Mohon tunggu...
Rasyid Musdin
Rasyid Musdin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (2015)

Apa saja saya tulis, asalkan bisa di tulis. Musik Klasik kesukaanku, bermimpi dan mendaki adalah jiwaku, buku adalah kekasihku, dan membaca buku adalah kewajibanku. Dengan menulis, dunia mengenalku. Dunia mengenalku, maka aku adalah pelaku sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelahiran Mentari

7 Januari 2019   20:15 Diperbarui: 7 Januari 2019   20:28 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://prodigalsons4god.com

Kalian pernah mendengar kisah tentang bagaimana mentari dilahirkan...??? 

Ini tentang kami.
Jika dengan sengaja Tuhan menciptakan badai untuk menenggelamkan keindahan, maka dengan sengaja pula Tuhan ciptakan kami untuk mencari keindahan itu. Perlahan-lahan Rinai hujan membasahi kertas-kertas yang menumpuk, Yah itu Skripsi kami, kami berempat.

Gubuk kami sudah seperti sarang nyamuk yang mati setelah petualangan panjang satu hari sebagai ukuran nyawanya. setelah itu, alam adalah kekuatan utama yang menjaga keelokan rumahnya.

Sederhananya, bergitulah gambaran kemiskinan dan Kekacauan yang terjadi di dalam gubuk ini. Semester akhir dan kesibukan mahasiswa menjadi alasan utama kebrengsekan ini. Rasa-rasanya ingin ku maki Hujan, namun ada rasa yang abadi ketika hujan menjuntai menjadi tangga beriring doa dan perjuangan. Aku ingat rasa yang abadi itu. 

Siang itu,  awan-awan berkecamuk, Seolah dicabuli oleh malaikat penurun hujan. Kami berempat menjadi korban alam yang cabul itu. Tenda kami tidak terlalu mampu untuk menghadapi hujan dan angin sederas ini, Puncak Gunung Gede Pangrango menjadi saksi kejamnya Alam. 

"F**k" terdengan Rasyid memaki-maki. sementara Syamir menggigil kedinginan. Oh Tuhan, hipotermia menggetarkan seluruh tubuhku. kepanikan yang mendalam terlihat pada wajah Ali, tiada yang bisa kupikirkan selain kematian pada saat itu.

Remang-remang kulihat satu dari mereka entahlah siapa yang memelukku erat. Teriakan itu, tak lagi bisa kucerna. Pelan-pelan menuju sepi yang dalam, gelap. Inikah kematian Tuhan.?? Tidakkah terlalu dini bagiku??, perlahan-lahan kesadarnaku hilang.

Entah, apa yang terjadi, akupun terbangun.  Tiada keindahan yang lebih selain surga dan pojok rimba, hanya Tuhan yang mampu menjangkau dan menidurkanku dengan kasih sayang-Nya. Aku masih bisa membuka mata. Dan pelangi setelah hujan benar adanya, sunset dikaki langit benar adanya.

Tuhan memberi Obat yang tepat untuk mata dan hati yang takut akan kuasa-Nya ketika itu. Tiada yang lebih syahdu selain sastra Khalil Gibran yang dikumandangkan Rasyid setelah mentari benar-benar tenggelam.

Tiada yang lebih merdu, selain lantunan sastra cinta yang dibacakan Syamir membuat kami benar-benar tenggelam didalam harapan ketika berada dipuncak ini. Seolah-olah diatas kepala kami Tuhan begitu dekat dan sedang menikmati persembahan sastra kami.

Siapa lagi yang paling Fasih membuat Syair dalam kata, selain Ali.  Dalam bayangku, dia seperti sedang bersyair pada Tuhan menghaturkan cinta, syukur, dan pinta  kami, membuat Kami benar-benar meleleh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun