Mohon tunggu...
Miratih
Miratih Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

Mewujudkan mimpi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tangan Terampil Itu Bernama Kasdwiyanto

13 April 2021   14:26 Diperbarui: 28 April 2021   13:16 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 20 Maret 2021, Cuaca cerah pagi ini hari yang pas untuk mengunjungi Taman Tebing Breksi. Tepatnya berada di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY.

Pagi ini tepat pukul 08:00 WIB saya sudah mulai naik di jalan menuju Tebing Breksi. Sebelum mencapai lokasi saya berhenti sebentar untuk melihat pemandangan sekitar. Wilayah ini merupakan pemukiman yang asri, banyak pepohonan, sawah berundak, dan lanskap alam. Keindahan alam tersebut membuat hatiku semakin semangat untuk segera sampai ke lokasi.

Sesampainya di pintu masuk di ujung timur aku melihat sinar mentari yang menerobos ujung awan putih, menghiasi langit biru. Pancaran hangatnya mendorong semangat untuk menjalankan segala aktivitas. Ditambah riuhnya kepak burung merpati ini selalu berhasil menarik perhatian pengunjung saat memasuki kawasan.

Seperti pagi ini, ada banyak wisatawan yang siap menikmati suasana Tebing Breksi. Begitu pula iring-iringan pesepeda sudah mulai mengarah ke lokasi pintu masuk.  Para pengelolanya juga mentaati protokol yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mereka mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, face shield, dan sarung tangan. Sebelum masuk para pengunjung di cek suhu badannya serta selalu diingatkan untuk mematuhi SOP (Standar Operasional Prosedur).

Kemudian saya naik di bagian Tebing Utama, banyak spot-spot foto sukarela. Beraneka macam spot unik ini sangat direkomendasikan bagi para kaum milenial untuk ber-swafoto disini.

Setelah itu, saya mulai mengelilingi tebing utama dan tebing kecil. Tampak ukiran-ukiran wayang, naga, dan patung semar menghiasi bagian sisi tebing. Adanya ukiran-ukiran di sisi timur tebing itu membuatku semakin tertarik untuk ingin menemui seorang pembuat ukiran tersebut, aku bertanya pada salah satu pengelola di sini yang katanya seorang pemahat sedang membuat ukiran huruf "Tebing Breksi." Aku mengamati bagaimana tangannya yang sungguh terampil itu bisa menghasilan ukiran-ukiran unik itu.

Kemudian saya langsung menyapa pemahat itu, dan sebelumnya saya memohon izin untuk mengganggu waktunya sebentar. Ia bernama Kasdwiyanto, yang kerap dipanggil Antok. Ia lahir pada tanggal 22 Februari 1983, di Papringan Yogyakarta. Kini ia telah berkeluarga dan tinggal di Purwomartani Kalasan. Awal mula ia tertarik dengan pemahat batu sejak masih menempuh pendidikan SMP pada tahun 1997. hanya untuk menambah uang jajan. Ia juga berkata bahwa

Kasdwiyanto   : "Sak wis e aku lulus SMP aku nyobo golek gawean neng warung ikan bakar karo tengah tahun, neng kono aku wis ngroso ra krasan terus bali mulih neng deso lan bali nambang meneh."

("Setelah aku lulus SMP mencoba mencari pekerjaan di warung ikan bakar selama satu setengah tahun. Di sana aku sudah merasa tidak nyaman terus kembali pulang di desa dan kembali menambang lagi.")

Aku                 : "Setelah itu apakah bapak menjadi tekun dan menjadi seorang pemahat tetap di Tebing Breksi ini pak?"

Kasdwiyanto   : "Sak durunge kui aku diarahke bapakku sinau natah nggone Mbah Heni tiyang asli Bali, selama pitung sasi. Terus bar kui aku mulai ngembangke sik luwih lan nyobo ngontrak, mbukak orderan natah neng lor bandara adisucipto sekitar 3 tahun. Nanging penghasilan sik tak entukke ora ajek nganti akhire sepi ra ono gawean. Aku sempet leren selama 4 sasi nganggur neng omah."

                        ("Sebelum itu aku diarahkan bapak untuk belajar pahat ditempat Mbah Heni orang asli Bali, selama tujuh bulan. Selanjutnya aku mulai mengembangkan yang lebih bagus dan mencoba mengoktrak buka orderan pahat di utara Bandara Adisucipto sekitar 3 tahun. Namun penghasilan yang aku dapatkan tidak pasti sampai akhirnya sepi tidak ada pekerjaan. Aku sempat berhenti kerja selama 4 bulan dirumah.")

Aku                 : "Kemudian apakah bapak memutuskan untuk bekerja menjadi seorang pemahat di Tebing Breksi?"

Kasdwiyanto   : "Aku digoleki ketuane Tebing Breksi kon menghias tebing sisih wetan sik lagi awal-awale buka sing nganggo Buto Cakil. Terus aku ngusulke tema Perang Kembang. Nah ngono kui awal e aku kerjo neng kene nganti saiki."

                        : "Aku dicari ketuaanya Tebing Breksi, disuruh menghias tebing sisi timur yang baru awal-awalnya buka dengan Buto Cakil. Kemudian aku menyarankan tema Perang Kembang. Nah ngono kuia wale aku kerjo neng kene nganti saiki."

Menurut Kasdwiyanto ini Tebing Breksi yang awalnya sepi dan mayoritas pekerjanya tidak pasti mendapatkan hasil sekarang menjadi tempat wisata yang dapat meningkatkan perekonomian warga Sambirejo. Pengalaman Kasdwiyanto tersebut dapat kita teladani karena apapun itu pekerjaan yang kita pilih harus kita hadapi untuk menuju kesuksesan. Seperti seorang pemahat yang tidak mudah memngeluh dan tetap perjuang dengan mengasah ilmu setajam alat yang ia gunakan untuk memahat yang memacu semangat, kreatif, inotif, dan tetap maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun