Mohon tunggu...
Fragman Senyap
Fragman Senyap Mohon Tunggu... Penulis

Halo, Fragman Senyap, seorang penikmat kata, pengamat kehidupan, dan penulis lepas yang percaya bahwa setiap cerita memiliki kekuatan untuk mengubah cara kita melihat dunia. Lahir dan besar di desa kecil, saya tumbuh bersama buku-buku, dialog diam dengan diri sendiri, dan keinginan untuk terus belajar dari kehidupan sehari-hari, sambil tetap menulis sebagai bentuk ekspresi diri dan ruang berbagi pemikiran. Topik yang saya angkat di Kompasiana cukup beragam—mulai dari catatan reflektif, opini sosial, hingga cerita ringan yang menyentuh sisi personal manusia. Saya percaya bahwa menulis bukan hanya soal mengungkapkan, tapi juga soal menyembuhkan. Mari bertukar pikiran, berbagi cerita, dan merayakan makna dari hal-hal kecil bersama. Salam hangat, Fragman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Republik yang Mendidik: Warisan Tan Malaka dan Jalan Menuju Indonesia Emas 2025

27 Juli 2025   07:30 Diperbarui: 20 Juli 2025   16:18 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transformasi yang terjadi bukan top-down. Ia datang dari bawah. Dari desa. Dari kepercayaan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin, selama mereka mengerti penderitaan orang lain. Dalam pembangunan seperti ini, manusia tidak dilatih menjadi mesin produksi, tetapi menjadi pemikir dan pembangun yang sadar tujuan.

Indonesia Emas Tanpa Manusia Emas Adalah Ilusi

Kita boleh menetapkan target: pendapatan per kapita Rp300 juta per tahun di 2045, kontribusi industri 30% dari PDB, atau menjadi lima besar ekonomi dunia. Tetapi siapa yang akan menjalankan semua ini jika kita tidak mendidik rakyat dengan visi jangka panjang?

Tan Malaka tidak membangun jalan tol atau gedung tinggi. Tapi ia membangun jalan pemahaman. Dalam satu tahun, ia menurunkan angka buta huruf 30% hanya dengan mobilisasi guru rakyat dan sekolah informal. Ia tidak menjanjikan revolusi digital, tapi ia menciptakan revolusi kesadaran, di mana setiap warga merasa berhak tahu, dan berkewajiban untuk belajar.

Itulah makna "republik yang mendidik". Sebuah republik yang tidak membiarkan rakyatnya hanya jadi objek kebijakan, tetapi menjadi subjek sejarah. Sebuah republik di mana pembangunan manusia bukan tugas kementerian, tapi ruh dari seluruh pembangunan nasional.

Warisan yang Relevan untuk Hari Ini

Apa relevansi warisan Tan Malaka dalam imajinasi sejarah ini bagi Indonesia Emas 2045?

Pertama, keberanian untuk berpihak pada rakyat terbawah. Dalam buku ini, pembangunan dimulai dari desa. Dari sawah. Dari balai desa dan lumbung padi. Pembangunan SDM hari ini pun tidak boleh hanya fokus pada kota dan teknologi tinggi, tetapi harus merata, adil, dan membumi.

Kedua, integrasi antara pendidikan, ekonomi, dan etika. Tan Malaka tidak memisahkan pelajaran dengan pangan. Tidak memisahkan sekolah dengan sawah. Ia membuktikan bahwa pembangunan manusia sejati bukan hanya soal skill, tapi juga sikap.

Ketiga, kesadaran bahwa pembangunan manusia adalah kerja kolektif. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam gerakan "Bangun Diri" misalnya, semua warga menyumbang waktu untuk republik: ada yang mengajar, menanam, memperbaiki jembatan. Indonesia Emas hanya bisa dicapai jika seluruh rakyat merasa terlibat dan memiliki arah.

Kita Tidak Terlambat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun