Mohon tunggu...
Rangga Hilmawan
Rangga Hilmawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemikiran adalah senjata Mematikan. Tulisan adalah peluru paling tajam

Seorang Pemuda Betawi - Sunda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sarodi Si Anak eRWe

30 November 2020   17:31 Diperbarui: 30 November 2020   17:37 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Dictio.id

Dari ujung gang terdengar suara  knalpot bising sebuah sepedah motor, melaju sangat kencang ditengah gang sempit dengan lebar tidak lebih dari dua setengah meter. suaranya semakin menjadi jadi tatkala berpapasan dengan sebuah sepeda yang dikayuh oleh kakek tua, pria dengan sepeda motor berknalpot bising itu menarik gas pada tangan kanan sejadi-jadinya, sambil berteriak "MINGGIR WOI". 

kakek yang sudah renta itu kehilangan keseimbangan diatas sepedahnya, sebelah kakinya masih berada pada kayuhan pedal, sebelah kakinya lagi berusaha menahan keseimbangan dengan menapakan kaki ke tanah, tapi nahas, pijakannya tidak mendarat pada permukaan jalan dengan sempurna, lebih dari setengan pijakannya berada di sisi luar jalan yang berbatasan dengan selokan kecil berukuran lebar 30 cm, kakek tersebut jatuh tersungkur dengan setengah badannya basah kuyup terendam air pembuanga rumah-rumah warga sekitar, dan kemungkinan besar kakiniya terkilir, serta luka-luka ringan akibat benturan karena terjatuh. 

Pria dengan sepeda motor tersebut tidak memperdulikan kondisi sang kakek, mukanya begitu sengak, dagunya dicondongkan kedepan menandakan kesombongan dan kebanggan yang begitu besar dalam diri, dan lalu tetap melaju sambil terus menggeber sepeda motornya.

Warga yang melihat dan mendengar suara sebuah sepeda jatuh ke selokan tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya menolong sang kakek yang terlihat begitu kesusahan, tidak ada seorang pun yaang berani menegur atau bertindak sesuatu pada pemuda ugal-ugalan, hanya bisa bergumam sambil mengangkat sepeda sang kakek. 

***

Seorang lelaki yang menolong mengangkat tubuh tua renta itu menanyakan kondisi, sebari memapah si kakek untuk duduk di kursi kayu panjang yang sudah reot depan warung seorang warga.

Semua berkerumun mencoba untuk memberikan pertolongan seadanya pada si kakek yang matanya berkaca menahan rasa sakit, ternyara benar, tangan kiri bagian sikutnya terluka, kakinya terkilir tapi tidak terlalu parah, lututnya terlihat memar biru kehijauan.

Dalam kaget dan rasa sakitnya, sang kakek mencari dan menanyakan sebuah bungkusan kresek  hitam yang digantungan pada stang sepeda yang dikayuhnya. 

Seorang ibu menyadari dan mengambil bungkusan itu yang tadi ikut terjatuh kedalam selokan bersama pemilik tubuh tua renta, sambil memberikan pada si kakek yang terduduk dan membersihkan sisa air di tangannya.

Fokusnya tidak lagi tertuju pada luka yang dia alami, sang kakek membuka plastik hitam, ternyata isinya adalah beras dan sebuah telur yang nanti malam akan dinikmati oleh si kakek dan cucu kecilnya yang sudah menunggu dirumah, namun sayang telur itu sudah pecah bercampur dengan beras dan  air selokan yang masuk dari rembesan pengikat ujung bungkusan plastik.

Warga yang berkerumun hanya bisa saling menatap dengan penuh rasa Iba, mungkin yang ada didalam pikiran semua warga itu, "jika saja kami punya beras dan lauk pauk berlebih, akan kuberikan pada si kakek". atau bisa saja mereka saling patungan uang dan membeli satu kilo beras dan telor, itu akan menjadi pilihan untuk didapur masing-masing, karena kondisi ekonomi mereka pun sudah kesusahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun