikiran-rakyat.com/edukasi/amp/pr-865888933/kisruh-fifa-dan-pemerintah-qatar-tentang-atribut-pelangi-berikut-bahaya-dari-penyimpangan-seksual-lgbt

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun