Mohon tunggu...
Rafli EkaPrasetya
Rafli EkaPrasetya Mohon Tunggu... Mahasiswa

hobi bermain sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Cerita Budeh dan Sepinya Pecel Ayam

25 Mei 2025   21:00 Diperbarui: 25 Mei 2025   20:36 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak suaminya pensiun dari pabrik dan jatuh sakit, warung inilah yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan keluarga. Budeh mengaku sempat terpikir mencari pekerjaan lain, tetapi usianya yang sudah tak muda lagi dan tanggung jawab menjaga suami yang sakit membuatnya tidak bisa pergi jauh.

"Saya pernah ditawarin bersihin rumah orang seminggu dua kali, tapi saya pikir kalau saya pergi, siapa yang jagain bapak? Lagian siapa yang bukain warung? Jadi ya saya jalani aja ini," katanya sambil tersenyum getir.

Warung kecil ini bukan hanya tempat jualan. Ia adalah simbol ketahanan, kerja keras, dan harapan. Setiap piring pecel ayam yang terjual berarti satu langkah lebih dekat menuju uang buku sekolah atau kebutuhan obat untuk sang suami.

Foto ayam penyet Budeh
Foto ayam penyet Budeh

Warung Sepi dan Ancaman Kesejahteraan Keluarga

Situasi yang dialami Budeh bukan sekadar cerita tentang dagangan pecel ayam yang makin jarang laku. Di balik itu, ada gambaran nyata tentang bagaimana tekanan ekonomi bisa menyeret keluarga sederhana semakin dekat pada jurang kesulitan hidup.

Ketika pemasukan harian menurun drastis, kebutuhan tetap tak berkurang: anak-anak tetap butuh biaya sekolah, suami yang sakit perlu perawatan, dan dapur harus tetap mengepul. Tanpa penghasilan yang stabil, keluarga seperti Budeh rentan kehilangan jaring pengaman sosial. Bila dibiarkan, mereka bisa jatuh pada kondisi kemiskinan yang lebih dalam.

Hal seperti ini sejatinya menjadi perhatian dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan. Masyarakat kecil yang mengandalkan usaha mandiri seperti warung makan, tukang gorengan, atau pedagang sayur keliling adalah tulang punggung ekonomi lokal. Mereka bukan hanya menjaga perputaran uang di lingkungan sendiri, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa pekerjaan yang layak tak harus selalu datang dari kantor atau pabrik.

Sayangnya, keberadaan mereka sering luput dari dukungan sistematis. Tak ada akses pelatihan, tak paham teknologi digital, tak masuk dalam skema bantuan usaha. Padahal, jika kota dan kampung ingin tumbuh secara berimbang, mereka harus jadi bagian dari rencana besar itu.

Kehidupan layak, kesempatan kerja yang adil, dan lingkungan yang mendukung usaha kecil bukan sekadar cita-cita global, itu kebutuhan nyata warga seperti Budeh. Di gang-gang sempit tempat mereka tinggal, pembangunan seharusnya terasa dalam bentuk yang paling sederhana: dagangan laku, anak bisa sekolah, dan hidup bisa terus berjalan tanpa rasa takut akan esok.

Solusi yang Bisa Diperjuangkan Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun