Sejenak kelas terdiam. Seorang murid perempuan mengangkat tangan, suaranya ragu. "Pak... jadi kita ini sebenarnya sedang menulis cerita juga?"
Pak Rendra menatapnya lembut. "Benar sekali. Kita semua penulis sejarah. Apa yang kalian lakukan hari ini, sekecil apa pun, akan jadi catatan. Apakah kalian menulis bab tentang kebaikan? Tentang kerja keras? Atau justru tentang kemalasan dan kebencian? Itu pilihan kalian."
Suara beduk dari masjid menandakan waktu istirahat tiba. Anak-anak pun berhamburan keluar, sebagian berlari menuju lapangan untuk menyaksikan lomba. Pak Rendra tetap berdiri di depan pintu kelas, menatap bendera merah putih yang berkibar di kejauhan.
Di dalam hatinya ia berbisik, "Delapan puluh tahun Indonesia merdeka. Semoga generasi ini menulis bab yang lebih indah dari sebelumnya. Semoga buku besar bangsa ini kelak dibaca dengan bangga, bukan dengan penyesalan."
Ia lalu menutup bukunya, berjalan pelan ke halaman sekolah, dan tersenyum melihat murid-muridnya tertawa di bawah kibaran merah putih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI