Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk membantu Budeh dan pedagang kecil lainnya?
Pertama, peran pemerintah sangat krusial dalam menciptakan ekosistem yang mendukung usaha mikro. Program subsidi bahan pokok, pelatihan digital marketing, atau akses kredit lunak bisa jadi jalan keluar. Tapi tak hanya dari atas, masyarakat sekitar pun bisa mengambil bagian.
Kita bisa mulai dari hal sederhana: beli makanan dari warung sekitar, bantu promosikan lewat media sosial, atau ajak komunitas RT dan RW untuk membuat sistem belanja harian dari pedagang lokal. Gotong royong dalam bentuk modern tetap bisa menyelamatkan kehidupan tradisional.
Di sisi lain, pihak swasta juga bisa ambil bagian. Program CSR (Corporate Social Responsibility) yang menyentuh usaha mikro di lingkungan tempat mereka beroperasi bisa memberikan dampak langsung. Tak hanya bantuan materi, pendampingan, pelatihan, bahkan penyediaan platform promosi digital bisa menjembatani warung seperti milik Budeh agar tetap relevan di era serba online.
Harapan yang Tetap Menyala di Tengah Gang Sempit
Menutup perbincangan sore itu, Budeh sempat menatap langit senja sambil berkata, "Kalau nggak kuat iman dan sabar, bisa-bisa nyerah. Tapi saya percaya, rejeki itu udah ada yang ngatur. Saya jalanin aja sebisa saya."
Warung kecilnya mungkin tak pernah masuk radar bantuan formal. Tapi cerita seperti ini semestinya menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati tak hanya tentang gedung tinggi atau jalan lebar. Ia tentang bagaimana satu piring nasi, satu kursi plastik, dan satu perempuan kuat bisa berdiri tegak di tengah gang sempit  demi keluarganya.
Dan di sanalah, seharusnya kita semua ikut berdiri bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI