Matanya memburam. Dadanya sesak oleh rasa bersalah dan terharu. Ia tak tahu Raka melakukan semua ini. Diam-diam. Tanpa pamrih.
Saat Raka datang malam itu, Nayla menatapnya lekat-lekat.
"Kenapa kamu gak pernah bilang soal penggalangan dana itu?"
Raka menunduk. "Karena aku gak pengen kamu ngerasa berutang apa pun."
"Ka..." Nayla menggenggam tangannya. "Aku nggak tahu apa aku udah pantas bilang ini... tapi sekarang aku sadar. Kamu gak pernah ninggalin aku. Bahkan waktu aku sendiri lupa siapa kamu."
Raka menatapnya, napasnya tercekat.
"Aku belum bisa bilang 'aku cinta kamu' dengan penuh ingatan," lanjut Nayla. "Tapi hatiku... udah tahu arah pulangnya."
Raka tak bisa berkata apa pun. Ia hanya tersenyum, lalu menarik tangan Nayla ke dadanya. "Itu udah cukup buat aku, Nay."
---
Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Nayla tertidur dengan senyum yang utuh. Bukan karena tubuhnya sembuh, tapi karena hatinya tak lagi hilang.
Ia tahu kini---meski luka masih ada, bahkan mungkin takkan hilang sepenuhnya---ia dan Raka telah menyatu dalam cara yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang pernah tersesat, dan akhirnya... menemukan rumah.