[4] Ibnu Qudamah dari madzhab Hanbali menyatakan dalam kitab Al-Muqni'
وإن ارتد أحد الزوجين قبل الدخول انفسخ النكاح، ولا مهر لها إن كانت هي المرتدة، وإن كان هو المرتد فلها نصف المهر. وإن كانت الردة بعد الدخول فهل تتعجل الفرقة أو تقف على انقضاء العدة؟ على روايتين
Artinya: Apabila salah satu suami-istri murtad (keluar dari Islam) sebelum dukhul (hubungan intim) maka nikahnya batal (fasakh) dan istri tidak berhak atas mahar apabila istri yang murtad, sedangkan apabila suami yang murtad maka istri berhak mendapat separuh mahar.
Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita (non-muslim) dalam Hukum Islam :
Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita non-muslim yang dimaksud dalam Hukum Islam adalah apabila Wanita Non-muslim tersebut adalah dari golongan ahli kitab, artinya orang yang mengimani kitab terdahulu, dalam hal ini Wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini diperbolehkan.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah 5:5
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌِ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.
Sebagian Sahabat Nabi juga menikahi wanita ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi) seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah yang menikah dengan wanita Nasrani dan Hudzaifah yang menikahi wanita Yahudi.
Wallahu A'lam Bishawab (Hanya Allah Mahatahu yang benar/yang sebenarnya).
Literatur tambahan :
www.alkhoirot.net