Di tengah era globalisasi dan persaingan ketat di dunia pendidikan dan profesional, mahasiswa sering kali dihadapkan pada berbagai tekanan. Dari tuntutan akademik, persiapan karier, hingga tantangan pribadi, perjalanan untuk menjadi sarjana unggul dan profesional yang kompeten tampaknya semakin menantang. Banyak dari mereka yang merasa terbebani dengan standar kesuksesan yang tinggi, ditambah lagi dengan ketidakpastian yang sulit diprediksi di masa depan. Dalam konteks ini, filosofi Stoicisme menawarkan pendekatan yang relevan untuk mengelola tantangan tersebut.
Stoicisme menawarkan cara pandang yang mendalam tentang bagaimana menjalani hidup dengan bijaksana, bukan dengan mengandalkan hal-hal eksternal, tetapi dengan berfokus pada kontrol diri. Dalam konteks mencapai keberhasilan akademis dan profesional, perbedaan antara Fortuna (nasib) dan Virtue (kebajikan) menjadi sangat relevan.
Salah satu aspek utama dari Stoicisme adalah membedakan antara hal-hal yang berada di bawah kendali kita dan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Ini dikenal dalam istilah Stoik sebagai perbedaan antara Fortuna dan Virtue. Dengan memahami dan mempraktikkan perbedaan ini, mahasiswa dapat menemukan cara yang lebih bijaksana untuk menghadapi tantangan akademik dan profesional, dan pada akhirnya menjadi individu yang tangguh dan unggul.
Mengapa Konsep Fortuna dan Virtue Penting?
Fortuna: Hal-hal di Luar Kendali Kita
Fortuna, dalam Stoicisme, merujuk pada segala sesuatu yang berada di luar kendali kita. Ini bisa mencakup kejadian tak terduga, nasib, keberuntungan, atau keadaan eksternal yang tidak dapat kita kendalikan. Dalam konteks akademik, Fortuna mencakup berbagai faktor eksternal yang memengaruhi perjalanan pendidikan mahasiswa, seperti kesehatan, perubahan kebijakan pendidikan, atau bahkan perkembangan teknologi yang mengubah tren industri di masa depan. Dalam banyak kasus, mahasiswa mungkin merasa frustrasi ketika mereka menghadapi hal-hal yang berada di luar kendali mereka, terutama ketika hasil yang diinginkan tidak sesuai harapan.
Virtue: Kebajikan yang Dapat Kita Kendalikan
Di sisi lain, Virtue menggambarkan kualitas moral yang sepenuhnya berada di dalam kendali kita, seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri. Ini adalah karakteristik yang dapat dikembangkan dan diperkuat melalui usaha dan latihan. Dalam Stoicisme, Virtue adalah pusat dari hidup yang baik. Stoik percaya bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati tidak berasal dari hal-hal eksternal seperti kekayaan atau kesuksesan duniawi, melainkan dari pengembangan karakter moral yang kuat.
Mengapa perbedaan ini begitu penting untuk mahasiswa? Karena banyak dari mereka terlalu fokus pada hasil akhir, seperti nilai, pekerjaan, atau pengakuan sosial, yang sebenarnya sering berada di luar kendali mereka. Dengan memahami bahwa Fortuna adalah sesuatu yang tidak bisa diatur, mahasiswa dapat belajar untuk melepaskan kekhawatiran yang berlebihan terhadap hasil dan lebih fokus pada proses, yaitu mengembangkan diri melalui Virtue. Ini bukan hanya akan membantu mereka menghadapi tantangan dengan lebih bijaksana, tetapi juga menciptakan fondasi yang kuat untuk keberhasilan jangka panjang, baik dalam kehidupan akademik maupun profesional.
Pentingnya Stoicisme dalam Kehidupan Mahasiswa (WHY)
Tekanan untuk berprestasi secara akademik adalah salah satu masalah utama yang dihadapi mahasiswa di seluruh dunia. Sistem pendidikan modern sering kali menekankan pada hasil dan prestasi kuantitatif seperti nilai ujian, IPK, atau penghargaan akademik. Akibatnya, banyak mahasiswa merasa stres dan tertekan karena harus bersaing dengan sesama mahasiswa untuk mendapatkan nilai terbaik. Mereka khawatir gagal dalam ujian, tertinggal dari teman-teman sekelas, atau tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tua dan dosen.
Filosofi Stoik membantu mahasiswa memahami bahwa tekanan tersebut, dalam banyak hal, adalah hasil dari fokus yang salah. Alih-alih terlalu khawatir tentang hasil yang berada di luar kendali mereka (Fortuna), Stoicisme mendorong mahasiswa untuk fokus pada tindakan dan usaha yang dapat mereka kendalikan (Virtue). Misalnya, alih-alih cemas tentang apakah mereka akan mendapatkan nilai A dalam ujian, mereka sebaiknya fokus pada bagaimana mereka belajar, berapa banyak waktu yang mereka alokasikan untuk mempersiapkan diri, dan bagaimana mereka dapat mengelola waktu dengan lebih efektif. Dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang dapat mereka kendalikan, mahasiswa dapat mengurangi stres dan kecemasan yang tidak perlu, serta menjadi lebih efisien dalam mencapai tujuan akademiknya.
Pengaruh Fortuna Terhadap Kegagalan dan Kesuksesan (WHY)
Setelah lulus, mahasiswa dihadapkan dengan tantangan baru dalam bentuk dunia kerja yang dinamis dan tak terduga. Mereka harus bersaing dengan ribuan lulusan lainnya untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, dan setelah masuk ke dunia kerja, mereka harus terus beradaptasi dengan perubahan teknologi, ekonomi, dan tren industri. Dalam konteks ini, Fortuna memainkan peran yang sangat besar.
Contoh nyata dari pengaruh Fortuna adalah situasi ketika seorang lulusan baru yang penuh harapan menemukan bahwa industri yang ia tekuni sedang mengalami penurunan atau krisis ekonomi. Meskipun dia mungkin telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mempersiapkan diri, kondisi eksternal yang tidak dapat dikendalikan dapat menghambat jalannya menuju kesuksesan profesional. Di sinilah Stoicisme menawarkan kebijaksanaan praktis: alih-alih terobsesi dengan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, mahasiswa diajak untuk fokus pada apa yang dapat mereka lakukan. Dalam kasus ini, mereka bisa mengembangkan keterampilan baru, beradaptasi dengan perubahan pasar, atau mencari peluang alternatif.
Menghadapi Fortuna dengan Perspektif Stoik (HOW)
Salah satu praktik Stoik yang terkenal dalam menghadapi ketidakpastian adalah teknik pre-meditatio malorum, yang berarti memikirkan terlebih dahulu kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Dalam konteks pendidikan dan karier, ini bisa diterapkan dengan membayangkan skenario terburuk yang mungkin terjadi dan bagaimana kita dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Sebagai contoh, mahasiswa dapat memikirkan kemungkinan gagal dalam ujian atau tidak mendapatkan pekerjaan impian mereka setelah lulus. Dengan membayangkan hal-hal tersebut, mereka dapat mempersiapkan mental mereka dan merencanakan langkah-langkah cadangan, seperti mencari pekerjaan lain atau melanjutkan pendidikan lebih lanjut. Tujuan dari latihan ini bukan untuk menjadi pesimis, tetapi untuk mengurangi kejutan dan kekecewaan jika hal-hal buruk terjadi. Dengan demikian, mahasiswa dapat tetap tenang dan rasional dalam menghadapi ketidakpastian.
Dalam Stoicisme, sukses tidak diukur dari prestasi eksternal seperti status sosial, kekayaan, atau ketenaran. Sebaliknya, sukses sejati adalah pencapaian dalam pengembangan diri melalui Virtue. Dalam dunia akademik dan profesional, ini bisa berarti memiliki etika kerja yang baik, komitmen untuk terus belajar, integritas dalam menjalani tugas, serta kemampuan untuk tetap tenang dan rasional di bawah tekanan.
Virtue tidak hanya membantu mahasiswa dalam mencapai tujuan jangka pendek, tetapi juga membentuk mereka menjadi individu yang tangguh dan adaptif dalam jangka panjang. Ketika mahasiswa fokus pada pengembangan Virtue, mereka tidak lagi tergantung pada hasil yang tidak dapat diprediksi atau dikendalikan, tetapi pada proses dan usaha yang dapat mereka lakukan. Ini memberi mereka rasa percaya diri dan kestabilan emosional yang lebih kuat.
 Cara Mempraktikkan Stoicisme dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah memahami pentingnya membedakan Fortuna dan Virtue, langkah selanjutnya adalah bagaimana menerapkannya. Berikut beberapa cara praktis untuk mengintegrasikan prinsip Stoicisme dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai mahasiswa maupun profesional:
1. Latih Kendali Diri: Salah satu komponen utama Virtue dalam Stoicisme adalah kemampuan mengendalikan diri. Bagi mahasiswa, ini bisa berarti mengelola waktu dengan baik, fokus pada tugas yang penting, dan tidak terganggu oleh hal-hal yang tidak produktif. Dalam dunia profesional, kendali diri berarti tetap tenang dalam menghadapi tekanan, menjaga profesionalisme, dan tidak mudah terprovokasi oleh situasi yang menegangkan.
2. Fokus pada Proses, Bukan Hasil: Stoicisme mengajarkan bahwa kita tidak bisa mengendalikan hasil akhir, tapi kita bisa mengendalikan usaha kita. Mahasiswa yang mempraktikkan Stoicisme tidak akan terobsesi dengan nilai atau pujian, melainkan lebih fokus pada proses belajar dan pengembangan diri. Dalam karier, profesional yang bijak akan lebih menghargai dedikasi dan integritas dalam bekerja dibandingkan sekadar mengejar pujian atau promosi.
3. Terima Ketidakpastian dengan Bijak: Dunia penuh dengan hal-hal yang tidak pasti. Dalam Stoicisme, kita diajarkan untuk menerima ketidakpastian dengan hati yang tenang. Mahasiswa mungkin menghadapi perubahan dalam studi atau kesempatan karier, sementara profesional mungkin menghadapi perubahan di lingkungan kerja atau industri. Dengan Stoicisme, ketidakpastian ini bisa dilihat sebagai peluang untuk berkembang, bukan ancaman.
4. Refleksi Harian: Salah satu praktik penting dalam Stoicisme adalah merenungkan setiap hari tindakan dan keputusan kita. Apakah kita sudah bertindak dengan Virtue? Apakah kita terlalu terpengaruh oleh Fortuna? Refleksi ini membantu kita untuk terus memperbaiki diri dan menjaga konsistensi dalam mengembangkan kebajikan.
5. Tetap Sederhana: Stoicisme juga menekankan pentingnya kesederhanaan. Dalam dunia yang penuh godaan materialistis dan penghargaan eksternal, seorang mahasiswa atau profesional yang bijaksana akan tetap fokus pada hal-hal esensial. Kesederhanaan dalam tujuan, gaya hidup, dan pemikiran akan membawa ketenangan batin dan kebahagiaan jangka panjang.
Kesimpulan
Prinsip-prinsip Stoicisme memberikan panduan berharga bagi mahasiswa dan profesional dalam menghadapi tantangan akademis dan karier. Dengan memahami perbedaan antara Fortuna dan Virtue, kita bisa terlepas dari stres yang tidak perlu dan fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali kita. Fortuna mungkin tidak bisa diprediksi, tetapi Virtue adalah sesuatu yang selalu dapat kita kendalikan. Dengan mengembangkan kebajikan seperti kebijaksanaan, keberanian, dan pengendalian diri, kita bisa mencapai kesuksesan sejati di bidang akademis maupun profesional.
 Daftar Pustaka
1. Huda, Miftahul. (2020). Stoicisme: Filsafat Hidup Bahagia dalam Dunia Modern. Jakarta: Penerbit Serambi.
2. Yudi Latif. (2018). Indonesia di Persimpangan Jalan: Menata Ulang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Pustaka Alvabet.
3. Zeno, Marcus Aurelius. (2019). Renungan-renungan Seorang Kaisar Filosof. Bandung: Mizan Pustaka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI