Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Prihatin, Gawat Darurat (Porn)literasi, Carut-Marutnya Literatur Indonesia!

4 Januari 2023   08:30 Diperbarui: 4 Januari 2023   16:29 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya belum jadi penulis femes, tapi saya tidak mau menuliskan hal sedemikian walau demi cuan!"

Demikian kurang lebih status postingan rekan penulis dunia maya saya di media sosial beserta beberapa tangkap layar sebuah novel online di platform.  Berikut saya sarikan dan cuplikkan.

Tangkap Layar Edit Pribadi
Tangkap Layar Edit Pribadi

Kisah yang sudah dibaca ratusan ribu kali itu jelas clickbait (izinkan saya menyensor judul dan beberapa kata-kata sensitif demi kesantunan bermedia sosial). Akan tetapi bukan itu (saja) masalahnya.

Jika pada zaman saya dibesarkan belum ada internet dan gawai seperti saat ini, anak-anak di bawah umur dan Generasi Z dihadapkan pada begitu luasnya pilihan di dunia maya akan konten hiburan. Bukan hanya musik, lagu, game dan film saja. Bahkan dunia literasi yang seyogyanya jadi ajang hiburan dan rekreasi para penikmat bacaan.

Sedih dan mirisnya, karena sebegitu mudahnya menjadi seorang penulis dan begitu gampangnya mendapatkan pemasukan dari profesi instan yang berawal dari sekadar hobi ini, segala macam kisah dan literatur online bisa ditemukan siapa saja, termasuk anak-anak!

Jangankan yang gratisan, yang berkunci juga bisa dengan mudah ditemukan dan dibaca oleh anak-anak di bawah usia.

Para oknum penulis semata-mata tergiur pada banyak klik yang kelak bisa menjadi ladang penghasilan. Banyak mereka berkilah jika 'fiksi ya hanya fiksi' lantas menyalahkan orang tua, pengasuh atau pergaulan saja jika anak bisa kebobolan membaca.

"Novelku hanya untuk orang dewasa, kok. Jika ada anak yang curi baca ya salah orang tuanya!"

Demikian pernah saya baca di media sosial sebagai sebuah bentuk 'pembenaran diri'.

Bahkan para penulis erotika 'murni' pun terpinggirkan dengan adanya penulis genre pornlit yang mengaku atau menyamar sebagai erotika. Padahal walau sama-sama mengusung tema romansa cinta dewasa, berbeda sekali secara pemilihan kata-kata, ejaan, kepedulian akan tujuan pesan moral saat menulis apalagi mutu alur dan cara bertutur. Pembaca awam kita masih sangat perlu dididik untuk cerdas membedakan dan memilih bacaan antara erotika dengan pornlit.

Pornliterasi sudah menjadi api dalam sekam yang selama ini luput dari perhatian dan turun tangan pemerintah. Jangan hanya film-video, foto, dan aneka konten visual tak layak tayang saja yang diperhatikan, diawasi ketat dan diblokir.

Literasi dalam bentuk apapun sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan kita. Apa yang terjadi di dunia ini sebagian besar disebabkan oleh pengaruh pendidikan dan asupan hiburan yang bukan hanya dibaca lalu selesai. Banyak kasus berawal dari terinspirasi, ingin melampiaskan, tergoda untuk mencoba.

Kasus pelecehan seksual, perisakan dan perundungan, penyimpangan, begal, perselingkuhan dan sebagainya berawal dari keinginan purba manusia yang bisa dipicu oleh apa yang menimbulkan hawa nafsu.

Bukan hanya sekadar bicara mengenai kemerosotan akhlak, moral dan dosa. Kita semua hendaknya mulai membuka mata dan hati, sebab gawat darurat literasi negeri ini sudah masuk pada zona merah. Bahaya laten yang jika dibiarkan akan perlahan-lahan merusak fondasi dan sendi edukasi generasi bangsa yang berbudi luhur, sopan santun dan ber-Pancasila.

Editor dan platform online hendaknya lebih mampu menyaring konten, mengetatkan fungsi sensor, memblokir para oknum penulis yang menuliskan judul serta kata-kata sensitif dan eksplisit berlebihan mengenai seks serta tentunya tidak sesuai dengan etika dan kebudayaan Bangsa Indonesia.

Jangan hanya mementingkan banyaknya klik dan pemasukan alias memperbesar pundi-pundi cuan belaka.

Masih sangat banyak karya literasi online lain yang sepi pembaca namun jauh lebih santun, elegan, layak baca. Silakan pilih sesuai kebijaksanaan, mau nikmati yang mana.

Semoga tulisan pengingat sederhana ini bisa mulai direnungkan, disebarkan, membawa perubahan dan dampak positif serta cukup bermanfaat. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun