Mohon tunggu...
Maura Maghfira
Maura Maghfira Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Regulasi dan Kebijakan terkait Mata Uang Kripto sebagai Alat Pembayaran di Indonesia

8 November 2017   13:53 Diperbarui: 8 November 2017   14:09 4857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa pokok materi muatan yang perlu dicantumkan atau di muat dalam Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai mata uang di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Satuan Mata Uang Negara Republik Indonesa (Unit Of Currency / Monetary Unit) Macam, Harga dan Ciri-ciri Mata Uang
  • Uang Rupiah sebagai Alat Pembayaran Yang Sah (Legal Tender)
  • Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah
  • Pembawaan Uang Rupiah Ke Dalam Atau Keluar Wilayah Pabean Republik Indoensia
  • Pengaturan Mengenai Pembatasan Penggunaan Uang Tunai dalam Jumlah Nominal Tertentu Dalam Kegiatan Transaksi
  • Kewenangan Bank Indonesia dalam mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, menarik, dan memusnahkan Uang Rupiah dari Peredaran
  • Kewenangan Mencetak Uang Rupiah
  • Penetapan Desian Uang Rupiah
  • Penukaran Uang Rupiah
  • Pembebasan Uang dari Bea Meterai
  • Bank Indonesia Tidak Memberikan Penggantian Uang Yang Hilang atau Musnah
  • Penanganan dan Pemberantasan Uang Palsu
  • Laporan Pelaksanaann Kegiatan Di Bidang Pengedaran Uang
  • Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif
  • Ketentuan Pelaksaanaan Dari Undang-Undang Mata Uang

Penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran bertentangan dengan Undang-Undang No 7. Tahun 2011 tentang Mata Uang dimana hanya Rupiah yang diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia, selain itu Bitcoin yang sering disebut sebagai Crytocurrencyatau mata uang kripto menimbulkan beberapa permasalah yaitu apakah Bitcoin sudah memenuhi apa yang disebut sebagai mata uang. Selain masalah Bitcoin sebagai alat pembayaran, system elektronik Bitcoin sendiri juga menimbulkan beberapa masalah hukum, sebuah Informasi elektronik baru dapat dinyatakan sah apabila informasi tersebut berasal dari system elektronik yang sah, pasal 5 ayat (3) UU ITE menyatakan:

"Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini"

UU ITE kemudian mengatur mengenai syarat-syarat minimum dari system elektronik yang beroperasi di Indonesia, yaitu:

  • Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
  • Dapat melindungi ketersediaan , keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
  • Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik Tersebut;
  • Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut, dan
  • Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggunjawaban prosedut atau petunjuk.
  • Setiap system informasi yang beroperasi di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat minimum di atas, selain itu terdapat syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undnagan khususnya PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggarana Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Bank Indonesia (BI) sebagai regulator moneter sudah menegaskan bahwa bitcoin dan mata uang virtual lain bukan alat pembayaran yang sah sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Selain itu, pada November 2016 lalu bank sentral pun telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Dalam pasal 34 PBI itu, BI menyatakan pemrosesan transaksi pembayaran dilarang untuk dilakukan dengan mata uang virtual.


"Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency," demikian bunyi butir a dalam pasal tersebut.

Bitcoint dan variasinya sering dikatakan sebagai "Cryptocurrency" atau mata uang kripto karena diklaim dapat digunakan sebagai alat tukar/ alat pembayaran atas suatu jasa atau benda, meskipun dikatakan sebagai mata uang Bitcoin tidak memenuhi syarat sebagai suatu alat pembayaran baik secara teori maupun secara undang-undang.

Secara teori, Bitcoin tidak memenuhi beberapa syarat dari Syarat Uang tersebut diatas, yaitu :

  • Bitcoin tidak dapat di standarisasi, bitcoin merupakan program yang bersifat terbuka (opensource) dan Bitcoin dijalankan berdasarkan partisipasi public, tidak ada otoritas sentral yang dapat mengatur Bitcoin sehingga secara teori setiap orang yang mengerti pemograman dapat mengubah kode pemograman Bitcoin asalkan mendapat dari persetujuan dari setiap computer yang sedang menjalankan program ini, oleh karena hal tersebut tidak mungkin untuk melakukan standarisasi atas Bitcoin.
  • Syarat kedua yang tidak dipenuhi oleh Bitcoin adalah diakui, setiap uang harus diakui oleh otoritas yang berwenang, Rupiah merupakan uang dan memiliki nilai karena Negara yang mempunyai kuasa menjamin bahwa Rupiah dapat ditukarkan dengan barang dan jasa di wilayah Republik Indonesia oleh Karen aitu syarat pengakuan adalah syarat yang paling penting dalam keberadaan suatu uang, pengakuan membedakan antara kertas biasa dan uang, Bitcoin merupakan program yang diciptakan oleh tokok anonimus dan bahkan telah dilarang di beberapa Negara seperti Tiongkok, oleh karena itu Bitcoin tidak memenuhi syarat ini.
  • Syarat terakhir yang tidak dipenuhi oleh Bitcoin adalah nilai yang stabil, nilai Bitcoin terus berubah-ubah dan didasarkan pada spekulsi semata tanpa da faktor penentu yang pasti atas nilainya, nilai pasarnya bisa berubah dari USD.1300 pada September 2013 menjadi sekitar USD 500 pada Juli 2014 dan nilai tersebut terus turun dan naik sesuai dengan spekulasi masyarakat, uang harus memiliki nilai yang stabil agar dapat dijadikan alat pembayaran oleh karena itu Bitcoin tidak memenuhi unsur ini.

Bitcoint tidak memenuhi syarat uang secara teori dan UU Mata Uang hanya mengakui Rupiah sebagai alat tukar yang sah, dan berdasarkan UU Mata Uang Bitcoin tidak dapat dikataka sebagai uang.

Pelaku usaha yang menawarkan barang/jasa pada konsumen memiliki kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Di Indonesia, telah ada pelaku usaha yang menawarkan jasa dalam menukarkan produk Bitcoin, pelaku usaha yang menawarkan jasa ini jika menjual kepada pembeli yang merupakan konsumen akhir terikat kepada UU Perlindungan Konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun