Mohon tunggu...
Aditira
Aditira Mohon Tunggu... Konsultan - Pengembara kehidupan yang mencoba berbuat sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan ini

Kehidupan ini akan berjalan seperti apa adanya. Baiknya tidak terlalu memaksakan diri diluar kemampuan kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semakin Punahnya Pertanian Organik Tradisi Kalimantan

20 Mei 2022   19:38 Diperbarui: 20 Mei 2022   19:51 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Figure 1 Artefak Ladang Tradisi Tersisa di Kabupaten Melawi. Pengambilan foto 7 Aprip 2021/Dokpri

Tentang Pengembaraan

Hari itu di awal bulan Maret 2021, saat itu situasi kota Bogor dan beberapa kota lain di Indonesia masih dalam situasi pandemi covid 19.  Dapat khabar baik dari kawan-kawan WWF Kalimantan Barat melalui sebuah pesan whatsapp untuk ajakan mengembara lagi ke kampung-kampung di Kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu untuk belajar bersama dengan petani-petani disana. Membahas tentang Sistem Penjaminan Mutu Beras Kampung dalam membangun Sistem Pangan Lokal dalam menghadapi Sistem Pangan Global.   

Perjalanan kali ini adalah  pengembaraan yang entah ke berapa kalinya, setelah pertama kali menginjakkan kaki di bumi  Kalimantan Barat sekitar  tahun 2000. Pengembaraan seperti ini selalu memacu hormone andrelin  untuk mengerahkan seluruh kemampuan, pengetahuan dan pengalaman untuk bagaimana membangun komunikasi dalam belajar bersama para petani.  

Gap bahasa dan pengetahuan tentang social budaya setempat serta ruang pikir komunitas dengan pengetahuan dan pengalaman serta mimpi mereka tentang bagaimana seharusnya masa depan mereka,  menjadi tantangan  yang sangat besar dan berat pada setiap  pengembaraan seperti ini.  Selalu ada tanya dalam diri, sejauh mana  manfaat pengembaraan ini untuk para petani-petani  tersebut. 

Dan selalu terutama ketika kita akan mengajak petani untuk bersama-sama melihat kondisi saat ini dan kemana mereka akan melangkah ke depan untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan terkini.  Terutama di tingkat kampung yang sesungguhnya pada hari-hari ini, situasi mereka tidak terelakkan lagi dan sedang  berhadapan dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan yang ada. Masuknya Industri perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang lapar lahan yang sesungguhnya adalah keberlanjutan dari industry kehutanan dan pertanian di masa jaya hak pengelolaan hutan (HpH) dan perkebunan karet skala besar.  Dan saat ini juga tengah gencar-gencarnya dorongan program food estate yang sesungguhnya kesemuanya itu menjadi ancaman bagi kemandirian dan kedaulatan pangan bagi komunitas lokal tersebut. 

Secara sepintas dari satu sisi, program dan proyek tersebut memperlihatkan kemajuan-kemajuan pembangunan fisik seperti jalan, jembatan dan teknologi informasi yang bermanfaat bagi komunitas lokal  tetapi dibalik itu menyimpan ancaman penguasaan asset-aset ekonomi komunitas dibawah kendali penguasa dan pengusaha yang berkedok pembangunan negeri.  

Siapa yang diuntungkan? Atau paling tidak,  bisa secara optimal memanfaatkan kemajuan fisik tersebut? Hanyalah mereka-mereka yang memiliki dan menguasai pengetahuan dan ketrampian atas teknologi informasilah yang dapat memaksimalkan fungsi tersebut, sementara komunitas lokal dengan keterbatasan akan pengetahuan dan pengalaman atas itu, terlonggo-longgo, sambil kagum dan juga binggung, dibiarkan berjuang sendiri untuk bertarung dengan para penguasa teknologi informasi tersebut.  

Tanpa adanya kebijakan, regulasi dan program khusus untuk memampukan komunitas lokal dalam menghadapi situasi ini.  Siapa yang memiliki kendaraan yang dapat secara maksimal mulusnya fasilitas jalan-jalan dan jembatan-jembatan tersebut?  Siapa yang memiliki perangkat dan system informasi teknologi yang dapat memaksimalkan pengunaan hand phone, computer dan internet di jaman 4.0 ini ?  Kesemuanya itu merupakan perpaduan penguasaan hajat hidup komunitas lokal oleh komunitas bisnis nasional dan global.  Siapa yang penikmat akhir dan meraup keuntungan besar atas kemajuan pembangunan fisik di Kalimantan ? 

Dan ketika kita bicara tentang Pembangunan Pertanian. Ada ungkapan yang pada beberapa waktu dan pada beberapa kesempatan sering terdengar. "Pertanian tradisi atau mungkin lebih tepatnya pertanian yang berbasis budaya setempat itu adalah sebuah utopia. Itu hanya masa lalu yang sudah tidak penting lagi untuk dibahas di jaman digitalisasi pertanian saat ini".   

Kenapa, karena sesungguhnya saat ini pertanian itu adalah Pertanian berbasis bisnis yang sarat dengan Teknologi informasi dan Pengetahuan terkini.  Dan siapakah pemilik bisnis-bisnis pertanian itu ?  Bisnis yang dimiliki  dan pemegang modal serta pengendali dari para pelaku di rantai nilai ekonomi pada bisnis itu.  

Pertanian dikelolah dan diarahkan dengan satu paradigma bagaimana memberikan nilai tambah ekonomi dalam tata nilai komoditas pertanian tersebut. Dan bermuara pada siapa sebenarnya yang hendak dilayani dalam bisnis pertanian tersebut.  

Aspek lain seperti kelestarian lingkungan, hak azasi manusia dan keadilan hanyalah pelengkap kampanye yang akan dipenuhi jika ada permintaan dan bahkan harus dengan paksaaan dan tekanan dari pihak lain diluar rantai nilai komoditas pertanian tersebut.  Itupun tidak akan bermakna apa-apa karena para pemilik modal dan oligarki bisnis dan politik telah memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk mengatur hukum, pelaksana negara dan kaum cendikiawan yang memberikan argumentasi "ilmiah" atas itu.

Ditengah pergumulan-pergumulan itulah perjalanan pengembaraan ini terus dilakukan.  Mencari kalimat dan paragraph serta diksi-diksi yang tepat,  baik dan benar untuk memperjelas agar tidak menimbulkan antipati seolah-olah ada nuansa kebencian dan kecemburuan atas keberuntungan kelompok atau individu tertentu di negeri ini. Atau seringkali berupaya untuk mendapatkan stigma atau cap anti pembangunan menjadi alat efektif dari oligarki kekuasaan politik dan modal untuk membukam gerakan-gerakan kritis yang tidak banyak lagi bersuara di negeri ini.  Membangun kapasitas keterampilan komunikasi yang baik masih jadi pekerjaan rumah penting, terutama bagi penulis pribadi.

Dan sepertinya memang  bukanlah hal yang mudah.  Meskipun terkadang terlintas di kepala, " biarlah.  Yang penting kita berangkat dengan niat baik dan tidak mengunakan cara-cara kekerasan.  Karena cara-cara kekerasan bukanlah solusi.  Hanya melahirkan kekerasan baru yang tak pernah berujung.  Begitu banyak peristiwa kekerasan yang terjadi di berbagai daerah dan kampung-kampung di Indonesia dan bahkan di dunia.  Begitu banyak korban-korban yang tersingkir. Pemenangnya adalah sekali lagi mereka yang menguasai bisnis di suatu negeri.   Para aktifis social dan lingkungan hanyalah serpihan-serpihan harus terkapar dengan realitas begitu kuatnya kekuatan bisnis dengan modal dan uang yang bisa mempengaruhi nurani siapapun.

Pangan Lokal  di Kalimantan Barat; Melawi dan Kapuas Hulu

Kata referensi, ketahanan Pangan itu, menyangkut; produksi, distribusi dan akses atas pangan tersebut. Dari aspek produksi, untuk Kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu,  dua kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat, dilihat dari aspek produksi pangan terutama jika padi atau beras menjadi ukurannya, menurut Kadis Pertanian Tanaman Pangan Kalbar (2020),  "terdapat 6 wilayah dari 14 kabupaten di Kalbar yang masih minus beras. Wilayah tersebut di antaranya Kabupaten Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, Kota Singkawang dan Kota Pontianak".  Dan hal ini diakui oleh petani-petani di 9 kampung di Melawi dan Kapuas Hulu bahwa produksi padi mereka masih belum memadai hanya bisa bertani untuk kebutuhan sendiri bahkan seringkali belum mencukupi untuk makan setahun. Situasi ini diperparah lagi dengan saat ini makin gencarnya pemerintah dan berbagai lembaga nasional maupun yang peduli lingkungan menyuarakan dampak perladangan padi sebagai sumber utama penyebab kebakaran hutan dan perubahan iklim. 

Kondisi petani tradisi ini  semakin tertekan lagi dengan adanya penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap petani-petani yang membuka ladang dengan cara membakar. Ketika petani bertanya bagaimana caranya kami bisa berladang dengan tanpa membakar ladang? Tidak ada yang bisa menjawab dan memberikan solusi yang pasti. Jawabannya pokoknya berhenti berladang dengan cara tradisional tersebut, karena menganggu hutan dan lingkungan termasuk asapnya mencemari udara dunia. Sungguh tragis nasib petani-petani tradisi kita.

Sesungguhnya ketahanan pangan "tanpa kedaulatan pangan"  di tingkat kampung-kampung Melawi dan Kapuas Hulu telah dapat teratasi. Hal  ini terbantukan dengan semakin  membaiknya proses dan pola distribusi serta akses atas beras tersebut.  Sarana dan prasarana transportasi jalan dan jembatan untuk distribusi pangan sudah semakin memadai sehingga pasokan pangan bisa tercukupi dari daerah lain. Kecuali untuk beberapa kampung yang masih terpencil dan terisolasi, ketahanan pangan mereka sangat tergantung dari pertanian tradisi atas ladangnya.  

Dan pada sisi kedaulatan pangan sesungguhnya komunitas-komunitas ini lebih berkedaulatan pangan karena pangan mereka tercukupi dari pertanian tradisi yang mereka jalankan. Contoh yang paling popular adalah pertanian tradisi Badui di Jawa Barat. Untuk Kalimantan mungkin hanya tersisa di kampung-kampung di dataran tinggi Krayan-Kalimantan Utara masih memiliki kedaulatan pangan seperti Badui tersebut.

Dalam situasi globalisasi saat ini, dimana pengetahuan dan teknologi terkini yang pada satu sisi  telah banyak memberikan kemudahan bagi semua orang untuk berproduksi, mendistribusikan dan mengakses pangan tersebut. Namun di sisi yang lain, miris bagi komunitas local yang bermukim di desa-desa/kampung-kampung, dengan realitasnya yang masih tergagap dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, Minimnya pengetahuan dan fasilitas teknologi di kampung-kampung tersebut.  

Hal ini menjadi kendala utama bagi komunitas kampung untuk dapat membangun system ketahanan pangan mereka. Dan itu berimbas pada hancurnya kedaulatan pangan yang pernah ada disana.  Paling tidak,  realitas itu yang terlihat dari 9 kampung di Melawi dan Kapuas hulu yang kami datangi. 

Sistem ketahanan dan kedaulatan pangan dari 9 Desa Kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu; 1). Desa Nanga Ella Hilir, 2). Belaban Ella , 3). Batu Nanta dan 4). desa Poring (Melawi) dan 5). desa Batu Lintang 6). Dusun Sei Utik Desa Menua Sadap Dusun Kelayam di kecamatan Embaloh Hulu, 7). Desa Tanjung Kecamatan Mentebah, 8). Desa Lubuk Antuk dan 9). Desa Mentawit di kecamatan Hulu Gurung (Kapuas Hulu) telah mengalami kehancuran atau tidak memiliki kekuatan dan keberdayaan lagi.  

Artefak-artefak pertanian tradisi, seperti lumbung padi dan gabah varieatas lokal yang mencerminkan keberdayaan itu hanya tinggal beberapa gelintir yang tersisa.  Meskipun di sisi yang lain masih  memiliki potensi besar dalam pengembangan varietas beras local (Beras Kampung) yang tersisa, dan masih  ditanam oleh sebagian kecil petani di desa-desa tersebut. 

Figure 2 Lumbung pangan tersisa di Desa Poring Kabupaten Melawi. foto diambil 13 April 2021/dokpri
Figure 2 Lumbung pangan tersisa di Desa Poring Kabupaten Melawi. foto diambil 13 April 2021/dokpri

Budidaya Padi yang masih dilakukan oleh  sebagian besar petani dan  masih berbasis pada tradisi atau adat istiadat setempat, yakni berupa ladang rotasi telah mengalami degradasi kualitas maupun kwantitas yang dipengaruhi berbagai hal, diantaranya semakin hilangnya keyakinan petani atas kearifan tradisi yang mereka miliki akibat intervensi pengetahuan dan informasi baru, regulasi dan kebijakan pemerintah yang belum berpihak serta lemahnya keberterimaan mutu produk di konsumen organik atas produk beras kampung oleh karena terutama masih maraknya penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma di ladang-ladang tersebut.

Pun begitu, dari perbincangan selama pengembaraan ini,  masih tersirat asa yang besar dari para petani tradisi  akan keinginan dan kebutuhan yang kuat dan besar untuk memperbaiki system mutu produk dan produksi pangan mereka dalam menghadapi tantangan system pangan global yang cenderung tidak adil dan mematikan kemandirian yang dimiliki.  

Cerita tentang tantangan akan adanya kebutuhan pangan terutama untuk kebutuhan masyarakat desa setempat yang semakin meningkat dan masuknya produk pangan dari pulau lain di Indonesia yang telah sampai ke kampung mereka juga diamini oleh para petani. 

Adanya produk-produk tersebut dijual di Kota-kota kabupaten dan kecamatan terdekat seperti Putusibau, Badau, Tepuai, Sintang, dan Melawi telah mereka jumpai ketika berkunjung ke kota-kota tersebut. 

Adanya peluang ekonomi dari produk-produk pangan organik dan berkelanjutan yang dibutuhkan pasar atau konsumen di kota-kota tersebut saat ini mendapatkan antusiasisme poisitif yang besar dari para petani. Namun tersisa tanya dibenak mereka, bagaimana mereka bisa menghadapi situasi dan kondisi ini ?

Pengetahuan petani dan  Standar Penjaminan Mutu Beras organik

Pengetahuan lokal petani tradisi Kalimantan dalam kaitan dengan Sistem Penjaminan Mutu Beras Organik, sesungguhnya dapat dikatakan hampir punah seiring dengan hampir punahnya system dan metode pertanian tradisi berladang di kampung-kampung ini.  

Pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelolah ladang secara arif telah banyak hilang seiring dengan banyaknya informasi dan pengetahuan baru yang belum teruji kesesuaiannya dengan konteks lokal.  

Terutama ketika misalnya mengintroduksi varietas tanaman pangan baru.  Kondisi iklim dan tanah di kampung-kampung ini tidak sesuai dengan kondisi iklim dan tanah dimana varietas tersebut diproduksi.  Dibutuhkan adaptasi tanaman dalam rentang waktu yang panjang, termasuk adaptasi pengetahuan dan ketrampilan petani dalam budidaya varietas baru tersebut.

Ada sebanyak 236 orang petani tradisi dari kabupaten Kapuas Hulu dan Melawi yang berdiskusi tentang Standar penjaminan mutu beras organik ini. Namun memang pemahaman atas standar penjaminan mutu beras organik masih sangat terbatas.  

Hal ini memang sangat mudah dipahami karena memang para petani pangan ini berproduksi hanya untuk kebutuhan subsisten, tidak bersentuhan dengan pasar atau konsumsen diluar kampung mereka. 

Sebagian besar pangan mereka, terutama beras masih disuplai dari luar kampung. Produksi padi mereka semakin hari semakin menurun hasilnya karena iklim yang semakin sulit diprediksi dan semakin rusaknya eksosistem hutan disekitar kampung mereka yang mempengaruhi kestabilan iklim mikro yang dapat menunjang produksi pertanian mereka.  

Kelembagaan Petani untuk Mutu Beras Kampung  

Kelembagaan petani di kampung akan semakin menguat dengan adanya upaya yang serius dan kuat dari parapihak, pemerintah daerah dan kelembagaan non pemerintah lainya untuk mensinergiskan kelembagaan, tentunya beserta program mereka dengan kelembagaan ditingkat petani.   

Faktanya di lapangan, sinergi tersebut belum terbangun dengan baik.  Manajemen perencanaan dan implementasi program pada berbagai pihak seringkali tidak dapat disingkronkan atau mungkin dugaan lain memang belum menjadikan isu sinergitas ini sebagai isu penting.

Semangat korps dan ego sectoral sepertinya masih kuat membelenggu gerak Langkah menuju sinergis tersebut. Diperlukan individu-individu pendobrak ataupun martir yang berfungsi untuk membangun semangat bersama untuk memajukan kelembagaan petani tersebut. 

Dari proses pelatihan dan konsultasi yang dilakukan dalam kaitan dengan penguatan  kelembagaan atau organisasi petani adalah Pelatihan Internal Control Sistem (ICS). Pelatihan singkat ini mengajak petani untuk bagaimana menjaga dan mengawasi mutu produk pertaniannya agar sesuai dengan kebutuhan pasar.  Standar atau Aturan Organik Internal Kelompok adalah salah satu point penting, selain Komposisi Kepengurusan.  

Dari 4 Desa yang mengikuti pelatihan, telah disusun standar organik Internal kelompok ICS di masing-masing desa yang menjadi panduan pengurus ICS dan anggota untuk melakukan pengawasan produk yang dihasilkan oleh petani-petani anggota.

 Dari proses pelatihan yang dilakukan di 5 Desa, telah terdeteksi kelembagaan petani yang diharapkan dapat menjadi cikal bakal kelembagaan ICS Beras Kampung yang dapat dijadikan media untuk mengontrol mutu produk yang dihasilkan oleh petani-petani di desa-desa tersebut.  

Dari keseluruhan desa dan petani yang mengikuti pelatihan ini, belum  dilakukan upaya untuk membentuk kelembagaan ICS secara khusus.  Tetapi kelompok-kelompok tani maupun Gapoktan yang telah ada di masing-masing desa tersebut dapat menjadi cikal bakal kelembagaan ICS jika pada saatnya nanti dibutuhkan, terutama ketika telah ada dan siapnya produk-produk beras kampung atau pangan lokal yang akan dipasarkan ke pasar keluar desa seperti ke kota kabupaten Putusibau, kota kecamatan Badau, Teupai, Kota kabupaten Sintang maupun Melawi.

 

Mimpi Petani ke Depan

Beberapa mimpi yang dihasilkan dari pengembaraan ini, diantaranya adalah Petani kelompok ICS organik di desa Poring bermimpi akan memiliki peternakan ayam kampung organik sebanyak minimal 200 ekor dan dapat membuat pupuk organic sendiri agar dapat menyuburkan tanah untuk kebun-kebun sayur.  Meskipun menurut Pak Ayub-PPL dari Dinas Pertanian dan Perikanan Melawi, "di poring ini memang cukup banyak masalah pertanian, terutama karet dan berladang kering. 

Disini sebenarnya masih organik, karena belum tersentuh barang dan obat kimia dalam pengolahannya. Namun kendala di sini adalah dari alamnya, saat mencoba menanam padi di system persawahan, padi yang ditanam akan berpindah karena banjir. Jadi saat ini system pengairan untuk persawahan masih menjadi kendala untuk di desa Poring. Dan terkait holtikultura juga di desa ini masih pada pertanian local sayur mayur".  

Dan Kepala Desa Poring sendiri menyatakan bahwa "di desa kami ini memang masih kekurangan ilmu dan SDMnya. Kami sangat berterimaksih karena WWF mau bersedia hadir ke desa kami untuk berbagi ilmu terkait pertanian. Kami terus mencoba membangun agar kelompok pertanian ini menjadi icon desa. Kami ingin pertanian dan system pertanian disini menjadi lebih maju. Cita-cita kami kedepan desa ini memiliki Bumdes dan bisa menjual beras kampung".

Komunitas petani Rumah Betang dusun Sei Utik berkomitmen akan berembuk untuk mengembangkan potensi buah lokal dan hasl hutan non kayu mereka untuk dapat diolah menjadi produk organik unggulan terutama untuk minimal kebutuhan turis yang akan berkunjung ke rumah betang tersebut. 

Rembug kan tersebut lebih dimaksudkan untuk mensinergiskan program-program yang didukung oleh berbagai pihak yang masuk dan dikembangkan di desa ini.  Semoga berbagai pihak yang sedang dan akan masuk ke dusun Sei Utik ini dapat membangun sinergis dengan inisiatif produk organik ini.

Komunitas petani dusun Kelayam akan mengembangkan  pupuk alami atau organic dan membuat Pilot project mengenai jenis-jenis tanaman pangan yang berpotensi menjadi produk organik. Dan menurut Petugas Penyuluh Lapangan  yang turut serta dalam pelatihan, rencana ini akan dikomunikasikan dengan Dinas Pertanian kabupaten Kapuas Hulu untuk kiranya bisa mendapatkan dukungan.

Petani dari Desa Tanjung akan membuat Demplot Sayur organik seperti labu, terung, mentimun, kacang panjang dan cabe. Luas lahan minimal setengah hektar, Sayur-sayuran organic Lahan Menetap tanpa Bakar seluas hektar dan Demplot Kopi organik, hektar. Kopi campur ada liberica, robusta dan Ladang Organik Menetap tanpa Bakar Ha.  Jenis/Varietas Lokal/Beras Kampung : varietas Sakak.  

Petani dari Desa Lubuk Antuk akan membuat Demplot Satu petak sawah organik yang ditanami jenis padi Inpari dan Beras Kampung Jawas.  Petani dari Desa Mentawit akan membuat Demplot padi lokal organik  (Beras Kampung Jawas)  dan Beras/Padi Cisadane minimal 1 Ha.

 Ide-Ide untuk Kita 

Dari pengembaraan di 4 Desa di kabupaten Melawi. Desa Poring Kecamatan Nanga Pinoh adalah Desa dan Kelompok Tani yang paling potensial untuk ditindak lanjuti dengan program/kegiatan lanjutan.  Hal ini merujuk kepada motivasi dan keinginan yang kuat dari petani-petani yang mengikuti pelatihan d desa tersebut.  Menyusul kemudian rankingnya ke Nanga Ella Hilir, Belaban Ella dan terakhir Batu Nanta.

Terkait dengan rencana tindak lanjut dari Kelompok-Kelompok ICS masing-masing desa, diperlukan komunikasi, koordinasi dan dukungan untuk Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Melawi, terutama dengan PPL yang bertugas di masing-masing desa untuk terutama melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan teknis budidaya pertanian organik berkelanjutan.

Secara khusus untuk memotivasi Kelompok-kelompok Tani di desa-desa tersebut, diperlukan upaya untuk pro aktif mencari pangsa pasar bagi produk pertanian yang potensial di desa-desa tersebut. Kerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Dinas Koperasi dan UMKM kabupaten Melawi  untuk misalnya melahirkan kebijakan Bupati untuk setiap ASN di kabupaten Melawi untuk membeli produk-produk organic dari desa-desa tersebut menjadi salah opsi yang menarik untuk dikomunikasikan ke Bupati Melawi.

Secara khusus untuk membangun sistem penjaminan dan pasar, Forum Participatory Guarantee System (PGS) kabupaten Melawi yang telah dirintis oleh WWF dan Dinas Pertanian dan Perikanan kabupaten Melawi pada tahun 2020 lalu perlu ditindak lanjuti dengan melibatkan Supermarket-supermarket Besar dan Konsumen di Melawi ataupun di Sintang. 

Tentunya diperlukan keberanian dan inisiatif dari aktor penting di kabupaten ini untuk memperkuat system pangan lokal yang berbasis pada pembangunan kesepahaman dan Gerakan Bersama tentang pentingnya membangun system pangan local dalam kontek keberlanjutan ke depan. 

Pemerintah daerah dalam hal ini dinas terkait diharapkan dapat memfasilitasi keinginan dan gagasan dari rencana tindak lanjut yang telah disusun dan disepakati bersama petani peserta dalam pelatihan di masing-masing desa tersebut.

Membangun komunikasi yang konstruktif  atas rencana tindak lanjut dari 5 desa tersebut ke berbagai pihak terutama Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kapuas Hulu, Pelaku Pasar dan konsumen baiknya terus diupayakan secara terstruktur dan massif.  

Menyiapkan strategi uji coba fasilitasi pasar untuk produk beras kampung yang akan dihasilkan dari demplot-demplot yang direncanakan adalah salah satu kunci penting yang harus disiapkan oleh kelompok tani bersama pemerintah desanya.

Baiknya Dilakukan 

Baiknya dibuat proyek food estate organic komunitas di kampung-kampung di kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu. Kebijakan penetapan tata ruang lahan untuk pangan berkelanjutan berbasis kabupaten penting untuk dilahirkan. Pilot Project Jangka Panjang (5 tahun) berupa Program "Ladang Menetap Padi Lokal (Beras Kampung) Organik" yang dilakukan di minimal 1 desa di Kabupaten Melawi dan 1 Desa di Kabupaten Kapuas Hulu.  Untuk Kabupaten Melawi, diusulkan Desa Poring Kecamatan Nanga Pinoh dan untuk Kabupaten Kapuas Hulu di Desa Lubuk Antuk Kecamatan Hulu Gurung.

Pilot project ini adalah bagian penting untuk membangun sistem ketahanan dan kedaulatan pangan bagi komunitas-komunitas kampung tersebut dan dapat menjawab konsep-konsep sustainability yang ada saat ini tidak hanya untuk keberlanjutan pihak lain tetapi keberlanjutan kehidupan dan mata pencaharian di tingkat lokal di level kampung-kampung tersebut.  

Setelah selesai dengan keberlanjutan ditingkat tapak tersebut, barulah kita bicara tentang keberlanjutan pada rantai suplai ke level berikutnya.  Pembangunan dari pinggiran atau pembangunan dari desa harusnya menjadi jargon penting yang hendaknya diwujudkan dengan nyata dalam inisiatif membangun system pangan local komunitas ini. 

Sesungguhnya, jika Pemerintah terutama dan seharusnya mendapatkan penguatan dari DPR yang merupakan wakil dari petani-petani tradisi ini. Proyek khusus terkait penguatan dan pengembangan pertanian tradisi ini seharusnya menjadi perhatian khusus.  Mungkin terlalu utopis  jika harus berharap dan mulai dari pemerintah dan DPR nasional. 

Mungkin lebih realis jika inisiatif ini lahir dari petani-petani tradisi dan organisasi masyarakat sipil  lokal di daerah kabupaten atau propinsi  yang didukung oleh pemerintah daerah dan DPRD untuk menyadari betapa pentingnya system pangan lokal ini bagi keberlanjutan pangan daerah, keberlanjutan kehidupan bagi masyarakat di daerah yang mandiri dan berdaulat. 

Bogor, 20 Januari 2022

Catatan Refleksi Pengembaraan (April -- Mei 2021) memahami Sistem  Pangan Lokal

Komunitas  Petani  Kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu bersama  WWF Indonesia  Kalimantan Barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun