Di tengah keramaian diskusi tentang bonus demografi, kurikulum baru, dan visi Indonesia Emas 2045, satu pertanyaan mendasar sering kali luput diajukan: republik ini ingin menjadi apa, dan ingin membentuk manusia macam apa? Jika pertanyaan itu kita ajukan kepada Tan Malaka, jawabannya mungkin tidak terdengar teknokratis atau berbasis indikator global. Ia mungkin akan menjawab pelan, tegas, dan menyentuh akar masalah: "Bangunlah manusia, maka republik akan menyusul."
Dalam skenario sejarah alternatif yang dituangkan dalam buku "Skenario Alternatif Jika Tan Malaka Presiden Pertama Indonesia", kita tidak hanya diperlihatkan Indonesia yang merdeka lebih cepat, tetapi juga lebih jujur. Republik yang dibangun bukan dengan janji manis para elite, melainkan dengan keringat petani, suara buruh, dan keberanian guru desa. Bukan diplomasi meja bundar, melainkan revolusi meja belajar.
Dan justru dari situlah kita bisa memetik arah baru pembangunan manusia Indonesia menuju 2045.
Pendidikan Bukan Tambahan, Tapi Fondasi
Tan Malaka, dalam imajinasi buku ini, tidak mendirikan kementerian pendidikan di bawah struktur birokrasi yang gemuk. Ia mengangkat seorang guru perempuan dari desa sebagai Menteri Pendidikan---bukan karena gelar, tetapi karena pengabdiannya yang nyata. Ia percaya bahwa pendidikan bukan hanya soal angka partisipasi sekolah, tetapi soal pembebasan akal dan pembentukan karakter rakyat.
"Negara bukan perusahaan. Kita tidak mencari untung, kita menyelamatkan nyawa," ujar Tan dalam rapat kabinet pertama. Dan pendidikan, dalam konteks ini, adalah penyelamat. Ia menyelamatkan rakyat dari ketidaktahuan, dari ketertundukan, dan dari takdir yang dibentuk oleh sistem lama.
Apa yang dilakukan Tan? Ia tidak menunggu sekolah berdiri dari dana pusat. Ia mendorong pembentukan sekolah rakyat dari rumah ke rumah. Buku-buku yang dulu dibakar, kini dibacakan setiap malam lewat radio rakyat. Guru-guru bukan hanya mengajar, tapi ikut panen, ikut gotong royong, dan menjadikan pelajaran bukan sekadar teori, tapi bagian dari hidup.
People Development: Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat
Gagasan people development hari ini sering kali dipersempit dalam bentuk pelatihan vokasional, sertifikasi keterampilan, atau program reskilling tenaga kerja. Itu penting. Tetapi dalam republik versi Tan Malaka, pembangunan manusia adalah hal yang holistik---ia menyentuh akal, tubuh, dan hati.
Buruh bukan hanya diajari teknik produksi, tapi juga makna nilai tukar. Petani bukan hanya diberi benih unggul, tapi juga pemahaman soal ekonomi pasar dan hak atas tanah. Dan anak-anak? Mereka bukan hanya dilatih membaca dan berhitung, tapi juga dipupuk untuk mencintai kejujuran, kebersamaan, dan kerja nyata.