Mohon tunggu...
Rapi Pradipta
Rapi Pradipta Mohon Tunggu... Guru Penulis dari Habang

Guru Penulis dari Habang, saat ini bertugas sebagai Guru Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 4 Lepar, sudah banyak tulisan Opini, Puisi, hingga Cerpen yang dimuat di media online maupun cetak. Saat ini telah melahirkan 1 buku dengan Judul (Mencetak Generasi Gemilang Di Era Digital). Sekarang sedang memproses Novel dan Kumcer (Kumpulan Cerpen)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Topeng Kertas

11 Oktober 2025   22:29 Diperbarui: 12 Oktober 2025   00:31 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan Daris? Ia tersenyum lebih lebar lagi, seolah tak ada yang bisa menembus lapisan topengnya. Padahal di balik senyum itu, hatinya perlahan retak.

Karena sesungguhnya, topeng yang terlalu lama dipakai, lama-lama melekat. Dan Daris mulai takut, kalau suatu hari nanti, ia benar-benar tak bisa lagi menemukan wajah aslinya.

Hari itu balai desa penuh sesak. Warga berkumpul, bukan untuk rapat biasa, melainkan untuk "sidang rakyat kecil." Di tengah ruangan, Daris duduk dengan senyum khasnya, senyum yang dulu membuat banyak orang percaya, tapi kini mulai hambar.

Seorang ibu berdiri, suaranya tegas, "Mang Daris, uang iuran untuk perbaikan jalan kemarin ke mana? Katanya sudah dibelikan semen. Mana semennya?"

Belum sempat Daris membuka mulut, seorang pemuda menyahut, "Jangan tanya semen, Bu. Listrik pos ronda saja masih mati. Katanya sudah diperbaiki, padahal lampunya masih ngedip kayak kunang-kunang."

Gelak tawa meledak. Daris kaku, tapi buru-buru memasang topengnya lagi.

"Tenang, tenang. Semua sudah dalam proses. Kita hanya perlu sabar"

Namun tiba-tiba, seorang kakek maju ke depan. Wajahnya keriput, matanya tajam. Ia mengangkat sebuah benda kecil. Topeng kertas yang dicat dengan senyum lebar.

"Kami sudah tahu, Daris. Kau hanya pandai bicara. Semua janji tinggal janji. Topengmu sudah terlalu lama menipu."

Ruangan hening. Semua mata tertuju pada Daris. Untuk pertama kalinya, ia kehilangan kata-kata. Senyum itu tak lagi bisa terpasang. Tangannya gemetar, seolah topeng-topeng yang ia kenakan selama ini runtuh sekaligus.

Dan tawa pun pecah, bukan lagi tawa ramah, melainkan tawa lepas, tawa orang-orang yang akhirnya sadar bahwa mereka terlalu lama diperdaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun