Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desember yang Terluka

1 Desember 2024   20:33 Diperbarui: 1 Desember 2024   21:19 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : unsplash.com/AlecDouglas

     "Urutannya bukan seperti ini. Biasanya Ibu akan memasak setelah semua kegiatannya selesai. Kenapa ini dia masak duluan padahal pekerjaan yang lain belum dikerjakan?" gerutuku dalam hati.

     Brownie mengeong sambil berpindah tempat, mengikuti langkah Ibu, lalu bermanjaan di situ. Ibu tetap fokus pada bahan masakan di depannya. Ia mengupas lima buah pisang kepok, sepertinya tingkat kematangannya sangat pas untuk dijadikan pisang goreng. Ibu lanjut membuat adonan tepungnya, ia menambahkan sedikit perisa vanila. Harumnya bahkan sudah membuat lapar sebelum menu itu menjadi pisang goreng sungguhan. Aku menjadi rindu pisang goreng Ibu setelah setahun ini tidak pernah memakannya. Walaupun dahulu pun aku makan sendirian, karena Ibu hanya memasak, lalu sibuk dengan pekerjaannya lagi.

      Beberapa saat kemudian, harum pisang goreng memenuhi seluruh penjuru ruangan. Warna keemasan khas pisang goreng sudah menggugah seleraku. Ibu menyajikannya di piring putih polos tanpa motif bunga-bunga ataupun garis-garis. Ibu memarut sedikit keju untuk dijadikan topping. Ia tahu betul kesukaan anaknya.

      Ibu duduk di teras ditemani sepiring pisang goreng. Brownie mengikutinya, begitupun aku, ikut mengekor di belakang Brownie. Ibu termenung menatap dedaunan yang basah selepas diguyur hujan. Mendung masih memayungi bumi, memberi tanda bahwa hujan mungkin akan datang lagi.

     Ibu menikmati sepotong demi sepotong pisang goreng hangat. Lalu, Bu Cika, tetangga kami, datang menghampiri Ibu, membawa sekantung plastik entah apa isinya.

     "Duh enak sekali itu pisang gorengnya, May!" celutuk Bu Cika sambil masuk ke teras.

     Ibu hanya tertawa kecil sambil menawarkan.

    "Ini aku bawa jambu air. Pohon di belakang rumahku panen."

     Ibu mengangguk, berterima kasih.

    "Aku cicip satu ya!" ujar Bu Cika sambil melahap pisang goreng yang masih hangat itu.

    "Ohya, itu sembako sebanyak itu mau untuk sedekah satu tahunan Alina ya? Mau kubantu bagikan?" tanya Bu Cika sambil melirik ke ruang tamu karena pintu rumah tak tertutup sempurna. Ada tumpukan paket sembako berisi beras, minyak, mie instan, dan gula pasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun